
Newsletter
'Tarik Tambang' Resesi AS vs Damai Dagang, Siapa Menang?
Hidayat Setiaji & M Taufan Adharsyah & Anthony Kevin, CNBC Indonesia
29 March 2019 06:01

Untuk perdagangan hari ini, investor patut mencermati sejumlah sentimen. Pertama tentu kinerja Wall Street yang cukup memuaskan. Semoga hijaunya Wall Street menjadi pertanda happy wekend di pasar keuangan Asia, termasuk Indonesia.
Sentimen kedua adalah damai dagang AS-China. Sentimen ini terbukti ampuh mendongkrak performa Wall Street.
Setelah perundingan yang semakin positif, yang kurang tinggal pertemuan Presiden AS Donald Trump dan Presiden China Xi Jinping untuk menandatangani perjanjian damai dagang. Awalnya pertemuan tersebut dijadwalkan pada akhir Maret, tetapi kabar terakhir menyebutkan ada penundaan sampai Juni.
"Bisa Mei, Juni, tidak ada yang tahu. Bisa juga April, kami tidak tahu," ujar seorang sumber di lingkaran dalam delegasi AS yang sedang berunding di Beijing, mengutip Reuters.
Semoga pertemuan kedua pemimpin ini bisa terwujud dalam waktu yang tidak terlalu lama. Sebab damai dagang sudah begitu didamba...
Sentimen ketiga adalah dolar AS yang sepertinya masih perkasa. Pada pukul 05:01 WIB, Dollar Index (yang mencerminkan posisi greenback di hadapan enam mata uang utama dunia) menguat 0,47%.
Penguatan dolar AS terjadi akibat tingginya minat dalam lelang obligasi pemerintah. Hari ini, pemerintah Negeri menggelar lelang untuk 3 seri obligasi yaitu tenor 1 bulan, 2 bulan, dan 7 tahun.
Untuk tenor 1 bulan, penawaran yang masuk adalah US$ 150,53 miliar dan yang dimenangkan adalah US$ 50 miliar. Kemudian untuk tenor 2 bulan, pemerintah AS mengambil US$ 35 miliar dari US$ 108,83 penawaran yang masuk. Sedangkan untuk tenor 7 tahun, penawaran yang masuk adalah U$ 81,39 miliar dan yang dimenangkan adalah US$ 32 miilar.
Derasnya aliran modal yang masuk di pasar obligasi menyebabkan dolar AS menguat. Selain itu, arus modal di pasar obligasi juga membuat yield bergerak turun.
Penurunan yield ini menjadi dilematis, karena membuat inversi untuk obligasi pemerintah AS tenor 3 bulan dan 10 tahun semakin parah. Bahkan yield obligasi 10 tahun sudah di bawah 2,4%.
Risiko resesi di AS ternyata masih menggelayuti benak investor, belum bisa sepenuhnya move on. Ancaman resesi kemudian membuat pelaku pasar tidak mau jauh-jauh dari dolar AS.
Ini tentu membuat nasib rupiah menjadi di ujung tanduk. Jika rupiah kembali melemah hari ini, maka akan menjadi pelemahan selama 3 hari beruntun.
Sepertinya gerak pasar hari ini akan diwarnai tarik-menarik antara damai dagang vs ancaman resesi AS. Siapa yang akan lebih dominan? Kita lihat saja nanti.
(BERLANJUT KE HALAMAN 4)
(aji/aji)
Sentimen kedua adalah damai dagang AS-China. Sentimen ini terbukti ampuh mendongkrak performa Wall Street.
Setelah perundingan yang semakin positif, yang kurang tinggal pertemuan Presiden AS Donald Trump dan Presiden China Xi Jinping untuk menandatangani perjanjian damai dagang. Awalnya pertemuan tersebut dijadwalkan pada akhir Maret, tetapi kabar terakhir menyebutkan ada penundaan sampai Juni.
"Bisa Mei, Juni, tidak ada yang tahu. Bisa juga April, kami tidak tahu," ujar seorang sumber di lingkaran dalam delegasi AS yang sedang berunding di Beijing, mengutip Reuters.
Semoga pertemuan kedua pemimpin ini bisa terwujud dalam waktu yang tidak terlalu lama. Sebab damai dagang sudah begitu didamba...
Sentimen ketiga adalah dolar AS yang sepertinya masih perkasa. Pada pukul 05:01 WIB, Dollar Index (yang mencerminkan posisi greenback di hadapan enam mata uang utama dunia) menguat 0,47%.
Penguatan dolar AS terjadi akibat tingginya minat dalam lelang obligasi pemerintah. Hari ini, pemerintah Negeri menggelar lelang untuk 3 seri obligasi yaitu tenor 1 bulan, 2 bulan, dan 7 tahun.
Untuk tenor 1 bulan, penawaran yang masuk adalah US$ 150,53 miliar dan yang dimenangkan adalah US$ 50 miliar. Kemudian untuk tenor 2 bulan, pemerintah AS mengambil US$ 35 miliar dari US$ 108,83 penawaran yang masuk. Sedangkan untuk tenor 7 tahun, penawaran yang masuk adalah U$ 81,39 miliar dan yang dimenangkan adalah US$ 32 miilar.
Derasnya aliran modal yang masuk di pasar obligasi menyebabkan dolar AS menguat. Selain itu, arus modal di pasar obligasi juga membuat yield bergerak turun.
Penurunan yield ini menjadi dilematis, karena membuat inversi untuk obligasi pemerintah AS tenor 3 bulan dan 10 tahun semakin parah. Bahkan yield obligasi 10 tahun sudah di bawah 2,4%.
Risiko resesi di AS ternyata masih menggelayuti benak investor, belum bisa sepenuhnya move on. Ancaman resesi kemudian membuat pelaku pasar tidak mau jauh-jauh dari dolar AS.
Ini tentu membuat nasib rupiah menjadi di ujung tanduk. Jika rupiah kembali melemah hari ini, maka akan menjadi pelemahan selama 3 hari beruntun.
Sepertinya gerak pasar hari ini akan diwarnai tarik-menarik antara damai dagang vs ancaman resesi AS. Siapa yang akan lebih dominan? Kita lihat saja nanti.
(BERLANJUT KE HALAMAN 4)
(aji/aji)
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular