Newsletter

Perang Dagang Lagi...

Hidayat Setiaji & Anthony Kevin & Raditya Hanung, CNBC Indonesia
02 August 2018 06:35
Perang Dagang Bebani Wall Street, Untung Ada Apple
Foto: REUTERS/Carlos Barria
Dari Wall Street, tiga indeks utama berakhir variatif. Dow Jones Industrial Average (DJIA) turun 0,32%, S&P 500 melemah 0,1%, tetapi Nasdaq menguat 0,57%. 

Terpelesetnya DJIA dan S&P 500 disebabkan oleh saham-saham emiten industri. Saham Caterpillar merosot 3,66%, 3M jatuh 2,48%, dan Boeing turun 0,99%. 

Penyebabnya adalah kembali munculnya isu perang dagang. Reuters melaporkan, seorang sumber mengungkap bahwa Presiden AS Donald Trump akan segera mengumumkan aturan pengenaan bea masuk baru terhadap importasi produk-produk China senilai US$ 200 miliar. Tarifnya bukan lagi 10% seperti rencana awal, tetapi 25%.  

Produk-produk yang akan kena bea masuk 25% itu antara lain makanan jadi, produk kimia, makanan anjing, furnitur, karpet, ban mobil, sarung tangan bisbol, sampai produk kecantikan. Meski harus melalui proses dengar pendapat, tetapi jika Trump sampai mengumumkan maka akan menjadi sentimen negatif bagi pasar keuangan global. Apalagi tarifnya bea masuk dinaikkan menjadi 25%. 

"Kemungkinan kenaikan tarif bea masuk itu bertujuan untuk mendorong China agar mengubah kebijakannya supaya dapat menciptakan pasar yang lebih adil dan bermanfaat bagi seluruh warga AS," tegas Kepala US Trade Representative Robert Lighthizer dalam pernyataan tertulis, dikutip dari Reuters.  

Beijing pun merespons dengan nada keras. Geng Shuang, Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China, menilai langkah AS sebagai upaya pemerasan. China pun siap membalas jika AS betul-betul memberlakukan bea masuk baru bagi produk-produk asal Negeri Tirai Bambu. 

"Tekanan dan pemerasan AS tidak akan berpengaruh. Jika AS benar-benar menempuh kebijakan lanjutan, maka China akan melakukan balasan untuk melindungi kepentingan nasional," kata Geng, mengutip Reuters. 

Perang dagang adalah sebuah isu besar yang bisa mempengaruhi prospek perekonomian dunia. Ketika perdagangan dunia bermasalah akibat saling proteksi, maka pertumbuhan ekonomi terancam. Oleh karena itu, investor pun sukses dibuat mundur teratur. 

Saham-saham perusahaan yang mengandalkan China sebagai pasar ekspor utama pun melemah. Itulah penyebab koreksi saham Caterpillar atau Boeing. 

Namun koreksi DJIA dan S&P 500 (bahkan Nasdaq masih mampu menguat lumayan tajam) tertolong oleh kinerja saham-saham teknologi. Saham Apple melesat dengan penguatan 5,89%, sementara saham Intel naik 1,48%. 

Saham Apple masih terdampak rilis laporan keuangan yang lebih baik dari ekspektasi. Pada kuartal IV tahun fiskal berjalan,  Apple memperkirakan pendapatan naik dari US$ 60 miliar menjadi US$ 62 miliar. Di atas proyeksi pasar yang memperkirakan di US$ 59,6 miliar. 

Biasanya Apple merilis iPhone model baru pada September, dan penjualan pun melesat. Pada September tahun ini, Apple diperkirakan akan meluncurkan model terbaru iPhone X dengan layar penuh (full screen) dan berbagai fitur lainnya. 

Sementara hasil rapat The Federal Reserve/The Fed sepertinya kurang berdampak di Wall Street. Sebab, hasilnya sudah sesuai dengan perkiraan pasar. 

The Fed memutuskan untuk menahan suku bunga acuan di 1,75-2%. Namun, Jerome Powell dan kolega memberi petunjuk yang semakin kuat bahwa suku bunga acuan kemungkinan besar naik pada rapat bulan depan. 

"Pembukaan lapangan kerja begitu besar, angka pengangguran bertahan di tingkat rendah. Konsumsi rumah tangga dan dunia usaha pun tumbuh dengan kuat," sebut pernyataan The Fed. 

Pernyataan tersebut membuat pasar memperkirakan suku bunga acuan akan naik dua kali lagi yaitu pada September dan Desember. Probabilitas kenaikan pada September mencapai 91%, sementara Desember adalah 71%, mengutip CME Fedwatch. 

Namun, perkembangan dari The Fed tidak banyak direspons pelaku pasar saham. Selain sesuai dengan perkiraan, isu perang dagang juga sepertinya lebih dominan. 

(aji/aji)
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular