
Polling CNBC Indonesia
Konsensus Pasar: BI Diramal Tahan Bunga Acuan di 6%
Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
19 December 2018 12:13

Putera Satria Sambijantoro, Ekonom Bahana Sekuritas, menyebutkan sebenarnya ada kemungkinan BI untuk menaikkan suku bunga acuan. Sebab, Indonesia masih membutuhkan hot money untuk menutup defisit transaksi berjalan (current account).
Pada kuartal IV-2018, transaksi berjalan kemungkinan akan mengalami defisit yang lumayan dalam seperti kuartal sebelumnya. Sebab, neraca perdagangan pada Oktober dan November mencatat defisit masing-masing US$ 1,82 miliar dan US$ 2,05 miliar. Defisit perdagangan November bahkan menjadi yang terdalam sejak Juli 2013.
Defisit transaksi berjalan tersebut butuh tambalan, yang datangnya dari transaksi modal dan finansial, termasuk investasi portofolio di dalamnya. Tanpa sokongan dari hot money, maka defisit di Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) akan semakin parah.
Namun Satria menilai BI belum perlu sampai menaikkan suku bunga acuan demi menyelamatkan NPI. Ini karena defisit neraca perdagangan (dan transaksi berjalan) tidak akan bisa disembuhkan melalui kebijakan moneter.
"Defisit perdagangan November bukan disebabkan faktor struktural, melainkan lebih akibat penurunan harga komoditas yang menyebabkan ekspor tertekan. Siklus impor juga memang biasanya naik pada kuartal IV. Faktor-faktor ini di luar kuasa BI," jelas Satria.
Selain itu, kenaikan suku bunga acuan yang ditempuh sebelumnya dinilai sudah cukup dan pada saatnya akan mampu membantu meringankan defisit transaksi berjalan. Kenaikan suku bunga acuan dapat mengendalikan permintaan sehingga bisa menekan impor dan mengurangi beban transaksi berjalan.
"Impor November sudah turun secara bulanan, dan tren ini sepertinya akan berlanjut. Dampak dari kenaikan suku bunga nantinya akan semakin terasa di perekonomian," sebut Satria.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji)
Pada kuartal IV-2018, transaksi berjalan kemungkinan akan mengalami defisit yang lumayan dalam seperti kuartal sebelumnya. Sebab, neraca perdagangan pada Oktober dan November mencatat defisit masing-masing US$ 1,82 miliar dan US$ 2,05 miliar. Defisit perdagangan November bahkan menjadi yang terdalam sejak Juli 2013.
Defisit transaksi berjalan tersebut butuh tambalan, yang datangnya dari transaksi modal dan finansial, termasuk investasi portofolio di dalamnya. Tanpa sokongan dari hot money, maka defisit di Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) akan semakin parah.
Namun Satria menilai BI belum perlu sampai menaikkan suku bunga acuan demi menyelamatkan NPI. Ini karena defisit neraca perdagangan (dan transaksi berjalan) tidak akan bisa disembuhkan melalui kebijakan moneter.
"Defisit perdagangan November bukan disebabkan faktor struktural, melainkan lebih akibat penurunan harga komoditas yang menyebabkan ekspor tertekan. Siklus impor juga memang biasanya naik pada kuartal IV. Faktor-faktor ini di luar kuasa BI," jelas Satria.
Selain itu, kenaikan suku bunga acuan yang ditempuh sebelumnya dinilai sudah cukup dan pada saatnya akan mampu membantu meringankan defisit transaksi berjalan. Kenaikan suku bunga acuan dapat mengendalikan permintaan sehingga bisa menekan impor dan mengurangi beban transaksi berjalan.
"Impor November sudah turun secara bulanan, dan tren ini sepertinya akan berlanjut. Dampak dari kenaikan suku bunga nantinya akan semakin terasa di perekonomian," sebut Satria.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji)
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular