
Newsletter
Waspadai Kasus Khasshogi Sampai Defisit Current Account
Hidayat Setiaji & Anthony Kevin & Raditya Hanung, CNBC Indonesia
24 October 2018 06:06

Sentimen ketiga adalah drama fiskal Italia vs Uni Eropa. Setelah melakukan kajian selama kurang lebih sepekan, Uni Eropa akhirnya memutuskan untuk menolak rancangan anggaran negara Italia tahun fiskal 2019. Brussel menilai defisit anggaran yang mencapai 2,4% dari Produk Domestik Bruto (PDB) terlalu besar.
"Hari ini menjadi kali pertama Komisi Uni Eropa meminta sebuah negara untuk merevisi rencana anggarannya. Pemerintah Italia sudah berlawanan dengan komitmen yang dibuatnya," tegas Valdis Dombrovkis, Wakil Presiden Komisi Uni Eropa, dikutip dari Reuters.
Penolakan ini membuat pemerintah Italia harus menyusun perubahan anggaran dalam tiga pekan. Roma harus membuat anggaran dengan defisit struktural (mengesampingkan faktor-faktor musiman) maksimal 0,6% PDB.
Namun Italia sepertinya malah menjadi semakin keras. Luigi di Maio, Wakil Perdana Menteri Italia, menyatakan Negeri Pizza akan tetap pada rencana awal dan meminta Uni Eropa untuk menghormatinya.
"Ini adalah anggaran Italia pertama yang tidak disukai Uni Eropa. Tidak heran, karena ini adalah anggaran pertama yang dibuat di Roma, bukan di Brussel," tegas Di Maio dalam unggahan di Facebook.
Juru Bicara Kementerian Ekonomi Italia mengatakan anggaran negara saat ini memang harus ekspansif. Pemerintah Italia memang memiliki utang yang sangat besar, mencapai 131,2% PDB pada 2017, tetapi cara untuk mengatasi masalah itu bukan dengan berhemat melainkan meningkatkan PDB. Caranya adalah memberikan bantuan kepada rakyat akan bisa meningkatkan konsumsi yang membuat dunia usaha bergeliat, ekonomi berputar, dan pada akhirnya PDB akan tumbuh lebih cepat sehingga rasionya terhadap utang pun mengecil.
Perkembangan ini lagi-lagi menciptakan ketidakpastian di pasar. Sebab, investor tentu tidak mau Italia kembali terjebak dalam krisis fiskal seperti pada 2009-2010. Apa yang dilakukan pemerintah Italia saat ini membuat memori investor kembali ke masa-masa gelap itu.
Jika ada ketidakpastian, maka investor akan kembali ke pelukan safe haven assets. Bukan situasi yang menguntungkan buat IHSG dan rupiah.
Sentimen keempat, kali ini dari dalam negeri, adalah perkiraan defisit transaksi berajalan (current account) dari BI. Bank sentral menilai defisit transaksi berjalan pada kuartal III-2018 berpotensi membengkak di atas 3% PDB tetapi tidak sampai 3,5% PDB. Sebagai informasi, defisit transaksi berjalan pada kuartal sebelumnya adalah 3,04% PDB.
"Ekspor agak lemah, pertumbuhan akselerasi impor meningkat. Ini membuat current account kuartal III defisit, ditambah harga minyak yang tinggi," kata Deputi Gubernur Senior BI Mirza Adityaswara.
Proyeksi ini bisa menjadi kabar buruk buat rupiah. Aliran modal dari sektor keuangan sudah seret karena tersedot ke AS, kini pasokan valas dari ekspor-impor barang dan jasa juga minim bahkan kurang. Apa yang bisa menjadi modal bagi rupiah untuk menguat?
(aji/aji)
"Hari ini menjadi kali pertama Komisi Uni Eropa meminta sebuah negara untuk merevisi rencana anggarannya. Pemerintah Italia sudah berlawanan dengan komitmen yang dibuatnya," tegas Valdis Dombrovkis, Wakil Presiden Komisi Uni Eropa, dikutip dari Reuters.
Penolakan ini membuat pemerintah Italia harus menyusun perubahan anggaran dalam tiga pekan. Roma harus membuat anggaran dengan defisit struktural (mengesampingkan faktor-faktor musiman) maksimal 0,6% PDB.
Namun Italia sepertinya malah menjadi semakin keras. Luigi di Maio, Wakil Perdana Menteri Italia, menyatakan Negeri Pizza akan tetap pada rencana awal dan meminta Uni Eropa untuk menghormatinya.
"Ini adalah anggaran Italia pertama yang tidak disukai Uni Eropa. Tidak heran, karena ini adalah anggaran pertama yang dibuat di Roma, bukan di Brussel," tegas Di Maio dalam unggahan di Facebook.
Juru Bicara Kementerian Ekonomi Italia mengatakan anggaran negara saat ini memang harus ekspansif. Pemerintah Italia memang memiliki utang yang sangat besar, mencapai 131,2% PDB pada 2017, tetapi cara untuk mengatasi masalah itu bukan dengan berhemat melainkan meningkatkan PDB. Caranya adalah memberikan bantuan kepada rakyat akan bisa meningkatkan konsumsi yang membuat dunia usaha bergeliat, ekonomi berputar, dan pada akhirnya PDB akan tumbuh lebih cepat sehingga rasionya terhadap utang pun mengecil.
Perkembangan ini lagi-lagi menciptakan ketidakpastian di pasar. Sebab, investor tentu tidak mau Italia kembali terjebak dalam krisis fiskal seperti pada 2009-2010. Apa yang dilakukan pemerintah Italia saat ini membuat memori investor kembali ke masa-masa gelap itu.
Jika ada ketidakpastian, maka investor akan kembali ke pelukan safe haven assets. Bukan situasi yang menguntungkan buat IHSG dan rupiah.
Sentimen keempat, kali ini dari dalam negeri, adalah perkiraan defisit transaksi berajalan (current account) dari BI. Bank sentral menilai defisit transaksi berjalan pada kuartal III-2018 berpotensi membengkak di atas 3% PDB tetapi tidak sampai 3,5% PDB. Sebagai informasi, defisit transaksi berjalan pada kuartal sebelumnya adalah 3,04% PDB.
"Ekspor agak lemah, pertumbuhan akselerasi impor meningkat. Ini membuat current account kuartal III defisit, ditambah harga minyak yang tinggi," kata Deputi Gubernur Senior BI Mirza Adityaswara.
Proyeksi ini bisa menjadi kabar buruk buat rupiah. Aliran modal dari sektor keuangan sudah seret karena tersedot ke AS, kini pasokan valas dari ekspor-impor barang dan jasa juga minim bahkan kurang. Apa yang bisa menjadi modal bagi rupiah untuk menguat?
(aji/aji)
Next Page
Simak Agenda dan Data Berikut Ini
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular