
Newsletter
The Fed, Pelayan Menyebalkan yang Jadi Sorotan
Hidayat Setiaji & Anthony Kevin & Raditya Hanung, CNBC Indonesia
17 October 2018 06:04

Untuk perdagangan hari ini, investor patut mencermati sejumlah sentimen. Pertama tentu kinerja Wall Street yang ciamik. Diharapkan energi positif dari New York tersalurkan sampai ke Asia, termasuk Indonesia.
Kedua adalah nilai tukar dolar AS. Pada pukul 05:09 WIB, Dollar Index (yang mencerminkan posisi greenback di hadapan enam mata uang utama) menguat tipis 0,04%.
Data produksi industri dan pembukaan lapangan kerja bisa menjadi bensin bagi laju dolar AS hari ini. Pembukaan lapangan kerja yang meningkat membuat target The Federal Reserve/The Fed semakin dekat, yaitu mencapai full employment (seluruh penduduk mampu mendapatkan pekerjaan).
Artinya kebijakan moneter AS tidak akan lagi akomodatif, melainkan cenderung ketat. Sebab jika tidak, maka perekonomian Negeri Adidaya akan bergerak liar, tumbuh terlalu tinggi, dan menciptakan inflasi yang tidak perlu.
The Fed memang ibarat pelayan menyebalkan. Saat para tamu mulai asyik berpesta, si pelayan malah mengambil gelas-gelas yang ada di meja untuk dicuci. Padahal gelas-gelas itu masih ada minumannya. Kala para tamu mulai asyik, mulai 'tinggi', pelayan menyebalkan itu menarik gelas supaya tidak ada yang mabuk kebablasan.
Itu lah tugas bank sentral. Saat ekonomi dirasa sudah melaju terlalu kencang, memang perlu sedikit menginjak pedal rem. Caranya adalah dengan menaikkan suku bunga acuan untuk meredam permintaan.
Meski tujuan utamanya adalah mengendalikan permintaan, tetapi kenaikan suku bunga acuan punya dampak lain yaitu ikut menaikkan imbalan investasi, utamanya di instrumen berpendapatan tetap.
Oleh karena itu, kenaikan suku bunga akan membuat berinvestasi di AS menjadi semakin menarik. Hasilnya sudah jelas, permintaan dolar AS meningkat dan nilainya menguat.
itu lah sebabnya rilis data positif di AS sering menjadi seruling yang mengundang penguatan greenback. Saat dolar AS menguat, maka mata uang lainnya tentu sulit bicara banyak. Tidak terkecuali rupiah.
Apalagi hari ini akan ada rilis notulensi rapat (minutes of meeting) The Fed edisi September 2018. Investor tenntu menantikan rilis ini untuk mencari petunjuk ke mana arah kebijakan moneter AS ke depan. Jika sampai ada kalimat yang semakin menegaskan bahwa The Fed akan kembali menaikkan suku bunga pada Desember, maka laju dolar AS akan semakin kencang.
Si pelayan menyebalkan itu memang terus menjadi sorotan. Sebab, apa yang dilakukannya tahun ini sukses membuat dolar AS menjadi raja mata uang dunia. Penguatan dolar AS tidak terbendung seiring suku bunga acuan yang tahun ini kemungkinan besar naik empat kali.
Sentimen ketiga adalah harga komoditas khususnya minyak. Pada pukul 05:21 WIB, harga minyak jenis brent naik 0,97% dan light sweet bertambah 0,56%.
Seperti yang sudah disebutkan, investor cemas hubungan AS-Arab Saudi yang memburuk akan berujung kepada sanksi ekonomi berupa blokade ekspor minyak Negeri Gurun Pasir. Atau ketika hubungan keduanya menegang, Arab Saudi tidak akan lagi menjadi sekutu loyal AS.
Presiden AS Donald Trump sudah lama mengkritik harga minyak yang dinilainya terlampau tinggi. Dia mendesak Organisasi Negara-negara Eksportir Minyak (OPEC) untuk bertindak menurunkan harga.
Salah satu upaya menurunkan harga adalah menambah suplai. Arab Saudi bisa diandalkan karena merupakan pemimpin OPEC secara de facto dan sekutu AS di Timur Tengah. Namun jika relasi AS-Arab Saudi panas, Riyadh bisa saja tidak mau menuruti keinginan Washington dan membiarkan harga minyak melambung.
Belum lagi waktu pengenaan sanksi larangan mengimpor minyak dari Iran semakin dekat yaitu 4 November. Investor mencemaskan pasokan minyak di pasar dunia akan seret sehingga harga terkerek ke atas.
(aji/aji)
Kedua adalah nilai tukar dolar AS. Pada pukul 05:09 WIB, Dollar Index (yang mencerminkan posisi greenback di hadapan enam mata uang utama) menguat tipis 0,04%.
Data produksi industri dan pembukaan lapangan kerja bisa menjadi bensin bagi laju dolar AS hari ini. Pembukaan lapangan kerja yang meningkat membuat target The Federal Reserve/The Fed semakin dekat, yaitu mencapai full employment (seluruh penduduk mampu mendapatkan pekerjaan).
Artinya kebijakan moneter AS tidak akan lagi akomodatif, melainkan cenderung ketat. Sebab jika tidak, maka perekonomian Negeri Adidaya akan bergerak liar, tumbuh terlalu tinggi, dan menciptakan inflasi yang tidak perlu.
The Fed memang ibarat pelayan menyebalkan. Saat para tamu mulai asyik berpesta, si pelayan malah mengambil gelas-gelas yang ada di meja untuk dicuci. Padahal gelas-gelas itu masih ada minumannya. Kala para tamu mulai asyik, mulai 'tinggi', pelayan menyebalkan itu menarik gelas supaya tidak ada yang mabuk kebablasan.
Itu lah tugas bank sentral. Saat ekonomi dirasa sudah melaju terlalu kencang, memang perlu sedikit menginjak pedal rem. Caranya adalah dengan menaikkan suku bunga acuan untuk meredam permintaan.
Meski tujuan utamanya adalah mengendalikan permintaan, tetapi kenaikan suku bunga acuan punya dampak lain yaitu ikut menaikkan imbalan investasi, utamanya di instrumen berpendapatan tetap.
Oleh karena itu, kenaikan suku bunga akan membuat berinvestasi di AS menjadi semakin menarik. Hasilnya sudah jelas, permintaan dolar AS meningkat dan nilainya menguat.
itu lah sebabnya rilis data positif di AS sering menjadi seruling yang mengundang penguatan greenback. Saat dolar AS menguat, maka mata uang lainnya tentu sulit bicara banyak. Tidak terkecuali rupiah.
Apalagi hari ini akan ada rilis notulensi rapat (minutes of meeting) The Fed edisi September 2018. Investor tenntu menantikan rilis ini untuk mencari petunjuk ke mana arah kebijakan moneter AS ke depan. Jika sampai ada kalimat yang semakin menegaskan bahwa The Fed akan kembali menaikkan suku bunga pada Desember, maka laju dolar AS akan semakin kencang.
Si pelayan menyebalkan itu memang terus menjadi sorotan. Sebab, apa yang dilakukannya tahun ini sukses membuat dolar AS menjadi raja mata uang dunia. Penguatan dolar AS tidak terbendung seiring suku bunga acuan yang tahun ini kemungkinan besar naik empat kali.
Sentimen ketiga adalah harga komoditas khususnya minyak. Pada pukul 05:21 WIB, harga minyak jenis brent naik 0,97% dan light sweet bertambah 0,56%.
Seperti yang sudah disebutkan, investor cemas hubungan AS-Arab Saudi yang memburuk akan berujung kepada sanksi ekonomi berupa blokade ekspor minyak Negeri Gurun Pasir. Atau ketika hubungan keduanya menegang, Arab Saudi tidak akan lagi menjadi sekutu loyal AS.
Presiden AS Donald Trump sudah lama mengkritik harga minyak yang dinilainya terlampau tinggi. Dia mendesak Organisasi Negara-negara Eksportir Minyak (OPEC) untuk bertindak menurunkan harga.
Salah satu upaya menurunkan harga adalah menambah suplai. Arab Saudi bisa diandalkan karena merupakan pemimpin OPEC secara de facto dan sekutu AS di Timur Tengah. Namun jika relasi AS-Arab Saudi panas, Riyadh bisa saja tidak mau menuruti keinginan Washington dan membiarkan harga minyak melambung.
Belum lagi waktu pengenaan sanksi larangan mengimpor minyak dari Iran semakin dekat yaitu 4 November. Investor mencemaskan pasokan minyak di pasar dunia akan seret sehingga harga terkerek ke atas.
(aji/aji)
Next Page
Simak Agenda dan Data Berikut Ini
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular