
Newsletter
Waspada, Italia Cari Gara-gara
Raditya Hanung & Hidayat Setiaji & Anthony Kevin, CNBC Indonesia
01 October 2018 05:26

Untuk perdagangan hari ini, investor perlu mencermati sejumlah sentimen. Pertama tentunya perkembangan dari Wall Street yang kurang menggembirakan. Dikhawatirkan virus koreksi Wall Street bisa menular ke bursa saham Asia, termasuk Indonesia.
Kedua, investor perlu mewaspadai perkembangan di Eropa, khususnya Italia. Pemerintahan Italia yang populis mengesahkan anggaran tahun fiskal 2019, di mana target defisit mencapai 2,4% dari Produk Domestik Bruto (PDB). Defisit anggaran Negeri Pizza akan bertahan di angka yang sama sampai 2021.
"Ini adalah anggaran untuk perubahan!" tegas Luigi Di Maio, Pemimpin Gerakan Bintang Lima, salah satu faksi mayoritas di parlemen bersama Liga.
Awalnya, pemerintah merancang defisit anggaran hanya 0,8% PDB pada 2019, dan bahkan mencapai anggaran seimbang (balance budget) pada 2020. Namun pemerintahan dan parlemen yang kini didominasi kelompok kanan-tengah ingin menambah subsidi pendapatan bagi rakyat miskin dan tunjangan bagi pensiunan.
Kini Italia harus siap menerima konsekuensi dari kebijakan ini. Pelaku pasar khawatir Italia bisa terjerumus dalam lembah utang seperti pada 2010. Perbaikan dan penyehatan anggaran yang sudah berjalan selama sewindu bisa rusak karena ambisi pemerintahan Perdana Menteri Guiseppe Conte.
Pada akhir 2017 utang pemerintah Italia masih sangat tinggi yaitu mencapai 131,8% PDB, itu pun sudah turun dibandingkan tahun sebelumnya yaitu 132% PDB. Jika pemerintahan Conte terus menerapkan kebijakan fiskal yang ekspansif, maka utang pemerintah bakal semakin menggunung dan bisa berujung pada krisis fiskal seperti 2010.
Perkembangan di Italia bisa memicu kecemasan di antara pelaku pasar. Investor kemungkinan akan menghindari Eropa untuk sementara waktu, sehingga mata uang euro akan cenderung melemah.
Selain itu, melihat ada risiko besar di Eropa yang bisa mempengaruhi pasar keuangan dunia, investor berpotensi untuk main aman dan enggan masuk ke instrumen berisiko di negara berkembang. Gampangnya, investor akan kembali punya alasan untuk memburu dolar AS karena greenback dipandang sebagai salah satu aset aman (safe haven).
Apabila ini terjadi, maka mata uang dunia (tidak hanya euro) akan melemah. Rupiah pun tidak terkecuali, sehingga investor perlu hati-hati.
(aji/aji)
Kedua, investor perlu mewaspadai perkembangan di Eropa, khususnya Italia. Pemerintahan Italia yang populis mengesahkan anggaran tahun fiskal 2019, di mana target defisit mencapai 2,4% dari Produk Domestik Bruto (PDB). Defisit anggaran Negeri Pizza akan bertahan di angka yang sama sampai 2021.
"Ini adalah anggaran untuk perubahan!" tegas Luigi Di Maio, Pemimpin Gerakan Bintang Lima, salah satu faksi mayoritas di parlemen bersama Liga.
Awalnya, pemerintah merancang defisit anggaran hanya 0,8% PDB pada 2019, dan bahkan mencapai anggaran seimbang (balance budget) pada 2020. Namun pemerintahan dan parlemen yang kini didominasi kelompok kanan-tengah ingin menambah subsidi pendapatan bagi rakyat miskin dan tunjangan bagi pensiunan.
Kini Italia harus siap menerima konsekuensi dari kebijakan ini. Pelaku pasar khawatir Italia bisa terjerumus dalam lembah utang seperti pada 2010. Perbaikan dan penyehatan anggaran yang sudah berjalan selama sewindu bisa rusak karena ambisi pemerintahan Perdana Menteri Guiseppe Conte.
Pada akhir 2017 utang pemerintah Italia masih sangat tinggi yaitu mencapai 131,8% PDB, itu pun sudah turun dibandingkan tahun sebelumnya yaitu 132% PDB. Jika pemerintahan Conte terus menerapkan kebijakan fiskal yang ekspansif, maka utang pemerintah bakal semakin menggunung dan bisa berujung pada krisis fiskal seperti 2010.
Perkembangan di Italia bisa memicu kecemasan di antara pelaku pasar. Investor kemungkinan akan menghindari Eropa untuk sementara waktu, sehingga mata uang euro akan cenderung melemah.
Selain itu, melihat ada risiko besar di Eropa yang bisa mempengaruhi pasar keuangan dunia, investor berpotensi untuk main aman dan enggan masuk ke instrumen berisiko di negara berkembang. Gampangnya, investor akan kembali punya alasan untuk memburu dolar AS karena greenback dipandang sebagai salah satu aset aman (safe haven).
Apabila ini terjadi, maka mata uang dunia (tidak hanya euro) akan melemah. Rupiah pun tidak terkecuali, sehingga investor perlu hati-hati.
(aji/aji)
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular