Newsletter

Duh, IHSG Sepertinya Loyo Lagi

Anthony Kevin, CNBC Indonesia
11 December 2018 06:55
Duh, IHSG Sepertinya Loyo Lagi
Foto: CNBC Indonesia/Muhammad Sabki
Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar keuangan Indonesia membuka awal pekan ini dengan performa negatif. Pada perdagangan kemarin, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) melemah 0,25% ke level 6.111,36. Sementara itu, nilai tukar rupiah melemah 0,59% di pasar spot ke level Rp 14.550/dolar AS.

Pergerakan IHSG senada dengan bursa saham utama kawasan Asia yang juga ditransaksikan di zona merah. Indeks Nikkei turun 2,12%, indeks Shanghai turun 0,82%, indeks Hang Seng turun 1,19%, indeks Strait Times turun 1,24%, dan indeks Kospi turun 1,06%.

Rupiah juga melemah di tengah mata uang negara-negara Asia yang mayoritas tunduk di hadapan dolar AS. Meski demikian, dengan pelemahan sedalam kemarin, mata uang Garuda menjadi yang terburuk kedua di Benua Kuning. Hingga pukul 16.20 WIB, hanya performa rupee (-0,62%) yang lebih buruk dari rupiah.

Sejumlah sentimen eksternal memang masih membuat investor ketar-ketir. Pertama, pasar obligasi AS masih mengindikasikan datangnya resesi di Negeri Paman Sam. Pada tanggal 4 Desember 2018, terjadi inversi spread imbal hasil (yield) obligasi AS tenor 3 dan 5 tahun. Pada akhir perdagangan hari itu, spread yield obligasi AS tenor 3 dan 5 tahun adalah sebesar 2 basis poin (bps).

Hal ini merupakan indikasi awal dari akan datangnya resesi di AS. Dalam 3 resesi terakhir yang terjadi di AS (1990, 2001, dan 2007), selalu terjadi inversi pada spread yield obligasi tenor 3 dan 5 tahun.

Melansir CNBC International yang mengutip Bespoke, dalam 3 resesi terakhir, inversi pertama spread yield obligasi tenor 3 dan 5 tahun datang rata-rata 26,3 bulan sebelum resesi dimulai. Hingga kemarin sore, posisi spread yield obligasi antara kedua tenor ini masih berada di kisaran 2 bps.

Kemudian, spread yield obligasi tenor 3 bulan dan 10 tahun juga masih berada dalam rentang yang tipis, yakni sebesar -46 bps. Memang belum terjadi inversi, namun posisinya jauh menipis dibandingkan posisi pada awal bulan lalu yang sebesar -82 bps.

Sebagai informasi, konfirmasi datang atau tidaknya resesi bisa berasal dari pergerakan spread yield obligasi tenor 3 bulan dan 10 tahun. Pasalnya, dalam 3 resesi terakhir yang terjadi di AS, selalu terjadi inversi pada spread yield obligasi tenor 3 bulan dan 10 tahun.

Kajian dari Bespoke menunjukkan bahwa inversi pada kedua tenor ini terjadi rata-rata 89 hari setelah inversi pertama pada obligasi tenor 3 dan 5 tahun.

Kedua, perkembangan perang dagang yang negatif. Setelah Presiden AS Donald Trump dan Presiden China Xi Jingping menyepakati gencatan perang dagang di sela-sela KTT G-20 beberapa waktu lalu, kini hubungan kedua negara menjadi tegang lagi.

Salah satunya penyebabnya adalah karena penangkapan CFO Huawei global Meng Wanzhou di Kanada beberapa hari yang lalu. Penangkapan ini datang atas perintah AS, dalam rangka investigasi terkait dengan penggunaan sistem perbankan global oleh Huawei untuk menghindari sanksi AS terhadap Iran. Salah satu bank yang terjebak dalam investigasi ini adalah HSBC.

Pada hari Minggu (9/12/2018) waktu setempat, Kementerian Luar Negeri China memanggil duta besar AS dalam rangka mengajukan keberatan terkait penahanan Meng Wanzhou, sekaligus menuntut pihak AS untuk segera membebaskan sang petinggi Huawei tersebut.

Sebelumnya, kantor berita Xinhua yang mengutip situs resmi Kementerian Luar Negeri China melaporkan bahwa Menteri Luar Negeri China Le Yucheng juga sudah memanggil duta besar Kanada John McCallum pada hari Sabtu (8/12/2018), untuk urusan yang sama.

Tidak tanggung-tanggung, Le memberitahu Callum bahwa hukuman bagi Meng Wanzhou adalah "pelanggaran luar biasa". Le juga mengancam akan ada konsekuensi yang berat jika Kanada tidak segera membebaskan Meng Wanzhou.

Kedua risiko tersebut membuat investor memasang mode defensif. Resesi dan perang dagang merupakan 2 hal yang bisa secara signifikan memengaruhi laju perekonomian dunia.


NEXT

Wall Street lagi-lagi lolos dari maut, seperti yang terjadi pada hari Kamis kemarin (6/12/2018). Pada akhir perdagangan, indeks Dow Jones ditutup menguat 0,14%, indeks S&P 500 naik 0,2%, dan indeks Nasdaq Composite bertambah 0,7%.

Tekanan jual yang begitu besar sempat menimpa Wall Street. Indeks Dow Jones misalnya, sempat jatuh hingga 507 poin.

Salah satu hal yang membuat Wall Street jatuh adalah saham Apple yang sempat ambruk lebih dari 2%. Kejatuhan ini terjadi seiring dengan keputusan pengadilan di China yang memenangkan tuntutan Qualcomm terhadap Appple.

Menurut pernyataan dari Qualcomm, keputusan pengadilan tersebut melarang impor dan penjualan dari hampir seluruh model iPhone di China. Namun, pernyataan dari Apple mengatakan bahwa putusan pengadilan hanya mempengaruhi iPhone yang mengoperasikan sistem operasi versi lama.

Pada akhir perdagangan, harga saham Apple ditutup menguat 0,66%.

Kabar gembira bagi Wall Street datang dari anjloknya harga minyak mentah dunia. Pada sekitar penutupan perdagangan di bursa saham AS, harga minyak WTI kontrak pengiriman Januari 2019 anjlok 3,27% ke level US$ 50,89/barel, sementara minyak brent kontrak pengiriman Februari 2019 ambruk 2,93% ke level US$ 59,86/barel.

Anjloknya harga minyak terjadi kala negara-negara eksportir minyak dunia, baik OPEC maupun non-OPEC, sudah menyepakati pemotongan produksi sebanyak 1,2 juta barel per hari. Rincinya adalah 15 negara OPEC sepakat memangkas produksi sebanyak 800 ribu barel per hari, sementara Rusia dan produsen minyak sekutu lainnya mengurangi produksi sebanyak 400 ribu barel per hari.

Kekhawatiran mengenai lemahnya permintaan membuat harga minyak terjun bebas. Kekhawatiran ini muncul seiring dengan lemahnya data-data ekonomi di kawasan Asia. Pada hari Sabtu (8/12/2018), ekspor China pada bulan November diumumkan naik 5,4 YoY, di bawah konsensus yang dihimpun Reuters sebesar 10% YoY.

Adapun impor China hanya tumbuh 3% YoY, juga lebih rendah dari ekspektasi pasar sebesar 14,5% YoY. Pertumbuhan impor di bulan lalu juga menjadi yang terlambat sejak Oktober 2016.

Beralih ke Jepang, pertumbuhan ekonomi kuartal III-2018 direvisi turun menjadi -2,5% secara annualized, dari yang sebelumnya -1,2%. Padahal, Jepang adalah konsumen minyak mentah dunia terbesar keempat di dunia.

Ketika harga minyak mentah anjlok, harga bensin di AS akan menjadi lebih murah sehingga laju perekonomian bisa dipacu lebih kencang.


NEXT


Untuk hari ini, pelaku pasar patut mencermati sejumlah sentimen. Pertama, tentunya adalah Wall Street yang berhasil bangkit pasca-diterpa tekanan jual yang begitu besar. Diharapkan hal ini bisa menginspirasi bursa saham Asia untuk ikut menorehkan performa yang oke.

Kedua, pergerakan di pasar obligasi AS. Posisi terakhir, spread yield obligasi tenor 3 bulan dan 10 tahun adalah -48 bps. Jika semakin mengarah kepada inversi, sell-off bisa kembali terjadi di pasar keuangan Asia.

Sekedar mengingatkan, resesi di AS akan sangat signifikan menghantam laju perekonomian dunia, termasuk Indonesia. Pada tahun 2009 kala krisis keuangan global yang berpusat di AS mencapai puncaknya, perekonomian AS terkontraksi sebesar 2,6%. Sebagai akibatnya, laju perekonomian dunia melemah sebesar 0,5%.

Sementara itu, pertumbuhan ekonomi Indonesia melandai menjadi 4,63%, dari yang sebelumnya 6,01% pada tahun 2008.

Resesi di AS akan secara signifikan mengurangi arus perdagangan dan investasi dunia, mengingat posisinya yang merupakan negara dengan perekonomian terbesar di planet bumi.

Sentimen ketiga yang perlu menjadi perhatian investor adalah perkembangan dari kasus yang menimpa CFO Huawei global Meng Wanzhou. Kemarin, dirinya menjalani sidang terkait dengan bebas tahanan selama pengadilan (bail hearing).

Pengacara dari Meng Wanzhou mengatakan bahwa kliennya bersedia memakai alat pelacak dan membayar perusahaan keamanan untuk memantau pergerakannya. Suami Meng Wanzhou juga mengajukan 2 rumah di Vancouver ditambah dengan CA$1 juta sebagai jaminan untuk membebaskan Meng dari tahanan.

Penuntut dari Kanada mengatakan bahwa Meng Wanzhou memiliki sumber daya yang besar dan insentif yang besar untuk kabur dari Kanada jika permintaan bebas tahanan dikabulkan. Hingga kini, belum ada keputusan mengenai permintaan Meng Wanzhou.

Sebelumnya, pihak China mengutuk perlakuan Kanada sebagai tindakan “tidak manusiawi” dan “melanggar hak asasi manusia”. Pernyataan ini disampaikan oleh juru bicara Kementerian Luar Negeri China Lu Kang pasca Meng Wanzhou dikabarkan tidak menerima proses pengobatan medis yang seharusnya saat menjadi tahanan.

Dalam catatan yang diisi oleh pengacaranya, Meng Wanzhou memang mengaku isu kesehatan yang dimilikinya memerlukan perawatan medis harian. Isu kesehatan itu mencakup Meng Wanzhou yang mengidap kanker tiroid, hipertensi parah, dan sleep apnea.

“Saya terus merasa tidak enak badan dan khawatir bahwa kondisi kesehatan saya akan menurun saat saya ditahan,” tulis Meng Wanzhou dalam catatan hukumnya, seperti dikutip dari Straits Times.

“Saya saat ini kesulitan memakan makanan padat dan harus memodifikasi pola makan untuk mengatasi isu tersebut. Dalam beberapa tahun terakhir, dokter saya menyediakan paket pengobatan harian,” tambah eksekutif Huawei tersebut.

Eskalasi ini bisa kembali menyurutkan minat investor untuk masuk ke instrumen berisiko di kawasan Asia lantaran ada kekhawatiran bahwa damai dagang AS-China akan sulit dibuat permanen.

Apalagi, Perwakilan Dagang AS Robert Lighthizer kemarin kembali mengingatkan bahwa tanggal 1 Maret (90 hari setelah kesepakatan KTT G20) adalah "tenggat waktu yang menjadi batas akhir (hard deadline)". Jika tidak ada kesepakatan pasca batas waktu itu, bea masuk baru siap diluncurkan.

"Sejauh yang saya tahu, itu merupakan hard deadline. Saat saya berbicara dengan Presiden AS, dia tidak pernah menyebut untuk pergi lebih jauh daripada Maret," ucap Lighthizer pada CBS Show "Face The Nation", seperti dikutip dari CNBC International.

"Aturan mainnya adalah setelah 90 hari (tidak tercapai kesepakatan), bea masuk akan dinaikkan," tambah Lighthizer.


NEXT


Momen yang ditunggu-tunggu pelaku pasar sejatinya akan datang hari ini. Theresa May akan membawa kesepakatan Brexit yang sudah disepakati dengan Uni Eropa ke hadapan parlemen untuk kemudian dilakukan pemungutan suara.

Namun, May pada akhirnya membatalkan pemungutan suara tersebut. Berbicara di hadapan anggota parlemen, May mengatakan bahwa isu yang terkait dengan backstop di Irlandia utara masih menjadi kekhawatiran dan dirinya akan kembali menegosiasikan perjanjian yang sudah ada dengan Uni Eropa.

“Saya akan mengadakan perbincangan darurat dengan para pimpinan Uni Eropa untuk mendiskusikan perubahan-perubahan (yang mungkin dilakukan) terkait backstop,” papar May.

Masalahnya, pihak Uni Eropa sudah sempat memperingatkan bahwa kesepakatan yang saat ini ada merupakan yang terbaik.

"Mereka yang berpikir bahwa dengan menolak kesepakatan ini bisa mendapat yang lebih baik, maka akan kecewa. Ini adalah kesepakatan yang terbaik," tegas Presiden Uni Eropa Jean-Claude Juncker beberapa waktu yang lalu.

Negosiasi lanjutan dengan Uni Eropa dipastikan akan berlangsung dengan sulit. Besar kemungkinan Inggris akhirnya tak mendapatkan kesepakatan yang lebih baik. Yang ada, ribut-ribut antara Inggris dengan Uni Eropa bisa kembali terjadi.

Sentimen kelima yang patut dicermati adalah koreksi harga minyak mentah yang terus berlanjut. Hingga pukul 6:07 WIB, harga minyak WTI melemah 3,06%, sementara brent terpangkas 3,08%.

Biasanya, koreksi harga minyak mentah bisa menjadi sentimen positif bagi pasar keuangan Indonesia, seiring dengan tekanan terhadap Current Account Deficit (CAD) yang menjadi bisa diredam.

Namun jangan senang dulu. Pasalnya, anjloknya harga minyak mentah dunia terjadi karena kekhawatiran atas melemahnya permintaan, yang artinya laju ekonomi dunia lesu.

Bisa jadi, anjloknya harga minyak mentah dunia akan ditransmisikan di pasar keuangan Indonesia.



NEXT



Dari dalam negeri, Indeks Penjualan Riil (IPR) tercatat tumbuh 2,9% YoY pada Oktober 2018, mengutip laporan Bank Indonesia (BI). Capaian itu melambat ketimbang bulan sebelumnya yang sebesar 4,8% YoY. Alhasil, sudah dua bulan berturut-turut pertumbuhan penjualan ritel RI mengalami perlambatan.

Data ini semakin mengonfirmasi bahwa konsumsi masyarakat sebenarnya belum benar-benar pulih di tahun ini. Pada awal bulan lalu, Badan Pusat Statistik (BPS) merilis angka pertumbuhan ekonomi kuartal-III 2018 sebesar 5,17% YoY, mengalahkan konsensus yang dihimpun Tim Riset CNBC Indonesia sebesar 5,145% YoY.

Namun, terdapat tekanan yang cukup besar bagi pos konsumsi rumah tangga. Pos ini hanya tumbuh sebesar 5,01% YoY, jauh lebih rendah dibandingkan capaian kuartal-II 2018 yang sebesar 5,14% YoY.

Mengingat konsumsi rumah tangga berkontribusi lebih dari 50% terhadap perekonomian Indonesia, lemahnya pertumbuhan pada pos ini menjadi sinyal bahwa ekonomi RI masih belum akan melesat kencang di kuartal IV-2018.

Ada peluang, saham-saham yang berkaitan dengan konsumsi masyarakat akan dilego investor pada hari ini.


NEXT


Simak Agenda Berikut Ini

Berikut adalah peristiwa-peristiwa yang akan terjadi hari ini:
- Rilis data indeks upah rata-rata tiga bulanan Inggris periode Oktober 2018 (16.30 WIB)
- Rilis data tingkat pengangguran Inggris periode Oktober 2018 (16.30 WIB)
- Rilis data indeks harga produsen AS periode November 2018 (20.30 WIB)

Investor juga perlu mencermati aksi perusahaan yang akan diselenggarakan pada hari ini, yaitu:
PerusahaanJenis KegiatanWaktu
PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten Tbk (BJBR)RUPSLB09:00 WIB
TIM RISET CNBC INDONESIA
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular