
Newsletter
Cermati Data Neraca Dagang dan Peluang Damai Dagang AS-China
Hidayat Setiaji & Raditya Hanung & Yazid Muamar, CNBC Indonesia
15 October 2018 05:09

Sentimen ketiga adalah perkembangan perang dagang AS vs China. Akhir pekan lalu, Kementerian Keuangan AS telah menyelesaikan investigasi dan hasilnya China tidak melakukan manipulasi kurs. Namun, Menteri Keuangan AS Steven Mnuchin ingin lebih memastikan hal itu kala Washington dan Beijing mengadakan dialog.
"Saya fokus pada pelemahan yuan dan itu harus dibahas dalam diskusi perdagangan. Ini harus lebih dari sekedar sinyal, kami harus mencapai kesepakatan yang lebih adil. Jika China memiliki rencana aksi nyata yang ingin mereka diskusikan, maka kami akan mendengarkan," papar Mnuchin dalam wawancara dengan Reuters.
Di sela-sela Pertemuan Tahunan IMF-Bank Dunia di Bali, Mnuchin menyempatkan diri untuk berdiskusi dengan Yi Gang, Gubernur Bank Sentral China (PBoC). Menurutnya, diskusi ini bisa membuka jalan bagi pertemuan-pertemuan selanjutnya. "Saya mendapatkan penjelasan yang produktif dari perspektif beliau," ujar Mnuchin.
Oleh karena itu, sepertinya pelaku pasar boleh berharap AS dan China akan kembali mengadakan perundingan dagang. Investor tentu berharap ada hasil konkret dan positif dalam menghentikan perang dagang.
Kalau hari ini kembali ada kabar seputar rencana dialog AS-China, maka aura positif di pasar akan semakin kuat. Investor boleh jadi akan semakin berani mengambil risiko, tidak lagi bermain aman. Ini tentu menjadi kabar gembira buat IHSG dan rupiah.
Sentimen keempat, kali ini dari dalam negeri, adalah pengumuman data perdagangan internasional Indonesia oleh Badan Pusat Statistik (BPS) pada pukul 11:00 WIB. Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia memperkirakan pertumbuhan ekspor pada September sebesar 7,44% YoY, impor tumbuh 25,85% YoY, dan neraca perdagangan defisit US$ 600 juta.
Meski masih mencatatkan defisit, tetapi membaik dibandingkan bulan-bulan sebelumnya. Pada Juli, BPS mencatat defisit perdagangan mencapai US$ 2,03 miliar atau terdalam sejak Juli 2013. Catatan itu membaik pada bulan selanjutnya, meski masih defisit cukup dalam yaitu US$ 1,02 miliar.
Apabila realisasi defisit neraca perdagangan lebih lebar dibandingkan konsensus, maka pasar keuangan bisa mendapatkan tekanan. Memburuknya defisit neraca perdagangan akan memberikan sinyal bahwa defisit transaksi berjalan akan melebar pada kuartal III-2018.
Padahal, transaksi berjalan adalah fundamental perekonomian dalam negeri yang menjadi pijakan rupiah untuk bisa menguat. Saat masa depan rupiah suram, maka investor akan menghindari mata uang ini karena tentu tidak mau memegang aset yang nilainya bakal turun pada masa mendatang.
(aji/aji)
"Saya fokus pada pelemahan yuan dan itu harus dibahas dalam diskusi perdagangan. Ini harus lebih dari sekedar sinyal, kami harus mencapai kesepakatan yang lebih adil. Jika China memiliki rencana aksi nyata yang ingin mereka diskusikan, maka kami akan mendengarkan," papar Mnuchin dalam wawancara dengan Reuters.
Di sela-sela Pertemuan Tahunan IMF-Bank Dunia di Bali, Mnuchin menyempatkan diri untuk berdiskusi dengan Yi Gang, Gubernur Bank Sentral China (PBoC). Menurutnya, diskusi ini bisa membuka jalan bagi pertemuan-pertemuan selanjutnya. "Saya mendapatkan penjelasan yang produktif dari perspektif beliau," ujar Mnuchin.
Oleh karena itu, sepertinya pelaku pasar boleh berharap AS dan China akan kembali mengadakan perundingan dagang. Investor tentu berharap ada hasil konkret dan positif dalam menghentikan perang dagang.
Kalau hari ini kembali ada kabar seputar rencana dialog AS-China, maka aura positif di pasar akan semakin kuat. Investor boleh jadi akan semakin berani mengambil risiko, tidak lagi bermain aman. Ini tentu menjadi kabar gembira buat IHSG dan rupiah.
Sentimen keempat, kali ini dari dalam negeri, adalah pengumuman data perdagangan internasional Indonesia oleh Badan Pusat Statistik (BPS) pada pukul 11:00 WIB. Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia memperkirakan pertumbuhan ekspor pada September sebesar 7,44% YoY, impor tumbuh 25,85% YoY, dan neraca perdagangan defisit US$ 600 juta.
Meski masih mencatatkan defisit, tetapi membaik dibandingkan bulan-bulan sebelumnya. Pada Juli, BPS mencatat defisit perdagangan mencapai US$ 2,03 miliar atau terdalam sejak Juli 2013. Catatan itu membaik pada bulan selanjutnya, meski masih defisit cukup dalam yaitu US$ 1,02 miliar.
Apabila realisasi defisit neraca perdagangan lebih lebar dibandingkan konsensus, maka pasar keuangan bisa mendapatkan tekanan. Memburuknya defisit neraca perdagangan akan memberikan sinyal bahwa defisit transaksi berjalan akan melebar pada kuartal III-2018.
Padahal, transaksi berjalan adalah fundamental perekonomian dalam negeri yang menjadi pijakan rupiah untuk bisa menguat. Saat masa depan rupiah suram, maka investor akan menghindari mata uang ini karena tentu tidak mau memegang aset yang nilainya bakal turun pada masa mendatang.
(aji/aji)
Next Page
Simak Agenda dan Data Berikut Ini
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular