
Newsletter
Simak Dampak Kenaikan Bunga Acuan Sampai APBN Tahun Politik
Hidayat Setiaji & Raditya Hanung & Anthony Kevin, CNBC Indonesia
16 August 2018 06:10

Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) mencatatkan pergerakan yang berlawanan pada perdagangan kemarin. IHSG berjalan dengan pelemahan tetapi akhirnya bisa ditutup menguat. Sementara rupiah mengawali hari dengan pelemahan, lalu sempat menguat, tetapi ditutup melemah lagi.
Kemarin, IHSG ditutup naik lumayan signifikan yaitu 0,81%. Sebelumnya, IHSG sempat melemah hingga 1,39%.
IHSG menjadi salah satu yang terbaik di Asia karena bursa lainnya mayoritas terpeleset. Indeks Nikkei 225 ditutup melemah 0,68%, Hang Seng jatuh 1,55%, Shanghai Composite anjlok 2,06%, dan Straits Time berkurang 0,47%.
Tekanan yang sempat menghinggapi IHSG datang dari rilis data perdagangan internasional. Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan, ekspor pada Juli 2018 tumbuh 19,33% secara tahunan (year-on-year/YoY), sementara impor meroket hingga 31,56% YoY. Akibat impor yang begitu kencang, neraca perdagangan mencatatkan defisit sebesar US$ 2,03 miliar.
Defisit perdagangan pada bulan lalu juga jauh lebih dalam dibandingkan konsensus yang dihimpun oleh CNBC Indonesia yakni sebesar US$ 640 juta. Berdasarkan survei CNBC Indonesia terhadap sejumlah ekonom, ekspor diramal tumbuh sebesar 11,3% YoY, sedangkan impor diekspektasikan hanya tumbuh sebesar 13,4% YoY.
Apabila ditarik secara historis, defisit neraca perdagangan bulan lalu merupakan yang terparah dalam 5 tahun terakhir atau sejak Juli 2013. Sepanjang tahun ini, defisit neraca perdagangan sudah mencapai US$ 3,1 miliar.
Defisit neraca perdagangan yang begitu lebar akan memberikan tekanan lebih lanjut bagi transaksi berjalan (current account deficit). Pada kuartal-II 2018, defisit transaksi berjalan sudah menembus level 3% dari Produk Domestik Bruto (PDB), yakni di level 3,04%. Padahal pada kuartal-I 2018, defisitnya hanya sebesar 2,21% PDB. Sebagai catatan, kali terakhir defisit transaksi berjalan menyentuh level 3% PDB adalah pada kuartal-III 2014 silam.
IHSG mulai berbalik arah setelah Bank Indonesia (BI) mengumumkan suku bunga 7 Day Reverse Repo Rate. Dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) edisi Agustus 2018, BI memutuskan untuk menaikkan suku bunga acuan sebesar 25 basis poin (bps) menjadi 5,5%.
Kenaikan ini juga merupakan kejutan, karena tidak sesuai dengan ekpektasi pelaku pasar. Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia memperkirakan BI masih menahan suku bunga acuan di 5,25%.
Berkat kenaikan BI 7 Day Reverse Repo Rate, rupiah sempat menguat di hadapan dolar AS. Namun penguatan itu tidak bertahan lama, karena rupiah tetap melemah 0,14% ke Rp 14.595/US$ saat penutupan pasar.
Meski begitu, kenaikan suku bunga acuan mampu menipiskan depresiasi rupiah. Setidaknya dolar AS bisa di bawah level Rp 14.600.
Kemarin, IHSG ditutup naik lumayan signifikan yaitu 0,81%. Sebelumnya, IHSG sempat melemah hingga 1,39%.
IHSG menjadi salah satu yang terbaik di Asia karena bursa lainnya mayoritas terpeleset. Indeks Nikkei 225 ditutup melemah 0,68%, Hang Seng jatuh 1,55%, Shanghai Composite anjlok 2,06%, dan Straits Time berkurang 0,47%.
Tekanan yang sempat menghinggapi IHSG datang dari rilis data perdagangan internasional. Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan, ekspor pada Juli 2018 tumbuh 19,33% secara tahunan (year-on-year/YoY), sementara impor meroket hingga 31,56% YoY. Akibat impor yang begitu kencang, neraca perdagangan mencatatkan defisit sebesar US$ 2,03 miliar.
Defisit perdagangan pada bulan lalu juga jauh lebih dalam dibandingkan konsensus yang dihimpun oleh CNBC Indonesia yakni sebesar US$ 640 juta. Berdasarkan survei CNBC Indonesia terhadap sejumlah ekonom, ekspor diramal tumbuh sebesar 11,3% YoY, sedangkan impor diekspektasikan hanya tumbuh sebesar 13,4% YoY.
Apabila ditarik secara historis, defisit neraca perdagangan bulan lalu merupakan yang terparah dalam 5 tahun terakhir atau sejak Juli 2013. Sepanjang tahun ini, defisit neraca perdagangan sudah mencapai US$ 3,1 miliar.
Defisit neraca perdagangan yang begitu lebar akan memberikan tekanan lebih lanjut bagi transaksi berjalan (current account deficit). Pada kuartal-II 2018, defisit transaksi berjalan sudah menembus level 3% dari Produk Domestik Bruto (PDB), yakni di level 3,04%. Padahal pada kuartal-I 2018, defisitnya hanya sebesar 2,21% PDB. Sebagai catatan, kali terakhir defisit transaksi berjalan menyentuh level 3% PDB adalah pada kuartal-III 2014 silam.
IHSG mulai berbalik arah setelah Bank Indonesia (BI) mengumumkan suku bunga 7 Day Reverse Repo Rate. Dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) edisi Agustus 2018, BI memutuskan untuk menaikkan suku bunga acuan sebesar 25 basis poin (bps) menjadi 5,5%.
Kenaikan ini juga merupakan kejutan, karena tidak sesuai dengan ekpektasi pelaku pasar. Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia memperkirakan BI masih menahan suku bunga acuan di 5,25%.
Berkat kenaikan BI 7 Day Reverse Repo Rate, rupiah sempat menguat di hadapan dolar AS. Namun penguatan itu tidak bertahan lama, karena rupiah tetap melemah 0,14% ke Rp 14.595/US$ saat penutupan pasar.
Meski begitu, kenaikan suku bunga acuan mampu menipiskan depresiasi rupiah. Setidaknya dolar AS bisa di bawah level Rp 14.600.
Pages
Most Popular