
Newsletter
IHSG di Antara Kencangnya Ekonomi AS dan Kebijakan Batu Bara
Hidayat Setiaji & Anthony Kevin & Raditya Hanung, CNBC Indonesia
30 July 2018 04:55

Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mencatatkan performa yang bagus pada pekan lalu. Sepanjang 5 hari perdagangan, IHSG tidak pernah ditutup di zona merah.
Sepanjang pekan lalu, IHSG menguat 1,98%. IHSG menjadi yang terkuat kedua di Asia setelah Hang Seng yang melesat 2,05% di periode yang sama.
Sebagai informasi, selama seminggu lalu bursa regional memang kompak bergerak di zona hijau. Indeks Shanghai Somposite naik 1,57%, Straits Times tumbuh 0,82%, Kospi menguat 0,25%, Nikkei 225 bertambah 0,06%, KLSE (Malaysia) melaju 0,82%, dan SET (Thailand) melambung 1,84%.
Menurunnya tensi perang dagang menjadi bahan bakar laju bursa saham Benua Kuning. Perundingan dagang Amerika Serikat (AS) dan Uni Eropa berjalan kondusif. Presiden AS Donald Trump dan Presiden Uni Eropa Jean-Claude Juncker sepakat untuk menurunkan hambatan tarif (tariff barrier) dan non-tarif (non-tariff barrier) di bidang perdagangan.
"Kami sepakat bekerja bersama untuk menuju tarif nol, tidak adanya non-tariff barrier, dan tidak ada subsidi bagi produk-produk non otomotif. Kami juga akan meningkatkan perdagangan di bidang jasa, farmasi, produk-produk kesehatan, juga kedelai," ungkap Trump dalam konferensi pers di Gedung Putih, dikutip dari Reuters.
Dengan berbagai kesepakatan itu, Trump dan Juncker akan memulai proses perundingan untuk membahas isu bea masuk baja dan aluminium dari Uni Eropa ke AS. Mereka juga akan membahas bea masuk balasan yang dikenakan Uni Eropa atas beragam produk Negeri Paman Sam. Ada kemungkinan pengenaan berbagai bea masuk itu akan dibatalkan.
Kabar baik lainnya datang dari Senat AS yang meloloskan Rancangan Undang-Undang (RUU) yang akan mengurangi atau bahkan menghilangkan bea masuk bagi produk-produk impor asal China. Sejatinya, RUU ini tak hanya menyasar produk-produk asal China saja. Namun, berdasarkan analisis dari Reuters, dari sekitar 1.660 produk yang akan diuntungkan oleh kebijakan ini hampir setengahnya diproduksi di China.
Sebelumnya, Kongres AS juga telah memberikan persetujuan terhadap RUU ini. Dengan persetujuan dari Senat, maka kedua belah pihak akan bekerja sama untuk menyelesaikan perbedaan-perbedaan yang masih ada, sebelum pada akhirnya mengirimkan RUU tersebut ke meja Presiden Trump untuk disahkan menjadi UU.
Masih dari isu perdagangan, angin segar juga datang dari Menteri Keuangan AS Steve Mnuchin yang menyampaikan bahwa Negeri Paman Sam telah membuat kemajuan terkait Perjanjian Perdagangan Bebas Amerika Utara (North American Free Trade Agreement/NAFTA), dan berharap mengamankan kesepakatan pada waktu dekat.
Selain didukung meredanya tensi perang dagang, bursa Asia juga mendapatkan bahan bakar dari pemerintah China yang berjanji untuk menerapkan kebijakan fiskal yang ekspansif guna mendukung pertumbuhan ekonomi, seiring dengan melemahnya laju ekonomi Negeri Panda. Sebelumnya, Bank Sentral China (PBoC) secara mengejutkan menyuntikkan likuiditas ke sistem perbankan sebesar 502 miliar yuan atau setara Rp 1.058,2 triliun dalam bentuk pinjaman kepada bank-bank komersial.
Suntikan ini merupakan yang terbesar yang pernah digelontorkan ke pasar dalam bentuk lending facility jangka menengah. Dengan kebijakan fiskal dan moneter yang lebih ekspansif, likuiditas akan berlimpah sehingga laju perekonomian China diharapkan bisa dipertahankan di level yang relatif tinggi.
Sementara dari dalam negeri, sepertinya investor menyambut positif rencana 'operasi' penyelamatan rupiah oleh pemerintah. Demi mengurangi beban impor yang bisa menekan rupiah, pemerintah berencana menunda proyek-proyek infrastruktur non-strategis. Tampaknya pasar menyadari bahwa penundaan proyek-proyek non-strategis perlu dilakukan mengingat prioritas pemerintah dan Bank Indonesia (BI) saat ini adalah menjaga stabilitas rupiah.
Sejak awal tahun, rupiah sudah melemah 6,2% terhadap dolar AS. BI sudah menaikkan suku bunga 100 basis poin dalam 3 bulan untuk memancing masuknya arus modal asing sehingga bisa menjadi pijakan penguatan rupiah. Kini mungkin sudah saatnya pemerintah berkontribusi terhadap upaya penyelamatan rupiah, salah satunya dengan mengurangi beban impor akibat proyek-proyek infrastruktur.
Sepanjang pekan lalu, IHSG menguat 1,98%. IHSG menjadi yang terkuat kedua di Asia setelah Hang Seng yang melesat 2,05% di periode yang sama.
Sebagai informasi, selama seminggu lalu bursa regional memang kompak bergerak di zona hijau. Indeks Shanghai Somposite naik 1,57%, Straits Times tumbuh 0,82%, Kospi menguat 0,25%, Nikkei 225 bertambah 0,06%, KLSE (Malaysia) melaju 0,82%, dan SET (Thailand) melambung 1,84%.
Menurunnya tensi perang dagang menjadi bahan bakar laju bursa saham Benua Kuning. Perundingan dagang Amerika Serikat (AS) dan Uni Eropa berjalan kondusif. Presiden AS Donald Trump dan Presiden Uni Eropa Jean-Claude Juncker sepakat untuk menurunkan hambatan tarif (tariff barrier) dan non-tarif (non-tariff barrier) di bidang perdagangan.
"Kami sepakat bekerja bersama untuk menuju tarif nol, tidak adanya non-tariff barrier, dan tidak ada subsidi bagi produk-produk non otomotif. Kami juga akan meningkatkan perdagangan di bidang jasa, farmasi, produk-produk kesehatan, juga kedelai," ungkap Trump dalam konferensi pers di Gedung Putih, dikutip dari Reuters.
Dengan berbagai kesepakatan itu, Trump dan Juncker akan memulai proses perundingan untuk membahas isu bea masuk baja dan aluminium dari Uni Eropa ke AS. Mereka juga akan membahas bea masuk balasan yang dikenakan Uni Eropa atas beragam produk Negeri Paman Sam. Ada kemungkinan pengenaan berbagai bea masuk itu akan dibatalkan.
Kabar baik lainnya datang dari Senat AS yang meloloskan Rancangan Undang-Undang (RUU) yang akan mengurangi atau bahkan menghilangkan bea masuk bagi produk-produk impor asal China. Sejatinya, RUU ini tak hanya menyasar produk-produk asal China saja. Namun, berdasarkan analisis dari Reuters, dari sekitar 1.660 produk yang akan diuntungkan oleh kebijakan ini hampir setengahnya diproduksi di China.
Sebelumnya, Kongres AS juga telah memberikan persetujuan terhadap RUU ini. Dengan persetujuan dari Senat, maka kedua belah pihak akan bekerja sama untuk menyelesaikan perbedaan-perbedaan yang masih ada, sebelum pada akhirnya mengirimkan RUU tersebut ke meja Presiden Trump untuk disahkan menjadi UU.
Masih dari isu perdagangan, angin segar juga datang dari Menteri Keuangan AS Steve Mnuchin yang menyampaikan bahwa Negeri Paman Sam telah membuat kemajuan terkait Perjanjian Perdagangan Bebas Amerika Utara (North American Free Trade Agreement/NAFTA), dan berharap mengamankan kesepakatan pada waktu dekat.
Selain didukung meredanya tensi perang dagang, bursa Asia juga mendapatkan bahan bakar dari pemerintah China yang berjanji untuk menerapkan kebijakan fiskal yang ekspansif guna mendukung pertumbuhan ekonomi, seiring dengan melemahnya laju ekonomi Negeri Panda. Sebelumnya, Bank Sentral China (PBoC) secara mengejutkan menyuntikkan likuiditas ke sistem perbankan sebesar 502 miliar yuan atau setara Rp 1.058,2 triliun dalam bentuk pinjaman kepada bank-bank komersial.
Suntikan ini merupakan yang terbesar yang pernah digelontorkan ke pasar dalam bentuk lending facility jangka menengah. Dengan kebijakan fiskal dan moneter yang lebih ekspansif, likuiditas akan berlimpah sehingga laju perekonomian China diharapkan bisa dipertahankan di level yang relatif tinggi.
Sementara dari dalam negeri, sepertinya investor menyambut positif rencana 'operasi' penyelamatan rupiah oleh pemerintah. Demi mengurangi beban impor yang bisa menekan rupiah, pemerintah berencana menunda proyek-proyek infrastruktur non-strategis. Tampaknya pasar menyadari bahwa penundaan proyek-proyek non-strategis perlu dilakukan mengingat prioritas pemerintah dan Bank Indonesia (BI) saat ini adalah menjaga stabilitas rupiah.
Sejak awal tahun, rupiah sudah melemah 6,2% terhadap dolar AS. BI sudah menaikkan suku bunga 100 basis poin dalam 3 bulan untuk memancing masuknya arus modal asing sehingga bisa menjadi pijakan penguatan rupiah. Kini mungkin sudah saatnya pemerintah berkontribusi terhadap upaya penyelamatan rupiah, salah satunya dengan mengurangi beban impor akibat proyek-proyek infrastruktur.
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular