
Newsletter
Prittt! Babak Baru Perang Dagang AS vs China Dimulai!
Raditya Hanung & Hidayat Setiaji & Anthony Kevin, CNBC Indonesia
24 September 2018 05:36

Dari Wall Street, kinerja tiga indeks utama selama pekan lalu bervariasi dalam rentang yang cukup lebar. Sepekan kemarin, Dow Jones Industrial Average (DJIA) melesat 2,18%, S&P 500 menguat 0,83%, tetapi Nasdaq Composite terkoreksi 0,29%.
Penyikapan investor terhadap perang dagang AS-China yang berubah 180 derajat mendorong penguatan saham-saham industri di Negeri Paman Sam, yang banyak ditampung oleh DJIA. Dalam 5 hari perdagangan terakhir, saham Boeing melejit 4,57%, Caterpillar lompat 6,95%, dan 3M terdongkrak 3,24%.
Penguatan pekan ini membuat bursa saham Negeri Adidaya semakin jauh meninggalkan bursa-bursa utama dunia. Sejak awal tahun, DJIA sudah menguat 8,19% dengan valuasi yang dilihat dari Price to Earnings Ratio (P/E) 20,75 kali. Sedangkan S&P 500 melaju 9,58% sejak awal tahun dengan P/E 22,26 kali, dan Nasdaq meroket 17,74% dengan P/E 26,01%.
Bandingkan dengan negara-negara lainnya. Indeks FTSE 100 (Inggris) melemah 2,57% dengan P/E 12,44 kali, Euronext 100 menguat 3,02% dengan P/E 16,63 kali, Nikkei 225 menguat 4,85% dengan P/E 16,85 kali, Hang Seng anjlok 6,57% dengan P/E 10,73 kali, Shanghai Composite amblas 15,41% dengan P/E 11,83 kali, Kospi turun 5,2% dengan P/E 12,1 kali, Straits Times melemah 5,44% dengan P/E 11,34 kali, dan IHSG yang terkoreksi 6,26% dengan P/E 16,26 kali.
Oleh karena itu, sebenarnya bursa saham New York berdiri dalam lapisan es yang tipis. Investor bisa keluar kapan saja, karena penguatan Wall Street sudah sangat tajam dan valuasinya semakin mahal. Ini tentu menggoda pelaku pasar untuk merealisasikan keuntungan, dan kala itu terjadi maka aksi jual yang masif berpotensi membuat Wall Street terkoreksi.
“Tidak ada berita buruk dari dalam negeri AS yang bisa membuat laju Wall Street terganggu. Risiko yang dihadapi pasar saham AS adalah apa yang terjadi di luar,” kata Micahel Geraghty, Equity Strategist di Cornerstone Capital Group yang berbasis di New York, dikutip dari Reuters.
Apabila investor merasa valuasi bursa saham di negara lain lebih murah, maka Wall Street uang mahal bisa kehilangan konsumen. Arus modal akan keluar dari New York dan menyebar ke negara-negara lain. Sekarang, musuh Wall Street adalah dirinya sendiri karena sudah terlampau mahal. (aji/aji)
Penyikapan investor terhadap perang dagang AS-China yang berubah 180 derajat mendorong penguatan saham-saham industri di Negeri Paman Sam, yang banyak ditampung oleh DJIA. Dalam 5 hari perdagangan terakhir, saham Boeing melejit 4,57%, Caterpillar lompat 6,95%, dan 3M terdongkrak 3,24%.
Penguatan pekan ini membuat bursa saham Negeri Adidaya semakin jauh meninggalkan bursa-bursa utama dunia. Sejak awal tahun, DJIA sudah menguat 8,19% dengan valuasi yang dilihat dari Price to Earnings Ratio (P/E) 20,75 kali. Sedangkan S&P 500 melaju 9,58% sejak awal tahun dengan P/E 22,26 kali, dan Nasdaq meroket 17,74% dengan P/E 26,01%.
Bandingkan dengan negara-negara lainnya. Indeks FTSE 100 (Inggris) melemah 2,57% dengan P/E 12,44 kali, Euronext 100 menguat 3,02% dengan P/E 16,63 kali, Nikkei 225 menguat 4,85% dengan P/E 16,85 kali, Hang Seng anjlok 6,57% dengan P/E 10,73 kali, Shanghai Composite amblas 15,41% dengan P/E 11,83 kali, Kospi turun 5,2% dengan P/E 12,1 kali, Straits Times melemah 5,44% dengan P/E 11,34 kali, dan IHSG yang terkoreksi 6,26% dengan P/E 16,26 kali.
Oleh karena itu, sebenarnya bursa saham New York berdiri dalam lapisan es yang tipis. Investor bisa keluar kapan saja, karena penguatan Wall Street sudah sangat tajam dan valuasinya semakin mahal. Ini tentu menggoda pelaku pasar untuk merealisasikan keuntungan, dan kala itu terjadi maka aksi jual yang masif berpotensi membuat Wall Street terkoreksi.
“Tidak ada berita buruk dari dalam negeri AS yang bisa membuat laju Wall Street terganggu. Risiko yang dihadapi pasar saham AS adalah apa yang terjadi di luar,” kata Micahel Geraghty, Equity Strategist di Cornerstone Capital Group yang berbasis di New York, dikutip dari Reuters.
Apabila investor merasa valuasi bursa saham di negara lain lebih murah, maka Wall Street uang mahal bisa kehilangan konsumen. Arus modal akan keluar dari New York dan menyebar ke negara-negara lain. Sekarang, musuh Wall Street adalah dirinya sendiri karena sudah terlampau mahal. (aji/aji)
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular