Newsletter

Prittt! Babak Baru Perang Dagang AS vs China Dimulai!

Raditya Hanung & Hidayat Setiaji & Anthony Kevin, CNBC Indonesia
24 September 2018 05:36
Cermati Sentimen Penggerak Pasar Hari Ini (2)
Ilustrasi Bursa Efek Indonesia (CNBC Indonesia/ Andrean Kristianto)
Sentimen ketiga adalah, pelaku pasar perlu diingatkan kembali bahwa 24 September adalah masa dimulainya perang dagang ronde kesekian antara AS vs China. Hari ini, China akan menerapkan bea masuk sebesar 10% kepada importasi produk AS senilai US$ 60 miliar. Disusul oleh AS yang akan menerapkan bea masuk 10% kepada importasi dari China senilai US$ 200 miliar. China lebih dulu menerapkan karena isu perbedaan zona waktu.

Pekan lalu, sentimen ini memang tidak terlalu direken oleh pelaku pasar. Namun itu karena mungkin baru sebatas pengumuman. Hari ini, kebijakan bea masuk sudah resmi berlaku dan perang dagang babak terbaru pun dimulai.

Investor perlu terus menyimak perkembangan di Washington maupun Beijing, utamanya seputar wacana perundingan dagang kedua negara. Apakah dengan pemberlakuan bea masuk baru perundingan ini dibatalkan? Apakah bea masuk menjadi alat bagi AS maupun China untuk ‘menginjak kaki’ lawan bicaranya di meja perundingan? Pelaku pasar perlu hirau dengan perkembangan isu ini.

Sentimen ketiga adalah kekhawatiran seputar perundingan persiapan keluarnya Inggris dari Uni Eropa (Brexit). Akhir pekan lalu, muncul kekhawatiran perundingan Brexit tidak menghasilkan apa-apa alias no-deal.

Perdana Menteri Inggris Theresa May menyatakan bahwa perundingan Brexit antara London dan Brussel mungkin sudah mengarah ke jalan buntu. Uni Eropa menolak proposal yang diajukan Inggris dengan alasan May harus menyertakan alasan yang kuat dalam hal perdagangan dan kepabeanan di perbatasan Inggris-Irlandia.

Agak emosi, May pun menantang Uni Eropa untuk menawarkan proposal baru soal perceraian ini. Sebab, dia merasa Uni Eropa menolak tanpa alasan yang jelas.

“Selama proses ini, saya selalu memperlakukan Uni Eropa dengan penuh rasa hormat. Kami juga mengharapkan hal yang sama, hubungan yang baik setelah berakhirnya proses ini ditentukan dari sekarang,” tegas May dalam pidato di televisi, dikutip dari Reuters.

“Sulit diterima saat satu pihak menolak proposal pihak lain tanpa alasan dan solusi yang jelas. Kami perlu mendengar dari Uni Eropa, apa sebenarnya yang menjadi masalah dan apa alternatifnya. Sampai saat itu datang, kami tidak bisa mencapai kemajuan,” jelas May.

No-deal Brexit bukan hal sembarangan. Konsekuensi terbesarnya adalah gugurnya perdagangan bebas antara Inggris dengan Eropa Daratan. Selama ini, barang made in England tidak kena bea masuk di Uni Eropa, demikian pula sebaliknya.   Bila Inggris dan Uni Eropa tidak bercerai secara baik-baik, maka kemungkinan tidak akan ada kesepakatan perdagangan bebas. Artinya produk Inggris yang masuk ke Uni Eropa akan kena bea masuk dan barang Eropa Kontinental yang masuk ke Inggris juga dibebankan bea masuk.

Salah satu industri yang paling merasakan dampaknya adalah otomotif. Society of Motor Manufacturers and Traders, (SMMT), asosiasi produsen dan penjual mobil di Inggris, menegaskan bahwa harga mobil buatan Eropa bisa naik sekitar 1.500 poundsterling (Rp 29,03 juta dengan kurs saat ini) saat masuk ke Negeri John Bull.

“Ketidakpastian ini jangan sampai berlarut-larut, dan menyeret industri dalam negeri Inggris. Kami menginginkan kejelasan, kesepakatan yang bisa menjadi pegangan bagi pelaku usaha. Kami butuh jaminan bahwa kami tidak akan menjadi korban saat Inggris meninggalkan Uni Eropa,” papar Mike Hawes, Ketua SMMT, dikutip dari Reuters.

Perkembangan di Inggris yang kurang kondusif membuat mata uang poundsterling melemah. Akhir pekan lalu, sterling melemah tajam di hadapan dolar AS, sampai 1,42%.

Jika belum ada kabar baik dari Inggris, maka dolar AS akan terus mendapat momentum penguatan karena menerima aliran dana yang keluar dari poundsteling. Greenback yang sepanjang pekan lalu tertekan, kini mendapat ruang untuk membalas dendam.

Dalam seminggu terakhir, Dollar Index (yang menggambarkan posisi dolar AS di hadapan enam mata uang utama dunia) melemah 0,74%. Bahkan dalam sebulan ke belakang pelemahannya mencapai 1,09%.

Ini semakin membuat dolar AS punya ruang untuk menguat. Dolar AS yang sudah relatif murah tentu membuat investor tertarik sehingga melakukan aksi borong. Permintaan yang meningkat akan membuat nilai dolar AS semakin mahal atau menguat.

Masih ada lagi faktor yang bisa menopang penguatan dolar AS, yaitu semakin dekatnya pelaksanaan rapat bulanan The Federal Reserve/The Fed yaitu 26 September. Mengutip CME Fedwatch, probabilitas The Fed untuk menaikkan suku bunga acuan sebesar 25 basis poin (bps) adalah 93,8%. Sementara peluang kenaikan 50 bps adalah 6,2%. Praktis tidak ada peluang untuk menahan suku bunga di 1,75-2%.

Kenaikan suku bunga acuan akan ikut mendongkrak imbalan investasi, khususnya di instrumen berpendapatan tetap. Akibatnya, arus modal akan kembali berkerumun di dekat Negeri Paman Sam dan bila ini terjadi maka penguatan dolar AS adalah sebuah keniscayaan sejarah

Oleh karena itu, investor perlu mewaspadai perkembangan nilai tukar dolar AS. Sebab ada peluang dolar AS untuk bangkit. Kebangkitan dolar AS tentu akan menimbulkan tekanan terhadap mata uang lain, tidak terkecuali rupiah.

(aji/aji)
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular