Newsletter

NAFTA Sudah, Mari Berharap AS-China Rujuk

Raditya Hanung & Hidayat Setiaji & Anthony Kevin, CNBC Indonesia
02 October 2018 05:40
Cermati Sentimen Penggerak Pasar Hari Ini (2)
Bursa Efek Indonesia (CNBC Indonesia/Monica Wareza)
Sentimen ketiga adalah nilai tukar dolar AS yang sepertinya masih ogah melemah. Pada pukul 04:56 WIB, Dollar Index (yang menggambarkan posisi greenback secara relatif terhadap enam mata uang utama dunia) masih menguat 0,19%. 

Sama seperti kemarin, keperkasaan dolar muncul karena kekhawatiran investor terhadap perkembangan di Italia. Mendapat kritik dari berbagai penjuru, Italia melawan balik dan membela rancangan anggaran mereka yang agresif bin ekspansif itu. Luigi di Maio, Wakil Perdana Menteri Italia, menuding pejabat Uni Eropa sebagai pelaku terorisme karena mendikte pasar agar kecewa dengan Italia.


"Pejabat di Uni Eropa melakukan terorisme di pasar," tegasnya, dikutip dari Reuters. Pejabat yang dimaksud adalah Pierre Moscovici, Komisioner Bidang Ekonomi Uni Eropa. Sebelumnya, Moscovici menegaskan fiskal Italia jelas melanggar aturan disiplin anggaran Uni Eropa. 

Akibat kisruh di Italia, euro melemah 0,28% di hadapan dolar AS pada perdagangan kemarin. Bila kekhawatiran investor belum reda, maka euro bisa kembali tertekan hari ini dan dolar AS semakin digdaya. 

Keperkasaan dolar AS tentu akan membuat mata uang lainnya melemah, tidak terkecuali rupiah. Oleh karena itu, investor perlu waspada karena ada risiko besar yang mengintai rupiah. 

Sentimen keempat adalah harga komoditas, utamanya minyak, yang masih terus melonjak. Pada pukul 05:07 WIB, harga minyak jenis brent tercatat US$ 84,94/barel atau melesat 2,67%. Ini merupakan rekor tertinggi sejak November 2014. 

Kesepakatan USMCA lagi-lagi membawa angin segar bagi si emas hitam. Damai dagang di Amerika Utara diharapkan mampu mendongkrak permintaan energi, apalagi salah satu kesepakatan yang dicapai adalah di bidang otomotif. Kenaikan permintaan tentu akan mengerek harga ke atas. 

Selain itu, kekhawatiran pelaku pasar terhadap sanksi AS kepada Iran juga masih membayangi harga minyak. Mulai 4 November mendatang, Iran terancam tidak bisa mengekspor minyak karena AS menebar ancaman barang siapa yang berbisnis dengan Iran maka tidak bisa berbisnis dengan Negeri Adidaya.  

Iran adalah produsen minyak ketiga terbesar di antara anggota Organisasi Negara-negara Eksportir Minyak (OPEC). Jika pasokan minyak dari Iran seret, maka akan sangat mempengaruhi pasar. Investor pun berpersepsi pasokan minyak bakal seret, sehingga otomatis harganya terdongkrak. 

(aji/aji)
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular