Newsletter

Hati-hati, Dolar AS Disuntik Serum Super Soldier

Raditya Hanung & Hidayat Setiaji & Anthony Kevin, CNBC Indonesia
25 September 2018 05:50
Hati-hati, Dolar AS Disuntik Serum Super Soldier
Bursa Efek Indonesia (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar keuangan Indonesia mengalami tekanan pada perdagangan kemarin. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) anjlok, sementara rupiah tidak berdaya di hadapan dolar Amerika Serikat (AS). 

Kemarin, IHSG ditutup melemah 1,27%, dan rupiah melemah 0,3% di perdagangan pasar spot. Hubungan AS-China yang kian panas di bidang perdagangan membuat investor ogah untuk menyentuh instrumen berisiko di negara berkembang.

Kini, China telah resmi membatalkan rencana dialog perdagangan dengan AS. The Wall Street Journal melaporkan bahwa Beijing menolak proposal dari AS untuk mengirimkan delegasinya ke Washington.
 

Selain itu, kemarin Dewan Negara China merilis buku putih yang merangkum friksi dagang dengan AS. Dalam dokumen tersebut, China sebenarnya ingin menyelesaikan perselisihan dengan AS, tetapi Gedung Putih terus-menerus menantang. Hasilnya adalah friksi yang semakin meruncing. 

Bahkan China menuding AS melakukan penindasan dagang (trade bullyism). AS dinilai mengancam negara-negara lain dengan bea masuk untuk mendapatkan keinginannya. 

Tidak adanya titik terang untuk menyelesaikan perang dagang membuat investor cemas. Kemarin adalah waktu penerapan bea masuk baru di AS untuk impor produk China senilai US$ 200 miliar. China pun menerapkan bea masuk baru untuk impor produk AS dengan nilai total US$ 60 miliar. 

Perang dagang AS vs China diperkirakan tidak selesai sampai di situ. Perlu dicatat bahwa Presiden AS Donald Trump sudah menyiapkan bea masuk bagi impor dari China senilai US$ 267 miliar. Jika kebijakan itu sampai berlaku, maka China pasti akan melakukan pembalasan.

Friksi ini akan sangat mempengaruhi arus perdagangan dan pertumbuhan ekonomi global, karena AS dan China adalah kekuatan ekonomi terbesar di dunia. Lembaga pemeringkat Fitch Ratings memperkirakan pertumbuhan ekonomi global pada 2019 sebesar 3,1%. Melambat dibandingkan tahun ini yang diperkirakan 3,3%. Penyebab perlambatan ini adalah perang dagang AS vs China yang mempengaruhi rantai pasok (supply chain) global. 

Sentimen negatif juga datang dari dalam negeri. Pelaku pasar tampaknya merespons negatif mandeknya implementasi kebijakan bauran 20% minyak sawit di dalam bahan bakar solar, alias B20. Kebijakan ini merupakan salah satu amunisi pemerintah untuk meredam pelemahan rupiah. 

Kini, implementasi kebijakan B20 ternyata terbukti belum menyeluruh, seiring dengan kendala pada pasokan Fatty Acid Methyl Ester (FAME) yang merupakan salah satu bahan pembuat biodiesel. Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati mengatakan bahwa dari 112 terminal BBM yang dimiliki perusahaan migas pelat merah ini, baru 69 yang sudah menerima penyaluran FAME. Sebagian besar daerah yang belum tersalurkan FAME berada di kawasan timur seperti Nusa Tenggara Timur, Maluku, Papua, dan Sulawesi.  

Jika implementasi B20 belum menyeluruh, maka impor bahan bakar minyak akan sulit direm sehingga defisit neraca berjalan akan membengkak. Pada kuartal III-2018, sepertinya transaksi berjalan masih akan defisit cukup dalam karena defisit neraca perdagangan yang sangat besar.   

Artinya, rupiah akan sulit menguat karena minimnya pasokan devisa. Prospek rupiah yang suram tentun membuat investor menghindari instrumen berbasis mata uang ini. Akibatnya, rupiah dan IHSG sama-sama mengalami tekanan.


Dari Wall Street, tiga indeks utama berakhir variatif. Dow Jones Industrial Average (DJIA) minus 0,68%, S&P 500 terkoreksi 0,35%, tetapi Nasdaq Composite mampu menguat 0,23%. 

Sama seperti di Asia, sentimen perang dagang pun mendominasi bursa saham New York. Pekan lalu, Wall Street sempat cuek dengan isu perang dagang karena memperkirakan ada harapan Washington dan Beijing akan melakukan perundingan dagang. Namun karena rencana perundingan itu kandas, pelaku pasar terpaksa gigit jari. 

"Kita sudah mengerahkan seluruh kekuatan pekan lalu. Sekarang ada sinyal peningkatan risiko, dan orang-orang khawatir," kata Chris Zacarelli, Chief Investment Officer di Independent Adivsor Alliance yang berbasis di North Carolina, dikutip dari Reuters. 

Saham-saham emiten yang mengandalkan ekspor ke China mengalami tekanan jual. Boeing anjlok 1,14%, Caterpillar amblas 1,52%, dan 3M ambrol 1,3%. 

Selain perang dagang, investor juga mulai mengalihkan fokus ke rapat The Federal Reserve/The Fed yang semakin dekat yaitu 26 September. Mengutip CME Fedwatch, kemungkinan The Fed menaikkan suku bunga acuan sebesar 25 basis poin (bps) dalam rapat tersebut mencapai 93,8%. Sementara probabilitas kenaikan 50 bps adalah 6,2%. 

Saham adalah instrumen yang bekerja optimal dalam lingkungan suku bunga rendah, sehingga kabar kenaikan suku bunga pasti akan direspons negatif. Saat suku bunga cenderung tinggi, investor akan memilih instrumen berpendapatan tetap seperti obligasi. 

Namun Nasdaq masih mampu membukukan penguatan karena performa saham-saham teknologi. Harga saham Apple melonjak 1,44%, Intel naik 0,54%, dan Microsoft bertambah 0,36%. 

Kenaikan saham Apple (yang kemudian mendongkrak saham teknologi lainnya) juga ada kaitannya dengan perang dagang AS vs China. Meski mengenakan bea masuk baru bagi lebih dari 5.000 barang made in USA, China tidak memasukkan produk Apple di dalamnya. Artinya, Apple tetap bisa mengakses pasar China dengan lebih leluasa. 

China adalah pasar yang sangat penting bagi Apple. Mengutip South China Morning Post, China menyumbang sepertiga dari jumlah pengguna iPhone di seluruh dunia yang totalnya mencapai 728 juta unit. Di China, iPhone memiliki pangsa pasar sekitar 11%. 


Untuk perdagangan hari ini, pelaku pasar perlu mencermati sejumlah sentimen. Pertama tentu kinerja Wall Street yang meski variatif tetapi cenderung melemah. Dikhawatirkan kinerja Wall Street menjadi sentimen negatif yang membebani bursa saham Asia. 

Sentimen kedua adalah kelanjutan drama perang dagang AS vs China. Investor layak memperhatikan segala perkembangan isu ini, karena sangat bisa mempengaruhi mood pasar. 

Apalagi tidak ada tanda-tanda perang dagang bisa diselesaikan dalam waktu dekat setelah China menarik diri dari rencana perundingan. Sepertinya China akan menunggu sampai selepas pemilu sela di AS pada 6 November mendatang. Dengan dukungan terhadap Partai Demokrat yang semakin besar, bisa saja terjadi perubahan arah kebijakan di Negeri Paman Sam. 

Namun untuk saat ini sepertinya pelaku pasar harus selalu siap untuk sport jantung. Sebab, Trump sudah menyiapkan bea masuk baru senilai US$ 267 miliar jika balas dendam China sampai melukai industri dan petani AS.

Bea masuk ini bisa dieksekusi kapan saja karena sudah ada tanda kerugian yang diderita sektor pertanian Negeri Adidaya. Menurut kajian Iowa State University, sektor industri pengolahan jagung, kedelai, dan daging babi di negara bagian tersebut diperkirakan merugi U$ 1,68-2,2 miliar akibat perang dagang. Sebab, China adalah salah satu pasar ekspor utama produk pertanian AS dan produk-produk itu sudah dikenakan bea masuk. 

Trump menuding China menargetkan sektor pertanian untuk merusak perolehan suaranya di daerah pinggiran. Saat ekonomi dan politik bercampur, maka situasi akan menjadi ruwet. 


Sentimen ketiga adalah perkembangan nilai tukar dolar AS, yang kemarin keperkasaannya terasa sampai ke Asia. Pada pukul 05:11 WIB, Dollar Index (yang mencerminkan posisi greenback secara  relatif di hadapan enam mata uang utama) masih menguat 0,03%.

Resep kekuatan dolar AS ada pada kenaikan suku bunga acuan. Potensi kenaikan suku bunga acuan yang sangat besar pada rapat The Fed bulan ini sukses menyuntikkan serum super soldier ke tubuh greenback sehingga perkasa bagai Captain America.

Kenaikan suku bunga acuan akan membuat imbalan berinvestasi, terutama di instrumen berpendapatan tetap, akan ikut terkerek. Memegang dolar AS saja sudah menguntungkan, karena kenaikan suku bunga akan menjangkar ekspektasi inflasi sehingga nilai mata uang ini akan terjaga. 

Oleh karena itu, kenaikan suku bunga akan membuat arus modal berdesakan ingin masuk ke AS. Ditopang membludaknya aliran dana, penguatan dolar AS memang sulit terhindarkan. 

Apabila arus modal terus masuk ke AS, maka mata uang Asia berpotensi untuk kembali tertekan seperti kemarin. Rupiah pun tidak terkecuali. 

Sentimen keempat adalah harga minyak yang melonjak signifikan. Pada pukul 05:1 WIB, harga minyak jenis brent melesat 3,29% sementara light sweet naik tetapi hanya 0,26%. 

Kenaikan harga si emas hitam masih disebabkan oleh persepsi berkurangnya pasokan di pasar global. Arab Saudi dan Rusia belum menyepakati kerangka kenaikan produksi untuk menambal kekurangan pasokan dari sejumlah negara seperti Iran dan Venezuela. Padahal, Presiden Trump sudah sering menegaskan bahwa harus ada langkah untuk menaikkan produksi agar harga minyak tidak terlalu mahal. 

Para anggota Organisasi Negara-negara Eksportir Minyak (OPEC) dan Rusia bertemu di Aljazair. Dalam rapat tersebut, tidak ada kesepakatan formal untuk menambah suplai minyak. 

"Saya tidak bisa mempengaruhi harga," ujar Khalid al-Falih, Menteri Energi Arab Saudi, dikutip dari Reuters.

Menurut al-Falih, Arab Saudi punya kapasitas untuk menambah produksi tetapi belum dibutuhkan saat ini bahkan sampai tahun depan. Pasalnya, kenaikan produksi di negara-negara non-OPEC dinilai sudah memadai untuk memasok kebutuhan dunia. 

"Pasar sudah terpasok dengan baik. Saya tidak melihat ada kilang yang membutuhkan tambahan minyak dan tidak bisa mendapatkannya. Oleh karena itu, potensi (kenaikan produksi pada 2019 ) sangat kecil kecuali ada perubahan besar di suplai dan permintaan," jelas al-Falih. 

Meski al-Falih optimistis, tidak demikian dengan investor. Pelaku pasar tetap membaca bahwa ada potensi kekurangan pasokan karena tidak ada kenaikan produksi. Berkurangnya pasokan tentu membuat harga minyak terkerek ke atas. 


Berikut adalah peristiwa-peristiwa yang akan terjadi hari ini:

  • Menko Perekonomia Darmin Nasution dan sejumlah menteri Kabinet Kerja mengadakan rapat koordinasi membahas kebijakan B20 (13:30 WIB).
  • Pidato Gubernur Bank of Japan Haruhiko Kuroda pada pertemuan pemimpin bisnis di Osaka (12:35 WIB).
  • Rilis data Keyakinan Konsumen AS versi The Conference Board periode September 2018 (21:00 WIB).

Investor juga perlu mencermati agenda perusahaan yang akan diselenggarakan pada hari ini, yaitu:

PerusahaanJenis KegiatanWaktu
PT Bank Permata Tbk (BNLI)RUPSLB14:00
PT Smartfren Telecom Tbk (FREN)RUPSLB14:00
PT Baramulti Suksessarana Tbk (BSSR)RUPSLB14:30

Berikut sejumlah indikator perekonomian nasional: 

IndikatorTingkat
Pertumbuhan ekonomi (Q II-2018 YoY)5.27%
Inflasi (Agustus 2018 YoY)3.20%
Defisit anggaran (APBN 2018)-2.19% PDB
Transaksi berjalan (Q II-2018)-3.04% PDB
Neraca pembayaran (Q II-2018)-US$ 4.31 miliar
Cadangan devisa (Agustus 2018)US$ 117.9 miliar

Untuk mendapatkan informasi seputar data-data pasar, silakan klik di sini.

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular