
Newsletter
Damai Dagang Masih Jauh, Eropa Muram, Venezuela Panas
Hidayat Setiaji & Anthony Kevin & M Taufan Adharsyah, CNBC Indonesia
25 January 2019 06:03

Sentimen ketiga, investor perlu mewaspadai perkembangan nilai tukar dolar AS. Pada pukul 05:30 WIB, Dollar Index (yang mencerminkan posisi greenback di hadapan enam mata uang utama) menguat sampai 0,45%.
Penguatan dolar AS utamanya datang akibat pelemahan euro. Pada pukul 05:31 WIB, euro masih melemah 0,05% di hadapan greenback. Penyebabnya adalah hasil rapat ECB yang sudah disinggung sebelumnya.
Selain itu, ada sentimen positif yang menyokong dolar AS yaitu rilis data Purchasing Managers Index (PMI) manufaktur. Untuk periode Januari 2019, pembacaan awal PMI manufaktur AS versi IHS Markit berada di 54,9, naik dibandingkan bulan sebelumnya yaitu 53,8.
Data ini menunjukkan bahwa ekonomi Negeri Paman Sam tidak jelek-jelek amat, masih ada harapan untuk tumbuh. Oleh karena itu, ada pula harapan The Federal Reserves/The Fed akan menaikkan suku bunga acuan pada tahun ini, dan itu positif bagi dolar AS.
Apabila keperkasaan dolar AS di level global terus bertahan, maka akan menjadi alamat buruk buat mata uang Asia, termasuk rupiah. Kejadian kemarin bisa kembali terulang, di mana dolar AS menyapu bersih seluruh mata uang utama Benua Kuning kecuali rupiah.
Sentimen keempat adalah investor patut memantau pergerakan harga minyak. Sampai kemarin, harga minyak masih terkoreksi sehingga mampu menopang penguatan rupiah.
Namun hari ini semua bisa berubah. Pada pukul 05:39 WIB, harga minyak jenis brent naik 0,07% sementara light sweet melonjak 1,06%.
Penyebabnya adalah sanksi terbaru AS kepada Venezuela. Pemerintahan Presiden AS Donald Trump tidak lagi mengakui Nicolas Maduro sebagai presiden, tetapi melihat Juan Guaido sang pemimpin oposisi sebagai kepala negara. Bahkan AS mencap pemerintahan Maduro ilegal.
Hubungan Washington-Caracas pun menegang. Sebagai respons atas langkah AS, Maduro memutus hubungan diplomatik dengan Washington dan meminta personel kedutaan besar AS untuk meninggalkan Venezuela dalam 72 jam ke depan. AS tidak terima, karena menilai pemerintahan Maduro ilegal dan tidak punya hak.
Ketegangan ini kemudian mempengaruhi harga minyak dunia, karena dikhawatirkan mengganggu produksi dan ekspor Venezuela. Maklum, Venezuela adalah salah satu produsen minyak terbesar dunia dengan produksi mencapai sekitar 1,4 juta barel/hari. Bahkan Venezuela menguasai cadangan minyak terbesar di dunia, mencapai 302,81 miliar barel.
Gangguan produksi dan pengiriman minyak dari Venezuela akan mebuat pasokan di pasar global menipis. Akibatnya harga si emas hitam terkerek.
Kenaikan harga minyak bukan berita positif buat rupiah. Sebab, kenaikan harga komoditas ini akan semakin membuat biaya impor melejit dan membebani transaksi berjalan (current acccount). Defisit transaksi berjalan terancam membengkak, dan rupiah sulit menguat.
Sepertinya harga minyak sulit diharapkan untuk menjadi juru selamat bagi rupiah hari ini.
(BERLANJUT KE HALAMAN 5)
(aji/aji)
Penguatan dolar AS utamanya datang akibat pelemahan euro. Pada pukul 05:31 WIB, euro masih melemah 0,05% di hadapan greenback. Penyebabnya adalah hasil rapat ECB yang sudah disinggung sebelumnya.
Selain itu, ada sentimen positif yang menyokong dolar AS yaitu rilis data Purchasing Managers Index (PMI) manufaktur. Untuk periode Januari 2019, pembacaan awal PMI manufaktur AS versi IHS Markit berada di 54,9, naik dibandingkan bulan sebelumnya yaitu 53,8.
Data ini menunjukkan bahwa ekonomi Negeri Paman Sam tidak jelek-jelek amat, masih ada harapan untuk tumbuh. Oleh karena itu, ada pula harapan The Federal Reserves/The Fed akan menaikkan suku bunga acuan pada tahun ini, dan itu positif bagi dolar AS.
Apabila keperkasaan dolar AS di level global terus bertahan, maka akan menjadi alamat buruk buat mata uang Asia, termasuk rupiah. Kejadian kemarin bisa kembali terulang, di mana dolar AS menyapu bersih seluruh mata uang utama Benua Kuning kecuali rupiah.
Sentimen keempat adalah investor patut memantau pergerakan harga minyak. Sampai kemarin, harga minyak masih terkoreksi sehingga mampu menopang penguatan rupiah.
Namun hari ini semua bisa berubah. Pada pukul 05:39 WIB, harga minyak jenis brent naik 0,07% sementara light sweet melonjak 1,06%.
Penyebabnya adalah sanksi terbaru AS kepada Venezuela. Pemerintahan Presiden AS Donald Trump tidak lagi mengakui Nicolas Maduro sebagai presiden, tetapi melihat Juan Guaido sang pemimpin oposisi sebagai kepala negara. Bahkan AS mencap pemerintahan Maduro ilegal.
Hubungan Washington-Caracas pun menegang. Sebagai respons atas langkah AS, Maduro memutus hubungan diplomatik dengan Washington dan meminta personel kedutaan besar AS untuk meninggalkan Venezuela dalam 72 jam ke depan. AS tidak terima, karena menilai pemerintahan Maduro ilegal dan tidak punya hak.
Ketegangan ini kemudian mempengaruhi harga minyak dunia, karena dikhawatirkan mengganggu produksi dan ekspor Venezuela. Maklum, Venezuela adalah salah satu produsen minyak terbesar dunia dengan produksi mencapai sekitar 1,4 juta barel/hari. Bahkan Venezuela menguasai cadangan minyak terbesar di dunia, mencapai 302,81 miliar barel.
Gangguan produksi dan pengiriman minyak dari Venezuela akan mebuat pasokan di pasar global menipis. Akibatnya harga si emas hitam terkerek.
Kenaikan harga minyak bukan berita positif buat rupiah. Sebab, kenaikan harga komoditas ini akan semakin membuat biaya impor melejit dan membebani transaksi berjalan (current acccount). Defisit transaksi berjalan terancam membengkak, dan rupiah sulit menguat.
Sepertinya harga minyak sulit diharapkan untuk menjadi juru selamat bagi rupiah hari ini.
(BERLANJUT KE HALAMAN 5)
(aji/aji)
Next Page
Simak Agenda dan Data Berikut Ini
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular