
Newsletter
NAFTA Sudah, Mari Berharap AS-China Rujuk
Raditya Hanung & Hidayat Setiaji & Anthony Kevin, CNBC Indonesia
02 October 2018 05:40

Untuk perdagangan hari ini, pelaku pasar perlu memperhatikan beberapa sentimen. Pertama tentunya Wall Street yang menghijau. Ini bisa menjadi penyemangat bursa saham Asia untuk mencetak pencapaian serupa.
Sentimen kedua adalah perdagangan. USMCA sudah disepakati, sekarang pelaku pasar menantikan rujuk antara AS dengan China.
Sepertinya harapan itu masih jauh panggang dari api. Presiden AS Donald Trump mengklaim bahwa China sangat ingin melakukan pembicaraan dagang dengan AS. Namun untuk saat ini dia mengatakan belum bisa memenuhinya.
"China ingin berdialog, sangat ingin. Saya katakan, sejujurnya sekarang terlalu dini untuk bicara. Tidak bisa bicara sekarang, karena mereka belum siap," tutur Trump, dikutip dari Reuters.
Bahkan Trump masih bersikap galak kepada Beijing. Dia menegaskan bahwa segala bea masuk yang telah diterapkan belum terlalu berdampak karena China telah menghisap AS selama bertahun-tahun.
"Mereka mencabik-cabik kami selama bertahun-tahun. Jadi (dampak bea masuk) tidak bisa cepat," ujarnya.
Namun, masih ada harapan Trump bersedia untuk membuka jalur negosiasi dengan China. Sebab, dia sendiri tidak ingin China menderita.
"Mereka sedang menjalani masa sulit. Saya tidak ingin mereka kesulitan," sebutnya.
Belum lama ini, sejatinya Washington sudah mengirim undangan dialog dagang ke Beijing. Undangan itu diterima dengan baik dan China untuk bernegosiasi. Namun sayang, Trump tetap menerapkan bea masuk baru bagi importasi produk-produk asal China senilai US$ 200 miliar pada awal pekan lalu. China ngambek, membatalkan pertemuan, dan membalas dengan mengenakan bea masuk baru terhadap impor produk AS senilai US$ 60 miliar.
Pekan lalu, sentimen perang dagang AS vs China yang memanas ini sangat mewarnai pasar. Sekarang dengan berhasil tercapainya kesepakatan USMCA, investor berharap AS juga bisa rujuk dengan China. Sebab, perang dagang di antara kedua kekuatan ekonomi terbesar di bumi ini akan sangat mempengaruhi pertumbuhan ekonomi seluruh negara.
(aji/aji)
Sentimen kedua adalah perdagangan. USMCA sudah disepakati, sekarang pelaku pasar menantikan rujuk antara AS dengan China.
Sepertinya harapan itu masih jauh panggang dari api. Presiden AS Donald Trump mengklaim bahwa China sangat ingin melakukan pembicaraan dagang dengan AS. Namun untuk saat ini dia mengatakan belum bisa memenuhinya.
"China ingin berdialog, sangat ingin. Saya katakan, sejujurnya sekarang terlalu dini untuk bicara. Tidak bisa bicara sekarang, karena mereka belum siap," tutur Trump, dikutip dari Reuters.
Bahkan Trump masih bersikap galak kepada Beijing. Dia menegaskan bahwa segala bea masuk yang telah diterapkan belum terlalu berdampak karena China telah menghisap AS selama bertahun-tahun.
"Mereka mencabik-cabik kami selama bertahun-tahun. Jadi (dampak bea masuk) tidak bisa cepat," ujarnya.
Namun, masih ada harapan Trump bersedia untuk membuka jalur negosiasi dengan China. Sebab, dia sendiri tidak ingin China menderita.
"Mereka sedang menjalani masa sulit. Saya tidak ingin mereka kesulitan," sebutnya.
Belum lama ini, sejatinya Washington sudah mengirim undangan dialog dagang ke Beijing. Undangan itu diterima dengan baik dan China untuk bernegosiasi. Namun sayang, Trump tetap menerapkan bea masuk baru bagi importasi produk-produk asal China senilai US$ 200 miliar pada awal pekan lalu. China ngambek, membatalkan pertemuan, dan membalas dengan mengenakan bea masuk baru terhadap impor produk AS senilai US$ 60 miliar.
Pekan lalu, sentimen perang dagang AS vs China yang memanas ini sangat mewarnai pasar. Sekarang dengan berhasil tercapainya kesepakatan USMCA, investor berharap AS juga bisa rujuk dengan China. Sebab, perang dagang di antara kedua kekuatan ekonomi terbesar di bumi ini akan sangat mempengaruhi pertumbuhan ekonomi seluruh negara.
(aji/aji)
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular