Newsletter

The Fed Masih Warnai Pasar

Hidayat Setiaji & Anthony Kevin & M Taufan Adharsyah, CNBC Indonesia
19 March 2019 05:52
Cermati Sentimen Penggerak Pasar Hari Ini (1)
Ilustrasi Bursa Efek Indonesia (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Untuk perdagangan hari ini, investor patut mencermati sejumlah sentimen. Pertama tentunya hasil positif yang diraih Wall Street. Semoga setelah melihat angka-angka di Wall Street, investor di pasar keuangan Asia bisa termotivasi untuk meraih pencapaian yang sama atau bahkan melampauinya. 

Sentimen kedua adalah nilai tukar dolar AS, yang kemungkinan masih melemah. Pada pukul 04:51 WIB, Dollar Index (yang mencerminkan posisi greenback di hadapan enam mata uang utama) melemah 0,08%. 

Sepertinya dolar AS masih terbeban oleh sentimen jelang rapat The Fed. Semakin dekat ke pelaksanaan rapat, tekanan yang dirasakan mata uang Negeri Adidaya semakin terasa. 

"Pelaku pasar ingin memastikan bahwa The Fed tetap dalam posisi dovish seperti yang mereka perkirakan. Dengan ekspektasi bahwa peluang kenaikan suku bunga semakin kecil, minat investor terhadap aset-aset berisiko akan meningkat," kata Dean Popplewell, Vice President di Oanda, mengutip Reuters. 

Akan tetapi, kewaspadaan perlu dijaga karena dolar AS sudah mengalami tekanan yang cukup besar. Dalam sepekan terakhir, Dollar Index sudah terkoreksi 0,73%.  Koreksi yang sudah lumayan itu membuka peluang bagi dolar AS untuk rebound.

Dolar AS tetaplah dolar AS, ketika harganya sudah murah pasti akan kembali menarik minat invesor untuk mengoleksinya. Ketika permintaan terhadap dolar AS meningkat, nilainya pun akan menguat dan ini mengancam mata uang negara-negara lain termasuk rupiah. 

Kemudian, potensi tekanan terhadap rupiah juga bisa hadir dari sentimen keempat yaitu kenaikan harga minyak. Seperti yang sudah disinggung sebelumnya, kenaikan harga si emas hitam menjadi salah satu faktor penguat Wall Street. Namun ceritanya akan berbeda dengan rupiah. 

Pasalnya, Indonesia adalah negara net importir minyak, mau tidak mau harus mengimpor karena produksi dalam negeri yang belum memadai. Saat harga minyak naik, maka biaya impornya semakin mahal. Semakin banyak devisa yang 'terbakar' untuk mengimpor minyak, sehingga membuat defisit transaksi berjalan (current account) berpotensi melebar atau semakin dalam. 

Transaksi berjalan adalah fondasi penting bagi stabilitas nilai tukar. Tanpa transaksi berjalan yang kuat, rupiah akan rawan terdepresiasi. 

Investor bisa saja menjadi enggan untuk mengoleksi aset berbasis rupiah, karena khawatir nilainya akan turun pada kemudian hari. Risiko aksi jual akan terus membayangi rupiah jika masalah di transaksi berjalan tidak kunjung dipecahkan. 

(BERLANJUT KE HALAMAN 4)

(aji/aji)
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular