
Newsletter
Euforia Damai Dagang Reda, Mau ke Mana Pasar Kita?
Hidayat Setiaji & Anthony Kevin & M Taufan Adharsyah, CNBC Indonesia
27 February 2019 05:42

Dari Wall Street, tiga indeks utama terkoreksi tipis setelah menguat 2 hari beruntun. Dow Jones Industrial Average (DJIA) turun 0,13%, S&P 500 melemah 0,08%, dan Nasdaq Composite berkurang 0,07%.
Dalam perdagangan 2 hari sebelumnya, ketiga indeks tersebut tidak pernah absen mencetak penguatan. Oleh karena itu, sedikit koreksi (apalagi tipis saja) tidak menjadi masalah dan justru membuat pasar menjadi lebih sehat.
Investor sepertinya mulai merealisasikan keuntungan di bursa saham New York, seiring lunturnya sentimen perang dagang. Sejak awal pekan, Wall Street begitu semarak karena pelaku pasar memburu aset-aset berisiko. Damai dagang AS-China yang tampaknya sudah di depan mata membuat investor bergairah dan ogah bermain aman.
Namun setelah 2 hari melaju, hari ini menjadi momentum koreksi. Belum adanya kabar terbaru dari hubungan AS-China (kecuali rencana pertemuan Presiden AS Donald Trump dan Presiden China Xi Jinping di Florida bulan depan) membuat investor kurang beringas dan memilih mengambil nafas.
Selain itu, memang ada pemicu bagi investor untuk melakukan ambil untung yaitu data ekonomi AS yang kurang ciamik. Pembangunan rumah baru (housing start) di AS pada Desember 2018 anjlok 11,2% dibandingkan bulan sebelumnya menjadi 1,08 juta unit. ini menjadi angka terendah sejak September 2016.
Data ini semakin mempertegas bahwa perlambatan ekonomi adalah ancaman nyata bagi Negeri Paman Sam. Konfirmasi lebih lanjut mengenai hal ini juga datang dari Jerome 'Jay' Powell, Gubernur The Federal Reserves/The Fed.
Dalam paparan di hadapan Komite Perbankan Senat AS, Powell menyatakan bahwa ada sinyal yang bertabrakan di perekonomian AS. Di satu sisi ada gejala perlambatan seperti yang ditunjukkan oleh data penjualan ritel atau properti yang sudah disinggung sebelumnya. Namun di sisi lain perekonomian Negeri Adidaya juga masih menyimpan kekuatan, terlihat dari upah pekerja yang terus naik dan angka pengangguran terjaga di level rendah.
Oleh karena itu, Powell kembali menegaskan bahwa The Fed masih akan bersabar dalam menentukan arah kebijakan moneter selanjutnya, terutama menyangkut suku bunga acuan. The Fed butuh waktu untuk mencerna apa yang dibutuhkan bagi perekonomian AS.
"Kami benar-benar memantau sinyal yang berseberangan tersebut dan berbagai risikonya. Untuk saat ini, kami akan bersabar dan membiarkan waktu memberikan jawabannya," kata Powell, mengutip Reuters.
Euforia damai dagang yang mulai reda dan tanda-tanda suramnya perekonomian AS membuat investor mundur teratur. Hasilnya jelas, Wall Street terkoreksi meski hanya di kisaran terbatas.
"Data-data ekonomi hasilnya mixed, dan pasar sudah menguat dalam 2 bulan ini. Hal-hal tersebut menjadi alasan yang cukup untuk merealisasikan keuntungan. Memang tidak dalam kala besar, tetapi hawanya terasa," tutur Sameer Samana, Senior Global Market Strategist di Wells Fargo Investment Institute yang berbasis di St Louis, mengutip Reuters.
(BERLANJUT KE HALAMAN 3)
(aji/aji)
Dalam perdagangan 2 hari sebelumnya, ketiga indeks tersebut tidak pernah absen mencetak penguatan. Oleh karena itu, sedikit koreksi (apalagi tipis saja) tidak menjadi masalah dan justru membuat pasar menjadi lebih sehat.
Investor sepertinya mulai merealisasikan keuntungan di bursa saham New York, seiring lunturnya sentimen perang dagang. Sejak awal pekan, Wall Street begitu semarak karena pelaku pasar memburu aset-aset berisiko. Damai dagang AS-China yang tampaknya sudah di depan mata membuat investor bergairah dan ogah bermain aman.
Namun setelah 2 hari melaju, hari ini menjadi momentum koreksi. Belum adanya kabar terbaru dari hubungan AS-China (kecuali rencana pertemuan Presiden AS Donald Trump dan Presiden China Xi Jinping di Florida bulan depan) membuat investor kurang beringas dan memilih mengambil nafas.
Selain itu, memang ada pemicu bagi investor untuk melakukan ambil untung yaitu data ekonomi AS yang kurang ciamik. Pembangunan rumah baru (housing start) di AS pada Desember 2018 anjlok 11,2% dibandingkan bulan sebelumnya menjadi 1,08 juta unit. ini menjadi angka terendah sejak September 2016.
Data ini semakin mempertegas bahwa perlambatan ekonomi adalah ancaman nyata bagi Negeri Paman Sam. Konfirmasi lebih lanjut mengenai hal ini juga datang dari Jerome 'Jay' Powell, Gubernur The Federal Reserves/The Fed.
Dalam paparan di hadapan Komite Perbankan Senat AS, Powell menyatakan bahwa ada sinyal yang bertabrakan di perekonomian AS. Di satu sisi ada gejala perlambatan seperti yang ditunjukkan oleh data penjualan ritel atau properti yang sudah disinggung sebelumnya. Namun di sisi lain perekonomian Negeri Adidaya juga masih menyimpan kekuatan, terlihat dari upah pekerja yang terus naik dan angka pengangguran terjaga di level rendah.
Oleh karena itu, Powell kembali menegaskan bahwa The Fed masih akan bersabar dalam menentukan arah kebijakan moneter selanjutnya, terutama menyangkut suku bunga acuan. The Fed butuh waktu untuk mencerna apa yang dibutuhkan bagi perekonomian AS.
"Kami benar-benar memantau sinyal yang berseberangan tersebut dan berbagai risikonya. Untuk saat ini, kami akan bersabar dan membiarkan waktu memberikan jawabannya," kata Powell, mengutip Reuters.
Euforia damai dagang yang mulai reda dan tanda-tanda suramnya perekonomian AS membuat investor mundur teratur. Hasilnya jelas, Wall Street terkoreksi meski hanya di kisaran terbatas.
"Data-data ekonomi hasilnya mixed, dan pasar sudah menguat dalam 2 bulan ini. Hal-hal tersebut menjadi alasan yang cukup untuk merealisasikan keuntungan. Memang tidak dalam kala besar, tetapi hawanya terasa," tutur Sameer Samana, Senior Global Market Strategist di Wells Fargo Investment Institute yang berbasis di St Louis, mengutip Reuters.
(BERLANJUT KE HALAMAN 3)
(aji/aji)
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular