
Newsletter
Euforia Damai Dagang Reda, Mau ke Mana Pasar Kita?
Hidayat Setiaji & Anthony Kevin & M Taufan Adharsyah, CNBC Indonesia
27 February 2019 05:42

Untuk perdagangan hari ini, investor patut mencermati sejumlah sentimen. Pertama tentu dari Wall Street, yang sedang agak murung. Wall Street yang cenderung gloomy bisa mempengaruhi mood pelaku pasar di Benua Kuning.
Sentimen kedua adalah pertemuan Trump dengan Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un yang dimulai hari ini. Pertemuan berlangsung di Hotel Metropole, Hanoi, Vietnam.
Dalam pertemuan pertama di Singapura sekitar 8 bulan lalu, kedua kepala negara lebih banyak menghabiskan waktu untuk memecahkan kekakuan hubungan Washington-Pyongyang. Oleh karena itu, publik ingin ada hasil yang lebih tegas dalam pertemuan kedua di Vietnam kali ini.
Satu hal yang sangat dinantikan tentu adalah komitmen denuklirisasi di Semenanjung Korea. Kemudian, publik juga ingin ada deklarasi untuk secara formal mengakhiri Perang Korea yang terjadi pada 1950-an.
Namun, Trump sepertinya ingin publik untuk bersabar dulu. Sebab, tentu butuh waktu untuk menuju ke arah perdamaian total di Semenanjung Korea.
"Saya tidak terburu-buru. Saya hanya tidak ingin lagi ada uji coba (peluncuran misil). Selama tidak ada uji coba, kita semua bahagia," ujarnya, mengutip Reuters.
Setidaknya pelaku pasar boleh berharap ada sinyal perdamaian yang lebih jelas dari pertemuan di Vietnam. Sebab perdamaian di Semenanjung Korea akan membuat investor lebih tenang, tidak ada lagi sebuah risiko besar yaitu potensi gesekan di wilayah tersebut.
Sentimen ketiga adalah perkembangan nilai tukar dolar AS. Setelah kemarin sempat bangkit, ada kemungkinan dolar AS kembali terkoreksi hari ini. Pada pukul 04:52 WIB, Dollar Index (yang mencerminkan posisi greenback di hadapan enam mata uang utama dunia) melemah 0,36%.
Pemberat laju mata uang Negeri Adidaya adalah pernyataan Powell di depan Senat AS. Seperti yang sudah disinggung, pengganti Janet Yellen itu menyatakan bahwa bank sentral masih akan bersabar sambil mencari jawaban atas sinyal yang mixed di perekonomian AS.
Artinya, peluang kenaikan Federal Funds Rate semakin tipis setidaknya dalam waktu dekat. Pertemuan komite pengambil kebijakan The Fed (Federal Open Market Committee) berikutnya adalah 20 Maret. Dalam pertemuan tersebut, probabilitas suku bunga acuan bertahan di 2,25-2,5% mencapai 97,4%, mengutip CME Fedwatch.
Oleh karena itu, berinvestasi di dolar AS menjadi kurang menarik karena tidak ada pemanis dari sisi suku bunga. Ini membuat dolar AS kemungkinan bakal ditinggalkan oleh investor.
Rupiah bisa memanfaatkan situasi ini dengan kembali mencetak apresiasi. Mampukah rupiah mencatat penguatan 4 hari beruntun? Kita lihat saja nanti.
Namun rupiah patut waspada dengan sentimen keempat yaitu harga minyak. Setelah kemarin anjlok dan menjadi 'dewa penolong' rupiah, kini harga si emas hitam mulai naik dan menebar ancaman.
Pada pukul 05:01 WIB, harga minyak jenis brent melonjak 1,34% dan light sweet naik 0,92%. Koreksi yang kemarin sempat mencapai 3% membuat ruang kenaikan harga minyak menjadi terbuka.
Bagi Indonesia, kenaikan harga minyak bukan sebuah kabar gembira. Sebab biaya impor minyak akan membengkak kala harganya naik. Padahal Indonesia adalah negara net importir minyak, mau tidak mau harus ada impor untuk memenuhi kebutuhan karena produksi dalam negeri yang tidak memadai.
Ini akan membuat pasokan devisa terkuras dan rupiah tidak punya modal untuk menguat. Fondasi rupiah menjadi rapuh sehingga rentan terdepresiasi.
Kala ada risiko besar menghinggapi rupiah, aset-aset yang berbasis mata uang ini juga terancam ditinggalkan oleh investor. Oleh karena itu, pasar saham dan SBN juga perlu waspada.
Setelah melesat sejak awal pekan, pasar keuangan Indonesia memang patut hati-hati. Risiko koreksi menjadi lebih besar, apalagi di tengah suasanya pasar keuangan global yang sedang murung karena meredanya euforia damai dagang AS-China.
(BERLANJUT KE HALAMAN 4)
(aji/aji)
Sentimen kedua adalah pertemuan Trump dengan Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un yang dimulai hari ini. Pertemuan berlangsung di Hotel Metropole, Hanoi, Vietnam.
Dalam pertemuan pertama di Singapura sekitar 8 bulan lalu, kedua kepala negara lebih banyak menghabiskan waktu untuk memecahkan kekakuan hubungan Washington-Pyongyang. Oleh karena itu, publik ingin ada hasil yang lebih tegas dalam pertemuan kedua di Vietnam kali ini.
Satu hal yang sangat dinantikan tentu adalah komitmen denuklirisasi di Semenanjung Korea. Kemudian, publik juga ingin ada deklarasi untuk secara formal mengakhiri Perang Korea yang terjadi pada 1950-an.
Namun, Trump sepertinya ingin publik untuk bersabar dulu. Sebab, tentu butuh waktu untuk menuju ke arah perdamaian total di Semenanjung Korea.
"Saya tidak terburu-buru. Saya hanya tidak ingin lagi ada uji coba (peluncuran misil). Selama tidak ada uji coba, kita semua bahagia," ujarnya, mengutip Reuters.
Setidaknya pelaku pasar boleh berharap ada sinyal perdamaian yang lebih jelas dari pertemuan di Vietnam. Sebab perdamaian di Semenanjung Korea akan membuat investor lebih tenang, tidak ada lagi sebuah risiko besar yaitu potensi gesekan di wilayah tersebut.
Sentimen ketiga adalah perkembangan nilai tukar dolar AS. Setelah kemarin sempat bangkit, ada kemungkinan dolar AS kembali terkoreksi hari ini. Pada pukul 04:52 WIB, Dollar Index (yang mencerminkan posisi greenback di hadapan enam mata uang utama dunia) melemah 0,36%.
Pemberat laju mata uang Negeri Adidaya adalah pernyataan Powell di depan Senat AS. Seperti yang sudah disinggung, pengganti Janet Yellen itu menyatakan bahwa bank sentral masih akan bersabar sambil mencari jawaban atas sinyal yang mixed di perekonomian AS.
Artinya, peluang kenaikan Federal Funds Rate semakin tipis setidaknya dalam waktu dekat. Pertemuan komite pengambil kebijakan The Fed (Federal Open Market Committee) berikutnya adalah 20 Maret. Dalam pertemuan tersebut, probabilitas suku bunga acuan bertahan di 2,25-2,5% mencapai 97,4%, mengutip CME Fedwatch.
Oleh karena itu, berinvestasi di dolar AS menjadi kurang menarik karena tidak ada pemanis dari sisi suku bunga. Ini membuat dolar AS kemungkinan bakal ditinggalkan oleh investor.
Rupiah bisa memanfaatkan situasi ini dengan kembali mencetak apresiasi. Mampukah rupiah mencatat penguatan 4 hari beruntun? Kita lihat saja nanti.
Namun rupiah patut waspada dengan sentimen keempat yaitu harga minyak. Setelah kemarin anjlok dan menjadi 'dewa penolong' rupiah, kini harga si emas hitam mulai naik dan menebar ancaman.
Pada pukul 05:01 WIB, harga minyak jenis brent melonjak 1,34% dan light sweet naik 0,92%. Koreksi yang kemarin sempat mencapai 3% membuat ruang kenaikan harga minyak menjadi terbuka.
Bagi Indonesia, kenaikan harga minyak bukan sebuah kabar gembira. Sebab biaya impor minyak akan membengkak kala harganya naik. Padahal Indonesia adalah negara net importir minyak, mau tidak mau harus ada impor untuk memenuhi kebutuhan karena produksi dalam negeri yang tidak memadai.
Ini akan membuat pasokan devisa terkuras dan rupiah tidak punya modal untuk menguat. Fondasi rupiah menjadi rapuh sehingga rentan terdepresiasi.
Kala ada risiko besar menghinggapi rupiah, aset-aset yang berbasis mata uang ini juga terancam ditinggalkan oleh investor. Oleh karena itu, pasar saham dan SBN juga perlu waspada.
Setelah melesat sejak awal pekan, pasar keuangan Indonesia memang patut hati-hati. Risiko koreksi menjadi lebih besar, apalagi di tengah suasanya pasar keuangan global yang sedang murung karena meredanya euforia damai dagang AS-China.
(BERLANJUT KE HALAMAN 4)
(aji/aji)
Next Page
Simak Agenda dan Data Berikut Ini
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular