Newsletter

Angin Surga dari Eropa Siap Lambungkan Pasar Indonesia?

Hidayat Setiaji & Raditya Hanung & Anthony Kevin, CNBC Indonesia
26 November 2018 05:34
Angin Surga dari Eropa Siap Lambungkan Pasar Indonesia?
Bursa Efek Indonesia (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar keuangan Indonesia bergerak variatif pekan lalu. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) melemah tipis, tetapi nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) menguat dan imbal hasil (yield) obligasi negara bergerak turun. 

Sepekan lalu, IHSG melemah 0,1% secara point-to-point. Meski IHSG menguat dalam 2 hari terakhir di pekan lalu, koreksi di 2 hari sebelumnya tidak mampu tertutupi.  

Berita baiknya, performa mingguan IHSG masih menjadi salah satu yang terbaik di Asia, bersama-sama dengan Nikkei 225 yang juga terkoreksi 0,1%. Secara mingguan, Straits Time anjlok 1%, KLCI (Malaysia) terkoreksi 0,62%, SET (Thailand) turun 0,79%, Shanghai Composite amblas 3,72%, Hang Seng melemah 0,98%, dan Kospi ambrol 1,67%. 


Sedangkan rupiah menguat 0,49% secara mingguan. Rupiah menjadi mata uang terbaik kedua di Asia, hanya kalah dari rupee India. 

Nasib mata uang utama Asia lainnya tidak seberuntung rupiah dan rupee. Selama sepekan terakhir, dolar Singapura melemah 0,22%, ringgit Malaysia melemah 0,12%, yen Jepang melemah 0,12%, yuan China melemah 0,16%, dolar Taiwan melemah 0,01%, baht Thailand terdepresiasi 0,73%, dan won Korea Selatan anjlok 1,08%.

 
Perekonomian global yang sedang berisiko tinggi membuat investor untuk sementara bermain aman. Instrumen berisiko di negara berkembang mengalami tekanan jual, dan pelaku pasar ramai-ramai berburu dolar AS atau obligasi pemerintah Negeri Paman Sam.  

Sepekan lalu, Dollar Index (yang mengukur posisi greenback di hadapan enam mata uang utama dunia) menguat 0,47%. Sedangkan yield obligasi pemerintah AS seri acuan tenor 10 tahun turun 2 basis poin (bps). Penurunan yield adalah pertanda harga instrumen ini sedang naik karena tingginya permintaan. 

Risiko besar bagi bursa saham global adalah hubungan AS-China yang kembali memanas. Diawali oleh kegagalan Kerja Sama Ekonomi Asia-Pasifik (APEC) mencapai komunike dalam KTT di Papua Nugini pada akhir pekan lalu.  

China dan AS saling jegal dalam perumusan naskah kesepakatan bersama, hasilnya adalah deadlock. China menuding AS memaksakan kehendak dan ingin membenarkan perilaku proteksionistis menjadi salah satu poin dalam komunike APEC. Sementara AS menuduh 20 dari 21 negara APEC sudah sepakat dengan komunike, hanya China yang belum bersedia dan membuyarkan semuanya. 


Friksi kian menjadi kala Perwakilan Dagang AS (US Trade Representative/USTR) melaporkan bahwa China masih belum melakukan reformasi ekonomi dengan sungguh-sungguh. Menurut Washington, Beijing gagal menekan praktik perdagangan tidak sehat seperti pencurian hak atas kekayaan intelektual atau pembatasan pemberian izin di bidang teknologi kepada pelaku usaha asing. 

China panas, tidak terima dengan tuduhan itu. Gao Feng, Juru Bicara Kementerian Perdagangan China, menegaskan bahwa tuduhan AS sama sekali tidak berdasar.  

Friksi AS-China yang kembali muncul meredupkan harapan pasar. Jika tensi masih tinggi seperti sekarang, jangan-jangan pertemuan Presiden AS Donald Trump dengan Presiden China Xi Jinping di sela-sela KTT G20 nanti tidak menghasilkan apa-apa?   

Tanda tanya besar masih menyelimuti hubungan dagang AS-China. Artinya masih ada satu ketidakpastian besar yang bisa menjadi sentimen negatif yang menghancurkan mood pelaku pasar. Hasilnya adalah investor cenderung bermain aman dan memilih memegang aset safe haven.  

Selain itu, koreksi harga minyak mentah dunia pun jadi pemberat bursa saham global. Secara point-to-point, harga minyak jenis brent amblas 11,91% sementara light sweet jatuh 10,69% sepanjang pekan lalu. Harga si emas hitam menyentuh titik terendah sejak Oktober 2017. 


Koreksi harga minyak membuat saham-saham emiten energi kurang diapresiasi. Di Indonesia, harga saham MEDC amblas 7,28%, ELSA anjlok 5,36%, dan ENRG jatuh 1,17% dalam sepekan terakhir. Indeks sektor pertambangan pun jeblok 7,01% dan membebani IHSG secara keseluruhan. 

Namun, koreksi harga minyak justru menjadi berkah buat rupiah. Status Indonesia sebagai negara net importir migas membuat beban neraca perdagangan dan transaksi berjalan (current account) semakin berat kala harga minyak naik.  

Ketika harga minyak turun, biaya impor juga akan menurun. Artinya beban neraca perdagangan dan transaksi berjalan akan berkurang, sehingga jumlah devisa yang 'terbang' akibat impor minyak ikut menurun. Ini akan menjadi modal bagi rupiah untuk lebih stabil, bahkan bukan tidak mungkin terus menguat.  

(BERLANJUT KE HALAMAN 2)

Dari AS, bursa saham Wall Street juga ternyata kompak terkoreksi, bahkan lebih parah daripada Bursa Asia. Selama sepekan, Dow Jones Industrial Average (DJIA) jatuh 4,43%, S&P 500 minus 3,79%, dan Nasdaq Composite anjlok 4,26%. 

Akhir pekan lalu, Wall Street hanya dibuka setengah hari karena AS masih memperingati Thanksgiving. Pada hari itu, DJIA melemah 0,73%, S&P 500 terkoreksi 0,65%, dan Nasdaq berkurang 0,48%. 

Selain perekonomian global yang kurang kondusif akibat kembali munculnya risiko perang dagang, Wall Street juga tertekan oleh aksi jual besar-besaran (sell off) yang menimpa saham-saham teknologi.

Dalam sepekan, harga saham Apple anjlok 10,98%, Amazon amblas 5,73%, Netfix ambrol 9,57%, Microsoft jeblok 4,82%, dan Intel turun 4,69%. Isu yang membayangi saham-saham teknologi ini datang dari kekhawatiran investor terhadap prospek Apple. 

Penjualan iPhone seri terbaru sepertinya kurang ciamik. Sejumlah pemasok komponen untuk iPhone dikabarkan mendapat instruksi untuk tidak menambah lini produksi karena memang permintaan kurang oke.  


Selain itu, saham-saham energi juga ikut terjun bebas menyusul harga minyak mentah dunia yang sedang loyo. Dalam sepekan, harga saham Exxon Mobil dan Chevron kompak amblas masing-masing sebesar 4,39% dan 4,59%. 

Anjloknya harga minyak juga menimbulkan persepsi lain yaitu semakin perlambatan ekonomi yang semakin terkonfirmasi. AS yang saat ini menjadi lokomotif pertumbuhan ekonomi dunia diperkirakan melambat dalam beberapa waktu ke depan. 

Hingga saat ini, ekonomi Negeri Paman Sam melaju kencang karena dampak stimulus pajak yang dikeluarkan Presiden Donald Trump akhir tahun lalu. Pemotongan tarif Pajak Penghasilan (PPh) orang pribadi dan badan di AS sukses menggenjot konsumsi masyarakat dan korporasi di sana. 

Namun ini tidak akan berlangsung selamanya. Akan datang waktu di mana semua akan kembali ke mode normal. Bahkan kemungkinan ini sudah terjadi pada kuartal IV-2018.

The Federal Reserve/The Fed memperkirakan ekonomi Negeri Adidaya pada kuartal IV-2019 tumbuh 2,5% secara kuartalan yang disetahunkan (quarterly annualized). Melambat dibandingkan kuartal sebelumnya yaitu 3,5%. 

Saat sang lokomotif memperlambat laju, maka gerbong-gerbong di belakangnya juga akan melambat. Dana Moneter Internasional (IMF) memperkirakan pertumbuhan ekonomi global 3,7% pada 2019, melambat dibandingkan proyeksi sebelumnya yaitu 3,9%. 

Ini tentu bukan berita baik bagi investor. Hasilnya adalah seperti yang sudah disebutkan di atas, pelaku pasar memilih bermain aman dan menanggalkan instrumen berisiko seperti saham. Arus modal lebih memilih berlindung di safe haven assets seperti greenback atau obligasi pemerintah AS. 


(BERLANJUT KE HALAMAN 3)


Untuk perdagangan hari ini, investor perlu mencermati sejumlah sentimen. Pertama tentunya dari Wall Street, di mana bursa saham New York jatuh pada akhir pekan lalu maupun secara mingguan. Dikhawatirkan kelesuan di Wall Street kembali menulari bursa saham Asia, termasuk Indonesia. 

Kedua adalah perkembangan positif terkait pembahasan perceraian Inggris dengan Uni Eropa (Brexit). Dalam sidang pada 25 November waktu setempat, para pemimpin Uni Eropa akhirnya menyepakati draf perjanjian Brexit yang diajukan pemerintahan Perdana Menteri Inggris Theresa May. 

"Mereka yang berpikir bahwa dengan menolak kesepakatan ini bisa mendapat yang lebih baik, maka akan kecewa. Ini adalah kesepakatan yang terbaik," tegas Presiden Uni Eropa Jean-Claude Juncker, dikutip dari Reuters. 

PM May mengatakan dalam kesepakatan tersebut Inggris tetap memiliki kewenangan untuk mengatur batas-batas wilayah dan anggarannya sendiri. Namun London akan membuat kebijakan yang serasi dengan Brussel sehingga menciptakan kepastian bagi para pelaku usaha. 

Meski sudah ada kesepakatan, tetapi isu soal perbatasan sepertinya masih mengganjal terutama menyangkut Irlandia Utara. Republik Irlandia sudah jelas masih masuk dalam wilayah kepabeanan Uni Eropa, tetapi bagaimana nasib Irlandia Utara (yang merupakan bagian dari Inggris Raya)? 

Democratic Union Party dari Irlandia Utara (yang merupakan anggota koalisi pendukung pemerintah) menyatakan bakal menggagalkan kesepakatan London-Brussel tersebut. Pasalnya, kesepakatan itu berpotensi membuat Inggris tunduk kepada aturan-aturan Uni Eropa dan bisa membuat Irlandia Utara menjauh dari Inggris. 

Arlene Foster, Ketua DUP, menegaskan akan mengkaji ulang dukungannya kepada pemerintah apabila kesepakatan Brexit mendapat pengesahan dari parlemen. Hal ini tentu akan menjadi ganjalan kala May juga harus menghadapi oposisi yang dipimpin Jeremy Corbyn. 

Akan tetapi, sudah lolosnya draf kesepakatan Brexit di Uni Eropa bisa membuat pelaku pasar lega untuk sementara. Sekarang tinggal melalui satu tahap lagi yaitu pengesahan parlemen pada 11 Desember. Sampai pada saat itu, sepertinya urusan Brexit tidak lagi menjadi risiko di pasar keuangan dunia.


(BERLANJUT KE HALAMAN 4)


Sentimen ketiga adalah dari Italia, di mana pemerintah Negeri Pizza semakin membuka diri untuk berdialog soal rancangan anggaran 2019. Pemerintahan Perdana Menteri Giuseppe Conte kini tidak lagi ngotot menggolkan defisit anggaran 2,4% dari Produk Domestik Bruto (PDB) untuk tahun depan. 

"Saya rasa tidak ada yang kaku. Jika tujuannya adalah membuat ekonomi negara ini tumbuh, maka (defisit) bisa saja 2,2% atau 2,6%. Masalahnya bukan desimal, tetapi yang penting serius dan konkret," tutur Matteo Salvini, Wakil Perdana Menteri Italia, dikutip dari Reuters. 

PM Conte dan Presiden Juncker sudah bertemu dalam sebuah jamuan makan malam di Brussel akhir pekan lalu. Keduanya sepakat untuk membahas rancangan anggaran yang memuaskan bagi kedua pihak. 

"Brussel dan Roma akan bekerja sama dalam beberapa hari ke depan untuk mencapai kesepahaman dan mengutamakan solusi," kata Juru Bicara Uni Eropa Margaritis Schinas, dikutip dari Reuters. 

Drama fiskal Italia yang tidak lagi tegang bisa membawa optimisme di pasar. Ada harapan Italia tidak lagi keukeuh mempertahankan anggaran yang ekspansif dan agresif sehingga terhindari dari risiko besar bernama krisis fiskal, seperti yang pernah mereka alami pada 2009-2010. 

Dua kabar gembira dari Eropa itu berpotensi membuat investor berbunga-bunga. Setidaknya dua risiko besar yaitu Brexit dan fiskal Italia bisa dikesampingkan, sehingga bukan lagi saatnya bermain aman. 

Diharapkan semangat investor untuk berburu aset-aset berisiko kembali membawa mereka masuk ke Indonesia. Jika arus modal asing kembali deras mengalir ke pasar keuangan Tanah Air, maka IHSG, rupiah, dan obligasi pemerintah akan mendapat bahan bakar untuk menguat.  


(BERLANJUT KE HALAMAN 5)


Berikut adalah peristiwa-peristiwa yang akan terjadi hari ini:
  • Rilis pembacaan awal indeks PMI sektor manufaktur Jepang periode November 2018 (19:30 WIB).
  • Pidato Presiden European Central Bank (ECB) Mario Draghi (21:00 WIB).

Investor juga perlu mencermati aksi perusahaan yang akan diselenggarakan pada hari ini, yaitu:

PerusahaanJenis KegiatanWaktu
PT Multi Agro Gemilang Plantation Tbk (MAGP)RUPSLB10:00
 
Berikut sejumlah indikator perekonomian nasional:  

IndikatorTingkat
Pertumbuhan ekonomi (Q III-2018 YoY)5,17%
Inflasi (Oktober 2018 YoY)3,16%
BI 7 Day Reverse Repo Rate (November 2018)6%
Defisit anggaran (APBN 2018)-2,19% PDB
Transaksi berjalan (Q III-2018)-3,37% PDB
Neraca pembayaran (Q III-2018)-US$ 4,39 miliar
Cadangan devisa (Oktober 2018)US$ 115,16 miliar
 
Untuk mendapatkan informasi seputar data-data pasar, silakan klik di sini.


TIM RISET CNBC INDONESIA



(aji/aji) Next Article Ekonomi AS Tumbuh Perkasa, Pesta Pasar Keuangan RI Bisa Berlanjut

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular