
NEWSLETTER
Siap Berjalan di Karpet Hijau, IHSG?
Hidayat Setiaji & Raditya Hanung & Anthony Kevin, CNBC Indonesia
25 June 2018 05:44

Sementara dari luar negeri, ada pula beberapa hal yang perlu dicermati. Pertama tentu perang dagang, isu yang belum benar-benar selesai. Dinamikanya terus bergulir dan semakin lama semakin melibatkan banyak negara.
Setelah AS terlibat friksi dengan China, Kanada, dan Meksiko, kini giliran Uni Eropa yang panas dengan kelakuan Trump. Setelah mantan pembawa acara reality show The Apprentice itu mengancam akan mengenakan bea masuk 20% untuk mobil-mobil Eropa, Benua Biru tidak gentar.
"Kalau AS akan mengenakan bea masuk, maka kami tidak punya pilihan. Kami siap bertindak," tegas Jyrki Katainen, Wakil Presiden Komisi Uni Eropa, seperti dikutip dari Reuters.
"Namun kami tidak ingin berdebat di depan publik lewat Twitter. Seharusnya kita semua tidak membuat eskalasi isu ini semakin tinggi," sindirnya lagi.
Perkembangan perang dagang yang semakin lama bukan semakin mereda tentu perlu diwaspadai. Bisa jadi sentimen ini kembali menyeret bursa saham Asia ke teritori negatif, dan bukan tidak mungkin Indonesia juga salah satunya.
Faktor eksternal kedua yang perlu dicermati adalah harga minyak. Harga si emas hitam saat ini melonjak, didorong oleh keputusan Organisasi Negara-negara Eksportir Minyak (OPEC) yang dinilai cukup moderat.
Dalam pertemuan di Wina (Austria) akhir pekan lalu, OPEC sepakat untuk menaikkan produksi minyak sekitar 1 juta barel/hari. Namun tidak ada target yang dibebankan kepada masing-masing negara anggota.
Pelaku pasar menilai kenaikan produksi 1 juta barel/hari tidak terlalu besar. Bahkan secara riil di lapangan, kenaikan produksi mungkin hanya sekitar 770.000 barel/hari karena beberapa negara seperti Venezuela atau Iran akan sulit menaikkan produksi minyak. Oleh karena itu, kenaikan produksi tersebut diperkirakan bisa diserap oleh pasar sehingga tidak akan ada kelebihan pasokan yang terlampau besar.
"Kami awalnya mengira akan ada kenaikan produksi sampai 1,8 juta barel/hari. Namun nyatanya mungkin tidak sampai 1 juta barel/hari," ujar John Kilduff, Analis di Again Capital, dikutip dari Reuters.
Jika euforia keputusan OPEC ini berlanjut, maka harga minyak bisa memperpanjang reli pada perdagangan hari ini. Kenaikan harga minyak bisa berdampak positif kepada IHSG, sebab emiten migas dan pertambangan bisa mendapatkan apresiasi dari investor.
Faktor eksternal ketiga adalah nilai tukar dolar AS. Setelah menguat tajam selama berhari-hari, bahkan lebih dari sepekan, dolar AS mulai terdepresiasi.
Sepertinya aksi ambil untung tengah menghinggapi greenback. Dollar Index, yang mencerminkan posisi dolar AS di hadapan enam mata uang utama, saat ini melemah 0,24%.
Selain ambil untung, ada pula persepsi bahwa mungkin The Federal Reserve/The Fed tidak akan menempuh kenaikan suku bunga yang terlalu agresif. Pasar mulai memperkirakan The Fed bisa menaikkan suku bunga acuan sampai empat kali sepanjang tahun ini. Lebih banyak proyeksi sebelumnya yaitu tiga kali. Namun bisa saja The Fed tidak akan menaikkan suku bunga empat kali.
Berdasarkan CNBC Global CFO Council Quarterly Survey periode kuartal-II 2018, hanya 11,6% responden yang memproyeksikan The Fed akan menaikkan suku bunga acuan sebanyak empat kali atau lebih pada tahun ini. Mayoritas responden (53,5%) masih menebak The Fed hanya akan mengerek suku bunga acuannya tiga kali.
Penyebabnya adalah perang dagang, yang bisa mengancam pemulihan ekonomi di Negeri Adidaya. Sebanyak 35,1% responden menganggap kebijakan perdagangan AS menjadi risiko eksternal terbesar. Lebih lanjut, hampir sebanyak 65% responden CFO di Amerika Utara menganggap bahwa kebijakan perdagangan AS akan membawa dampak negatif bagi perusahaan dalam waktu enam bulan ke depan.
Kabar ini tentu menjadi pemberat bagi laju greenback, dan akhirnya menjadi salah satu pemicu ambil untung. Dolar AS pun terdepresiasi terhadap berbagai mata uang.
Rupiah bisa memanfaatkan situasi ini dengan mencetak apresiasi. Jika rupiah berhasil menguat, maka akan menjadi energi tambahan bagi IHSG.
Sepertinya sentimen yang ada cukup berat ke arah positif. Apalagi dengan koreksi IHSG yang sudah cukup dalam, sepertinya berburu aset-aset di Bursa Efek Indonesia menjadi menyenangkan.
Oleh karena itu, ada kemungkinan IHSG bisa rebound dan kembali ke zona hijau. Namun syaratnya adalah tidak ada peningkatan tensi perang. Syarat kedua adalah data perdagangan internasional harus positif, minimal sesuai dengan ekspektasi pasar.
Jika kedua syarat itu terpenuhi, maka kemungkinan besar IHSG akan berjalan di atas karpet hijau...
(aji/aji)
Setelah AS terlibat friksi dengan China, Kanada, dan Meksiko, kini giliran Uni Eropa yang panas dengan kelakuan Trump. Setelah mantan pembawa acara reality show The Apprentice itu mengancam akan mengenakan bea masuk 20% untuk mobil-mobil Eropa, Benua Biru tidak gentar.
"Kalau AS akan mengenakan bea masuk, maka kami tidak punya pilihan. Kami siap bertindak," tegas Jyrki Katainen, Wakil Presiden Komisi Uni Eropa, seperti dikutip dari Reuters.
"Namun kami tidak ingin berdebat di depan publik lewat Twitter. Seharusnya kita semua tidak membuat eskalasi isu ini semakin tinggi," sindirnya lagi.
Perkembangan perang dagang yang semakin lama bukan semakin mereda tentu perlu diwaspadai. Bisa jadi sentimen ini kembali menyeret bursa saham Asia ke teritori negatif, dan bukan tidak mungkin Indonesia juga salah satunya.
Faktor eksternal kedua yang perlu dicermati adalah harga minyak. Harga si emas hitam saat ini melonjak, didorong oleh keputusan Organisasi Negara-negara Eksportir Minyak (OPEC) yang dinilai cukup moderat.
Dalam pertemuan di Wina (Austria) akhir pekan lalu, OPEC sepakat untuk menaikkan produksi minyak sekitar 1 juta barel/hari. Namun tidak ada target yang dibebankan kepada masing-masing negara anggota.
Pelaku pasar menilai kenaikan produksi 1 juta barel/hari tidak terlalu besar. Bahkan secara riil di lapangan, kenaikan produksi mungkin hanya sekitar 770.000 barel/hari karena beberapa negara seperti Venezuela atau Iran akan sulit menaikkan produksi minyak. Oleh karena itu, kenaikan produksi tersebut diperkirakan bisa diserap oleh pasar sehingga tidak akan ada kelebihan pasokan yang terlampau besar.
"Kami awalnya mengira akan ada kenaikan produksi sampai 1,8 juta barel/hari. Namun nyatanya mungkin tidak sampai 1 juta barel/hari," ujar John Kilduff, Analis di Again Capital, dikutip dari Reuters.
Jika euforia keputusan OPEC ini berlanjut, maka harga minyak bisa memperpanjang reli pada perdagangan hari ini. Kenaikan harga minyak bisa berdampak positif kepada IHSG, sebab emiten migas dan pertambangan bisa mendapatkan apresiasi dari investor.
Faktor eksternal ketiga adalah nilai tukar dolar AS. Setelah menguat tajam selama berhari-hari, bahkan lebih dari sepekan, dolar AS mulai terdepresiasi.
Sepertinya aksi ambil untung tengah menghinggapi greenback. Dollar Index, yang mencerminkan posisi dolar AS di hadapan enam mata uang utama, saat ini melemah 0,24%.
Selain ambil untung, ada pula persepsi bahwa mungkin The Federal Reserve/The Fed tidak akan menempuh kenaikan suku bunga yang terlalu agresif. Pasar mulai memperkirakan The Fed bisa menaikkan suku bunga acuan sampai empat kali sepanjang tahun ini. Lebih banyak proyeksi sebelumnya yaitu tiga kali. Namun bisa saja The Fed tidak akan menaikkan suku bunga empat kali.
Berdasarkan CNBC Global CFO Council Quarterly Survey periode kuartal-II 2018, hanya 11,6% responden yang memproyeksikan The Fed akan menaikkan suku bunga acuan sebanyak empat kali atau lebih pada tahun ini. Mayoritas responden (53,5%) masih menebak The Fed hanya akan mengerek suku bunga acuannya tiga kali.
Penyebabnya adalah perang dagang, yang bisa mengancam pemulihan ekonomi di Negeri Adidaya. Sebanyak 35,1% responden menganggap kebijakan perdagangan AS menjadi risiko eksternal terbesar. Lebih lanjut, hampir sebanyak 65% responden CFO di Amerika Utara menganggap bahwa kebijakan perdagangan AS akan membawa dampak negatif bagi perusahaan dalam waktu enam bulan ke depan.
Kabar ini tentu menjadi pemberat bagi laju greenback, dan akhirnya menjadi salah satu pemicu ambil untung. Dolar AS pun terdepresiasi terhadap berbagai mata uang.
Rupiah bisa memanfaatkan situasi ini dengan mencetak apresiasi. Jika rupiah berhasil menguat, maka akan menjadi energi tambahan bagi IHSG.
Sepertinya sentimen yang ada cukup berat ke arah positif. Apalagi dengan koreksi IHSG yang sudah cukup dalam, sepertinya berburu aset-aset di Bursa Efek Indonesia menjadi menyenangkan.
Oleh karena itu, ada kemungkinan IHSG bisa rebound dan kembali ke zona hijau. Namun syaratnya adalah tidak ada peningkatan tensi perang. Syarat kedua adalah data perdagangan internasional harus positif, minimal sesuai dengan ekspektasi pasar.
Jika kedua syarat itu terpenuhi, maka kemungkinan besar IHSG akan berjalan di atas karpet hijau...
(aji/aji)
Next Page
Simak Agenda dan Data Berikut Ini
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular