
Newsletter
Waspada, Italia Cari Gara-gara
Raditya Hanung & Hidayat Setiaji & Anthony Kevin, CNBC Indonesia
01 October 2018 05:26

Sentimen ketiga adalah harga komoditas, khususnya minyak. Ada potensi harga si emas hitam akan kembali berada di jalur pendakian.
Faktor pendorong harga minyak sepertinya masih sama, yaitu kekhawatiran terhadap pasokan dari Iran. Pekan lalu, harga minyak dunia naik ke level tertinggi sejak 2014 gara-gara sentimen ini.
Kemungkinan kekhawatiran investor masih berlanjut, karena sejumlah perusahaan minyak di berbagai negara mulai mengurangi bisnisnya dengan Negeri Persia, Teranyar, perusahaan minyak asal China, Sinopec, mengurangi pembelian minyak dari Iran karena khawatir dengan sanksi AS.
Mengutip Reuters, beberapa sumber mengatakan Sinopec mengurangi pembelian minyak dari Iran sebanyak 50%. Sumber itu tidak menyebutkan angka, tetapi berdasarkan kontrak antara Sinopec dan National Iranian Oil Company (NIOC), jumlah yang dikurangi mencapai 130.000 barel/hari.
Jika semakin banyak perusahaan yang menerapkan langkah serupa, maka pasokan minyak Iran akan kian langka. Akibatnya, pasokan di pasar global akan berkurang sehingga mendongkrak harga.
Sentimen keempat adalah dari dalam negeri yaitu rilis data inflasi. Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia memperkirakan secara bulanan atau month-to-month (MtM) terjadi deflasi 0,02%. Sementara secara tahunan atau year-on-year (YoY) akan terjadi inflasi 3,055% dan inflasi inti tahunan berada di 2,86%.
Apabila realisasi sesuai atau tidak jauh dari ekspektasi, maka data ini bisa menjadi sentimen positif. Sebab, masih terjadi inflasi secara tahunan dan lajunya tergolong sehat karena masih dalam rentang target Bank Indonesia yaitu 2,5-4,5%. Tidak ada pertanda pelemahan konsumsi dan daya beli, juga tidak ada sinyal kenaikan harga yang terlalu berlebihan.
Hingga akhir kuartal III-2018, dan kemungkinan sampai akhir tahun, memang belum ada tekanan inflasi yang signifikan. Seperti beberapa tahun sebelumnya, sepertinya 2018 pun tidak akan terlalu mengalami masalah dengan inflasi.
Namun inflasi tetap harus dimonitor karena ada risiko dari depresiasi nilai tukar. Sejak awal tahun, rupiah sudah melemah 9% terhadap dolar AS. Dengan laju impor yang masih kencang, maka inflasi akibat depresiasi kurs akan semakin terasa, karena barang dari luar negeri menjadi tambah mahal.
Meski inflasi masih aman terkendali, tetapi Indonesia tetap harus hati-hati. Sebab, ada risiko inflasi bisa terakselerasi akibat rupiah yang terus melemah.
(aji/aji)
Faktor pendorong harga minyak sepertinya masih sama, yaitu kekhawatiran terhadap pasokan dari Iran. Pekan lalu, harga minyak dunia naik ke level tertinggi sejak 2014 gara-gara sentimen ini.
Kemungkinan kekhawatiran investor masih berlanjut, karena sejumlah perusahaan minyak di berbagai negara mulai mengurangi bisnisnya dengan Negeri Persia, Teranyar, perusahaan minyak asal China, Sinopec, mengurangi pembelian minyak dari Iran karena khawatir dengan sanksi AS.
Mengutip Reuters, beberapa sumber mengatakan Sinopec mengurangi pembelian minyak dari Iran sebanyak 50%. Sumber itu tidak menyebutkan angka, tetapi berdasarkan kontrak antara Sinopec dan National Iranian Oil Company (NIOC), jumlah yang dikurangi mencapai 130.000 barel/hari.
Jika semakin banyak perusahaan yang menerapkan langkah serupa, maka pasokan minyak Iran akan kian langka. Akibatnya, pasokan di pasar global akan berkurang sehingga mendongkrak harga.
Sentimen keempat adalah dari dalam negeri yaitu rilis data inflasi. Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia memperkirakan secara bulanan atau month-to-month (MtM) terjadi deflasi 0,02%. Sementara secara tahunan atau year-on-year (YoY) akan terjadi inflasi 3,055% dan inflasi inti tahunan berada di 2,86%.
Apabila realisasi sesuai atau tidak jauh dari ekspektasi, maka data ini bisa menjadi sentimen positif. Sebab, masih terjadi inflasi secara tahunan dan lajunya tergolong sehat karena masih dalam rentang target Bank Indonesia yaitu 2,5-4,5%. Tidak ada pertanda pelemahan konsumsi dan daya beli, juga tidak ada sinyal kenaikan harga yang terlalu berlebihan.
Hingga akhir kuartal III-2018, dan kemungkinan sampai akhir tahun, memang belum ada tekanan inflasi yang signifikan. Seperti beberapa tahun sebelumnya, sepertinya 2018 pun tidak akan terlalu mengalami masalah dengan inflasi.
Namun inflasi tetap harus dimonitor karena ada risiko dari depresiasi nilai tukar. Sejak awal tahun, rupiah sudah melemah 9% terhadap dolar AS. Dengan laju impor yang masih kencang, maka inflasi akibat depresiasi kurs akan semakin terasa, karena barang dari luar negeri menjadi tambah mahal.
Meski inflasi masih aman terkendali, tetapi Indonesia tetap harus hati-hati. Sebab, ada risiko inflasi bisa terakselerasi akibat rupiah yang terus melemah.
(aji/aji)
Next Page
Simak Agenda dan Data Berikut Ini
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular