
Newsletter
Khashoggi Tewas Dikeroyok, Trump Masih Penasaran
Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
22 October 2018 05:32

Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar keuangan Indonesia menjalani periode yang menyenangkan pekan lalu. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) menguat, nilai tukar rupiah terapresiasi, dan imbal hasil (yield) obligasi pemerintah turun cukup signifikan.
Selama sepekan lalu, IHSG menguat 1,4% secara point-to-point. Meski melemah dalam 2 hari perdagangan terakhir, IHSG masih mampu mencatatkan penguatan secara mingguan.
Faktor domestik menjadi pendorong laju IHSG. Data positif yang melesatkan IHSG adalah penjualan mobil. Data Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) menyebutkan, penjualan mobil pada September adalah 93.103 unit atau naik 6,24% secara year-on-year (YoY). Sedangkan penjualan Januari-September tercatat 856.439 unit, tumbuh 6,82% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.
Hasilnya adalah saham ASII melejit 6,57% dalam sepekan. Kenaikan saham ASII mendorong indeks sektor aneka industri lompat 5,54%, tertinggi di antara sektor-sektor lainnya.
Sedangkan rupiah menguat 0,09% secara point-to-point terhadap dolar Amerika Serikat (AS). Mengawali pekan di posisi Rp 15.200/US$, rupiah finis di Rp 15.185/US$.
Pada awal pekan, Badan Pusat Statistik mengumumkan data perdagangan internasional periode September 2018. Ekspor tercatat US$ 14,83 miliar atau tumbuh 1,7% YoY. Meski kinerja ekspor kurang meyakinkan, tetapi impor pun tertekan.
Pada September, nilai impor adalah US$ 14,6 miliar atau tumbuh 14,18% YoY. Dengan begitu, neraca perdagangan Indonesia mampu mencatat surplus US$ 230 juta. Ini merupakan surplus perdagangan pertama sejak Juni 2018.
Surplus ini memberi harapan transaksi berjalan pada kuartal III-2018 lebih baik. Setidaknya ada angin segar karena neraca perdagangan Juli dan Agustus defisit masing-masing US$ 2,03 miliar dan US$ 900 juta.
Investor menghembuskan nafas lega, karena devisa dari perdagangan membaik pada September. Rupiah bisa punya pijakan untuk menguat, bisa meringankan derita akibat devisa dari sektor keuangan (portofolio) yang masih seret karena arus modal terkonsentrasi ke AS.
Kemudian yield obligasi seri acuan tenor 10 tahun turun lumayan signifikan yaitu 9,8 basis poin (bps). Penurunan yield menandakan harga naik karena tingginya minat pelaku pasar.
Benar saja, sepanjang minggu ini harga instrumen tersebut melonjak 58 bps. Sepertinya minat investor memang sedang membuncah karena harga obligasi sudah turun cukup dalam.
Minat itu terjustifikasi karena yield memang sudah melonjak tinggi. Dalam periode 1-12 Oktober, yield obligasi pemerintah 10 tahun melesat 71 bps. Koreksi sepekan ini pun belum bisa menutup lonjakan yang terjadi sejak awal bulan.
Selama sepekan lalu, IHSG menguat 1,4% secara point-to-point. Meski melemah dalam 2 hari perdagangan terakhir, IHSG masih mampu mencatatkan penguatan secara mingguan.
Faktor domestik menjadi pendorong laju IHSG. Data positif yang melesatkan IHSG adalah penjualan mobil. Data Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) menyebutkan, penjualan mobil pada September adalah 93.103 unit atau naik 6,24% secara year-on-year (YoY). Sedangkan penjualan Januari-September tercatat 856.439 unit, tumbuh 6,82% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.
Hasilnya adalah saham ASII melejit 6,57% dalam sepekan. Kenaikan saham ASII mendorong indeks sektor aneka industri lompat 5,54%, tertinggi di antara sektor-sektor lainnya.
Sedangkan rupiah menguat 0,09% secara point-to-point terhadap dolar Amerika Serikat (AS). Mengawali pekan di posisi Rp 15.200/US$, rupiah finis di Rp 15.185/US$.
Pada awal pekan, Badan Pusat Statistik mengumumkan data perdagangan internasional periode September 2018. Ekspor tercatat US$ 14,83 miliar atau tumbuh 1,7% YoY. Meski kinerja ekspor kurang meyakinkan, tetapi impor pun tertekan.
Pada September, nilai impor adalah US$ 14,6 miliar atau tumbuh 14,18% YoY. Dengan begitu, neraca perdagangan Indonesia mampu mencatat surplus US$ 230 juta. Ini merupakan surplus perdagangan pertama sejak Juni 2018.
Surplus ini memberi harapan transaksi berjalan pada kuartal III-2018 lebih baik. Setidaknya ada angin segar karena neraca perdagangan Juli dan Agustus defisit masing-masing US$ 2,03 miliar dan US$ 900 juta.
Investor menghembuskan nafas lega, karena devisa dari perdagangan membaik pada September. Rupiah bisa punya pijakan untuk menguat, bisa meringankan derita akibat devisa dari sektor keuangan (portofolio) yang masih seret karena arus modal terkonsentrasi ke AS.
Kemudian yield obligasi seri acuan tenor 10 tahun turun lumayan signifikan yaitu 9,8 basis poin (bps). Penurunan yield menandakan harga naik karena tingginya minat pelaku pasar.
Benar saja, sepanjang minggu ini harga instrumen tersebut melonjak 58 bps. Sepertinya minat investor memang sedang membuncah karena harga obligasi sudah turun cukup dalam.
Minat itu terjustifikasi karena yield memang sudah melonjak tinggi. Dalam periode 1-12 Oktober, yield obligasi pemerintah 10 tahun melesat 71 bps. Koreksi sepekan ini pun belum bisa menutup lonjakan yang terjadi sejak awal bulan.
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular