
Newsletter
The Fed Masih Warnai Pasar
Hidayat Setiaji & Anthony Kevin & M Taufan Adharsyah, CNBC Indonesia
19 March 2019 05:52

Seperti halnya di Asia, Wall Street juga mencatatkan penguatan di perdagangan perdana pekan ini. Dow Jones Industrial Average (DJIA) naik 0,25%, S&P 500 menguat 0,37%, dan Nasdaq Composite bertambah 0,34%.
The Fed pun menjadi tema utama di bursa saham New York. Investor di pasar saham bersuka-cita karena The Fed diperkirakan tidak akan agresif. Maklum, saham adalah instrumen yang bekerja optimal di lingkungan suku bunga rendah.
Keyakinan bahwa The Fed semakin dovish bertambah dengan dirilisnya data ekonomi terbaru di AS. Indeks perumahan NAHB pada Maret 2019 berada di angka 62, tidak berubah dibandingkan bulan sebelumnya. Pencapaian Maret tersebut berada di bawah konsensus pasar yang memperkirakan kenaikan menjadi 63.
Artinya, gejala perlambatan ekonomi masih terlihat di Negeri Adidaya. Mengencangkan ikat pinggang dalam kondisi seperti ini mungkin kurang bijak, bahkan ada peluang untuk memberi sedikit kelonggaran.
"Selalu ada ketakutan jelang rapat The Fed. Apa saja yang mengarah ke potensi kenaikan suku bunga akan membuat pelaku pasar minggir," ujar Tim Ghriskey, Chief Investment Strategist di Inverness Counsel yang berbasis di New York, mengutip Reuters.
Selain The Fed, faktor lain yang menguatkan Wall Street adalah harga minyak. Pada pukul 04:41 WIB, harga minyak jenis brent dan light sweet naik masing-masing 0,4% dan 0,77%.
Akibatnya harga emiten energi pun melonjak. Saham Exxon Mobil naik 1,16% sementara Chevron menguat 0,45%.
Kemudian saham Apple juga menjadi pendorong laju Wall Street dengan penguatan 1,02%. Peluncuran iPad terbaru dengan layar 10,5 inci plus rencana rilis iPAd Mini terbaru pada 25 Maret sepertinya mendapat sambutan positif.
Harga jual iPad terbaru dimulai dari US$ 499. Sementara iPad Mini terbaru nantinya dibanderol mulai US$399.
"Peluncuran produk-produk ini mungkin tidak akan banyak membantu kinerja keuangan Apple. Namun menjadi bukti bahwa Apple masih mampu untuk membuat produk yang populer di pasar," kata Clement Thibault, Analis Senior di investing.com, seperti dikutip dari Reuters.
Sedangkan faktor yang menghambat laju Wall Street adalah anjloknya saham Boeing yang mencapai 1,77%. Penyebabnya masih terkait tragedi kejatuhan pesawat Boeing 737 MAX 8 milik Ethiopian Airlines.
Penyelidik menemukan bahwa insiden Ethiopian Airlines serupa dengan kejadian yang menimpa Lion Air tahun lalu. Data sudut serangan (angle of attack) dua kecelakaan ini sangat mirip.
Sudut serangan adalah besaran yang mengukur derajat kemiringan antara sayap pesawat dengan aliran udara. Jika terlalu tinggi, maka bisa membuat pesawat dalam posisi diam (stall) dan tidak bisa dikendalikan.
Apabila ditemukan kesalahan serupa di tragedi Ethiopian Airlines dan Lion Air, maka memang ada 'kecacatan' dalam produksi pesawat Boeing 737 MAX 8. Ini tentu bukan kabar gembira buat Boeing, yang sahamnya mendominasi indeks DJIA.
(BERLANJUT KE HALAMAN 3)
(aji/aji)
The Fed pun menjadi tema utama di bursa saham New York. Investor di pasar saham bersuka-cita karena The Fed diperkirakan tidak akan agresif. Maklum, saham adalah instrumen yang bekerja optimal di lingkungan suku bunga rendah.
Keyakinan bahwa The Fed semakin dovish bertambah dengan dirilisnya data ekonomi terbaru di AS. Indeks perumahan NAHB pada Maret 2019 berada di angka 62, tidak berubah dibandingkan bulan sebelumnya. Pencapaian Maret tersebut berada di bawah konsensus pasar yang memperkirakan kenaikan menjadi 63.
Artinya, gejala perlambatan ekonomi masih terlihat di Negeri Adidaya. Mengencangkan ikat pinggang dalam kondisi seperti ini mungkin kurang bijak, bahkan ada peluang untuk memberi sedikit kelonggaran.
"Selalu ada ketakutan jelang rapat The Fed. Apa saja yang mengarah ke potensi kenaikan suku bunga akan membuat pelaku pasar minggir," ujar Tim Ghriskey, Chief Investment Strategist di Inverness Counsel yang berbasis di New York, mengutip Reuters.
Selain The Fed, faktor lain yang menguatkan Wall Street adalah harga minyak. Pada pukul 04:41 WIB, harga minyak jenis brent dan light sweet naik masing-masing 0,4% dan 0,77%.
Akibatnya harga emiten energi pun melonjak. Saham Exxon Mobil naik 1,16% sementara Chevron menguat 0,45%.
Kemudian saham Apple juga menjadi pendorong laju Wall Street dengan penguatan 1,02%. Peluncuran iPad terbaru dengan layar 10,5 inci plus rencana rilis iPAd Mini terbaru pada 25 Maret sepertinya mendapat sambutan positif.
Harga jual iPad terbaru dimulai dari US$ 499. Sementara iPad Mini terbaru nantinya dibanderol mulai US$399.
"Peluncuran produk-produk ini mungkin tidak akan banyak membantu kinerja keuangan Apple. Namun menjadi bukti bahwa Apple masih mampu untuk membuat produk yang populer di pasar," kata Clement Thibault, Analis Senior di investing.com, seperti dikutip dari Reuters.
Sedangkan faktor yang menghambat laju Wall Street adalah anjloknya saham Boeing yang mencapai 1,77%. Penyebabnya masih terkait tragedi kejatuhan pesawat Boeing 737 MAX 8 milik Ethiopian Airlines.
Penyelidik menemukan bahwa insiden Ethiopian Airlines serupa dengan kejadian yang menimpa Lion Air tahun lalu. Data sudut serangan (angle of attack) dua kecelakaan ini sangat mirip.
Sudut serangan adalah besaran yang mengukur derajat kemiringan antara sayap pesawat dengan aliran udara. Jika terlalu tinggi, maka bisa membuat pesawat dalam posisi diam (stall) dan tidak bisa dikendalikan.
Apabila ditemukan kesalahan serupa di tragedi Ethiopian Airlines dan Lion Air, maka memang ada 'kecacatan' dalam produksi pesawat Boeing 737 MAX 8. Ini tentu bukan kabar gembira buat Boeing, yang sahamnya mendominasi indeks DJIA.
(BERLANJUT KE HALAMAN 3)
(aji/aji)
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular