Newsletter

Perang Dagang, Perang Sungguhan, dan Nasib IHSG

Hidayat Setiaji & Anthony Kevin & Raditya Hanung, CNBC Indonesia
03 August 2018 05:44
Cermati Sentimen Penggerak Pasar Hari Ini (3)
Foto: Reuters
Faktor keempat adalah harga minyak. Pada pukul 04:38 WIB, harga minyak jenis light sweet melesat 1,97% dan brent melonjak 1,3%.  

Penyebab kenaikan harga si emas hitam adalah ekspektasi penurunan pasokan. Mengutip Reuters, beberapa pejabat di Washington menyebutkan bahwa Iran akan melaksanakan latihan militer besar-besaran dalam waktu dekat. 

"Kami menyadari ada peningkatan operasi Iran di Teluk Arab, Selat Hormuz, dan Teluk Oman. Kami memonitor dengan seksama dan akan bekerja sama dengan mitra kami di sana untuk memastikan kelancaran arus perdagangan melalui jalur laut," ungkap Bill Urban, Juru Bicara Pusat Komando AS yang membawahi pasukan AS di Timur Tengah. 

Sumber-sumber lain di pemerintahan AS mengungkapkan bahwa Teheran menyiapkan lebih dari 100 kapal perang untuk latihan militer. Tidak hanya itu, ratusan prajurit Angkatan Darat juga telah disiagakan. Para sumber itu menyebut bahwa latihan militer Iran akan dimulai dalam 48 jam ke depan. 

Langkah Iran itu tentu akan membuat Timur Tengah menjadi tegang. Tensi yang meninggi bukan tidak mungkin akan menghambat produksi maupun distribusi minyak di kawasan penghasil emas hitam terbesar di dunia tersebut. Harga minyak pun langsung terdongrak karena kekhawatiran penurunan pasokan. 

Kenaikan harga minyak bisa menjadi sentimen positif bagi IHSG. Saat harga minyak naik, emiten migas dan pertambangan akan mendapat apresiasi pelaku pasar.

Meski kita tentu berharap tidak ada ketegangan di Timur Tengah yang bisa berujung pada agresi militer. Kali ini ancamannya bukan perang dagang, tetapi perang sungguhan.

Faktor kelima, masih terkait komoditas, adalah rencana pemerintah menerapkan wajib bauran minyak sawit mentah (Crude Palm Oil/CPO) sebanyak 20% untuk minyak diesel atau solar. Kebijakan yang dikenal dengan istilah B20 ini berpotensi meningkatkan permintaan CPO domestik kala permintaan dari luar negeri cenderung lesu.

Permintaan CPO Indonesia merosot terutama karena India menerapkan kebijakan bea masuk untuk komoditas ini. Maret lalu, India menaikkan bea masuk CPO dari 30% menjadi 44%. Bea masuk untuk CPO yang sudah diolah juga naik dari 40% menjadi 54%. 

Indonesia adalah eksportir utama CPO dunia. Tahun lalu, ekspor CPO Indonesia mencapai US$ 18,5 miliar yang mencakup 55,5% dari total ekspor CPO dunia. Malaysia ada di posisi kedua dengan nilai US$ 9,7 miliar (29%). 

India adalah tujuan utama ekspor CPO dari Indonesia, dengan nilai US$ 3,44 miliar. Disusul China di peringkat kedua dengan nilai US$ 1,64 miliar dan Pakistan di posisi ketiga dengan nilai US$ 1,29 miliar.  

Penerapan bea masuk di India menyebabkan permintaan dari negara tersebut menurun. Akibatnya, ekspor CPO Indonesia secara keseluruhan ikut terpengaruh.  

Oleh karena itu, kebijakan B20 diharapkan mampu menolong kinerja industri CPO dalam negeri dengan meningkatkan permintaan domestik. Hal ini bisa menjadi sentimen positif karena akan mendongkrak profitabilitas dari para emiten CPO. 

(aji/aji)
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular