Newsletter

The Fed, Pelayan Menyebalkan yang Jadi Sorotan

Hidayat Setiaji & Anthony Kevin & Raditya Hanung, CNBC Indonesia
17 October 2018 06:04
The Fed, Pelayan Menyebalkan yang Jadi Sorotan
Bursa Efek Indonesia (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dan nilai tukar rupiah kompak menguat pada perdagangan kemarin. Penguatan tersebut menjadi oasis karena keduanya kurang maksimal pada perdagangan awal pekan. 

Kemarin, IHSG berakhir dengan penguatan signifikan yaitu 1,28% sementara rupiah menguat tipis 0,03% terhadap dolar Amerika Serikat (AS). Sebelumnya, IHSG melemah 0,5% sementara rupiah stagnan di Rp 15.200/US$. 

Bursa saham Asia berakhir variatif. Nikkei 225 melesat 1,25%, Hang Seng bertambah 0,07%, Shanghai Composite melemah 0,85%, Kospi turun 0,02%, dan Straits Times berkurang 0,38%. 

Data ekonomi China yang mixed membuat investor pun bingung menyikapinya. Di tingkat konsumen, inflasi pada September tercatat 2,5% year-on-year (YoY). Lebih baik dibandingkan bulan sebelumnya yaitu 2,3% YoY. 

Namun di tingkat produsen, inflasi melambat dari 4,1% YoY pada Agustus menjadi 3,6% YoY pada September. Laju inflasi di tingkat produsen terus melambat dalam tiga bulan terakhir. 

Hal ini mengindikasikan melambatnya momentum perekonomian di China, seiring tensi perang dagang Washington-Beijing. Hal ini membebani pergerakan bursa saham Benua Kuning kemarin. 


Selain itu, sentimen dari Timur Tengah juga membayangi pergerakan pasar keuangan Asia. Jamal Khashoggi, kolumnis Washington Post, menghilang pada 2 Oktober 2018 lalu. Ia terakhir terlihat di Konsulat Arab Saudi di Istanbul, Turki.

Raja Salman dari Arab Saudi telah memerintahkan adanya investigasi internal mengenai kasus ini, bekerja sama dengan tim dari pemerintahan Turki. Riyadh juga dikabarkan sudah menyusun laporan bahwa Khasoggi terbunuh karena proses interogasi yang salah.
 

Bila Khasoggi betul-betul terbunuh di konsulat, maka Arab Saudi sepertinya harus bersiap menghadapi murka AS. Hubungan keduanya akan memburuk dan bukan tidak mungkin Arab Saudi akan dikenakan sanksi seperti Iran, yaitu dilarang mengekspor minyak.  

Kalau sampai pasokan minyak Arab Saudi tidak bisa masuk ke pasar global, namanya celaka dua belas. Sebab Arab Saudi adalah produsen minyak terbesar kedua di dunia setelah AS, dengan produksi mencapai 12,08 juta barel/hari atau 13% dari total produksi global. Bayangkan kalau pasokan sebesar itu hilang. 

Meski demikian, sejumlah faktor domestik ternyata mampu menopang pergerakan IHSG dan rupiah. Penjualan mobil pada September 2018 tumbuh 6,2% YoY, lebih tinggi dibandingkan bulan sebelumnya yaitu 5,1%.

Sentimen positif lainnya datang dari pengumuman Upah Minimum Provinsi (UMP) yang ditetapkan naik 8,03% pada tahun depan. Hal ini berpotensi menjaga tingkat konsumsi masyarakat.  

Dari Wall Street, tiga indeks utama melaju kencang. Dow Jones Industrial Average (DJIA) melompat 2,17%, S&P 500 melesat 2,15%, dan Nasdaq Composite melejit 2,94%. 

Laporan keuangan yang memuaskan menjadi penyebab lonjakan di bursa saham New York. Laba per saham (Earnings Per Share/EPS) Johnson & Johnson pada kuartal III-2018 tercatat US$ 2,05, di atas ekspektasi pasar yaitu US$ 2,03. Harga saham emiten ini melonjak 1,95%. 

Kemudian EPS UnitedHealth, perusahaan asuransi kesehatan terbesar di AS, membukukan EPS US$ 3,41 atau di atas perkiraan pasar yang sebesar US$ 3,29. Harga sahamnya pun meroket 4,73%. 

Sementara Goldman Sachs berhasil mencatat EPS US$ 6,28, cukup jauh di atas proyeksi pasar yaitu US$ 5,38. Saham Goldman Sachs mendapat apresiasi investor sehingga melesat 3,01%. 

Emiten keuangan lainnya yaitu Morgan Stanley juga memberikan laporan kinerja yang mentereng dengan EPS US$ 1,17 atau melampaui proyeksi pasar sebesar US$ 1,01. Hasilnya paten, saham Morgan Stanley terbang 5,68%. 

Selain itu, rilis data ekonomi di AS juga yang positif juga memberikan energi tambahan. Produksi industri di Negeri Paman Sam pada September naik 0,3% secara month-to-month (MtM). Lebih tinggi ketimbang konsensus pasar yang dihimpun Reuters yaitu naik 0,2%. 

Data lainnya adalah pembukaan lapangan kerja yang mencapai 5,78 juta pada Agustus, yang merupakan rekor tertinggi sepanjang sejarah. Angka ini naik dibandingkan bulan sebelumnya yaitu 5,71 juta. 

Namun pembukaan lapangan kerja yang masif justru menimbulkan kekhawatiran tersendiri. Pasalnya, ke depan bisa saja yang terjadi adalah industri AS yang kekurangan tenaga kerja karena sudah terserap seluruhnya. 

"Perusahaan membutuhkan pekerja lebih dari yang bisa disediakan. Ini bisa menyebabkan perlambatan ekonomi pada masa mendatang," kata Chris Rupkey, Kepala Ekonom MUFG yang berbasis di New York, mengutip Reuters. 

"Kita tidak pernah mengalami masalah kekurangan tenaga kerja. Namun dalam beberapa tahun ke depan ini akan menjadi risiko terbesar," tambah Rupkey. 


Untuk perdagangan hari ini, investor patut mencermati sejumlah sentimen. Pertama tentu kinerja Wall Street yang ciamik. Diharapkan energi positif dari New York tersalurkan sampai ke Asia, termasuk Indonesia. 

Kedua adalah nilai tukar dolar AS. Pada pukul 05:09 WIB, Dollar Index (yang mencerminkan posisi greenback di hadapan enam mata uang utama) menguat tipis 0,04%.  

Data produksi industri dan pembukaan lapangan kerja bisa menjadi bensin bagi laju dolar AS hari ini. Pembukaan lapangan kerja yang meningkat membuat target The Federal Reserve/The Fed semakin dekat, yaitu mencapai full employment (seluruh penduduk mampu mendapatkan pekerjaan). 

Artinya kebijakan moneter AS tidak akan lagi akomodatif, melainkan cenderung ketat. Sebab jika tidak, maka perekonomian Negeri Adidaya akan bergerak liar, tumbuh terlalu tinggi, dan menciptakan inflasi yang tidak perlu.

The Fed memang ibarat pelayan menyebalkan. Saat para tamu mulai asyik berpesta, si pelayan malah mengambil gelas-gelas yang ada di meja untuk dicuci. Padahal gelas-gelas itu masih ada minumannya. Kala para tamu mulai asyik, mulai 'tinggi', pelayan menyebalkan itu menarik gelas supaya tidak ada yang mabuk kebablasan.

Itu lah tugas bank sentral. Saat ekonomi dirasa sudah melaju terlalu kencang, memang perlu sedikit menginjak pedal rem. Caranya adalah dengan menaikkan suku bunga acuan untuk meredam permintaan. 

Meski tujuan utamanya adalah mengendalikan permintaan, tetapi kenaikan suku bunga acuan punya dampak lain yaitu ikut menaikkan imbalan investasi, utamanya di instrumen berpendapatan tetap.

Oleh karena itu, kenaikan suku bunga akan membuat berinvestasi di AS menjadi semakin menarik. Hasilnya sudah jelas, permintaan dolar AS meningkat dan nilainya menguat. 

itu lah sebabnya rilis data positif di AS sering menjadi seruling yang mengundang penguatan greenback. Saat dolar AS menguat, maka mata uang lainnya tentu sulit bicara banyak. Tidak terkecuali rupiah. 

Apalagi hari ini akan ada rilis notulensi rapat (minutes of meeting) The Fed edisi September 2018. Investor tenntu menantikan rilis ini untuk mencari petunjuk ke mana arah kebijakan moneter AS ke depan. Jika sampai ada kalimat yang semakin menegaskan bahwa The Fed akan kembali menaikkan suku bunga pada Desember, maka laju dolar AS akan semakin kencang.

Si pelayan menyebalkan itu memang terus menjadi sorotan. Sebab, apa yang dilakukannya tahun ini sukses membuat dolar AS menjadi raja mata uang dunia. Penguatan dolar AS tidak terbendung seiring suku bunga acuan yang tahun ini kemungkinan besar naik empat kali.

Sentimen ketiga adalah harga komoditas khususnya minyak. Pada pukul 05:21 WIB, harga minyak jenis brent naik 0,97% dan light sweet bertambah 0,56%. 

Seperti yang sudah disebutkan, investor cemas hubungan AS-Arab Saudi yang memburuk akan berujung kepada sanksi ekonomi berupa blokade ekspor minyak Negeri Gurun Pasir. Atau ketika hubungan keduanya menegang, Arab Saudi tidak akan lagi menjadi sekutu loyal AS. 

Presiden AS Donald Trump sudah lama mengkritik harga minyak yang dinilainya terlampau tinggi. Dia mendesak Organisasi Negara-negara Eksportir Minyak (OPEC) untuk bertindak menurunkan harga. 

Salah satu upaya menurunkan harga adalah menambah suplai. Arab Saudi bisa diandalkan karena merupakan pemimpin OPEC secara de facto dan sekutu AS di Timur Tengah. Namun jika relasi AS-Arab Saudi panas, Riyadh bisa saja tidak mau menuruti keinginan Washington dan membiarkan harga minyak melambung. 

Belum lagi waktu pengenaan sanksi larangan mengimpor minyak dari Iran semakin dekat yaitu 4 November. Investor mencemaskan pasokan minyak di pasar dunia akan seret sehingga harga terkerek ke atas. 


Berikut adalah peristiwa-peristiwa yang akan terjadi hari ini:
  • Rilis data inflasi Inggris periode September 2018 (15:30 WIB).
  • Rilis data izin bangunan AS periode September 2018 (19:30 WIB).
  • Rilis data pembangunan rumah baru AS periode September 2018 (19:30 WIB).
  • Rilis data cadangan minyak mentah AS dalam sepekan hingga 12 Oktober (21:30 WIB). 

Investor juga perlu mencermati agenda perusahaan yang akan diselenggarakan pada hari ini, yaitu: 

PerusahaanJenis KegiatanWaktu
PT Indosat Tbk (ISAT)RUPSLB14:00 WIB
PT Energi Mega Persada Tbk (ENRG)RUPST14:00 WIB
PT Bank Mandiri Tbk (BMRI)Laporan Keuangan17:00 WIB
 
Berikut sejumlah indikator perekonomian nasional: 
 
IndikatorTingkat
Pertumbuhan ekonomi (Q II-2018 YoY)5.27%
Inflasi (Agustus 2018 YoY)3.20%
Defisit anggaran (APBN 2018)-2.19% PDB
Transaksi berjalan (Q II-2018)-3.04% PDB
Neraca pembayaran (Q II-2018)-US$ 4.31 miliar
Cadangan devisa (Agustus 2018)US$ 114.85 miliar

Untuk mendapatkan informasi seputar data-data pasar, silakan klik di sini.


TIM RISET CNBC INDONESIA


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular