Newsletter

Siap Berjalan di Karpet Hijau, IHSG?

Hidayat Setiaji & Raditya Hanung & Anthony Kevin, CNBC Indonesia
25 June 2018 05:44
Siap Berjalan di Karpet Hijau, IHSG?
Foto: CNBC Indonesia/Muhammad Sabki
Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) terkoreksi dalam selama tiga hari perdagangan awal selepas libur panjang Idul Fitri. Situasi global yang kurang kondusif dan minimnya sentimen penggerak pasar dari dalam negeri membuat Indeks sulit menguat. 

Pada perdagangan akhir pekan lalu, IHSG melemah tipis 0,01%. Sehingga dalam tiga hari perdagangan awal usai cuti bersama Idul Fitri, IHSG sudah melemah sekitar 2,87%. 

Pasar saham Indonesia baru dibuka pada 20 Juni setelah libur selama lebih dari sepekan. Pada awal-awal perdagangan, investor terlihat masih jet lag karena selama libur begitu banyak hal yang terjadi. Masa penyesuaian menjadi sedikit bergelombang atau bumpy. 

Namun seiring perjalanan, pasar mulai menyesuaikan diri. Akhirnya koreksi IHSG pun semakin menipis dan mulai bisa mengikuti laju pasar global. 

Pekan ini, sentimen yang sangat mempengaruhi pasar adalah perang dagang. Diawali dengan kebijakan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump yang mengenakan bea masuk 25% terhadap lebih dari 800 produk China mulai 6 Juli. Kebijakan ini memantik balas dendam Beijing, yang juga akan memberlakukan bea masuk 25% kepada lebih dari 600 produk AS mulai 6 Juli. 

Beberapa hari kemudian, Uni Eropa turun gelanggang. Uni Eropa akan memberlakukan bea masuk 25% bagi berbagai produk AS karena Trump telah mengenakan kebijakan serupa untuk baja dan aluminium dari Benua Biru.

Produk-produk asal AS yang akan terkena bea masuk adalah jagung manis, kacang, jins, minuman bourbon, sampai sepeda motor. Nilai perdagangan produk-produk ini mencapai US$ 3,2 miliar (Rp 45,2 triliun). 
 

Perkembangan ini membuat pelaku pasar masih agak ragu-ragu. Hantu perang dagang masih bergentayangan, belum sepenuhnya pergi.  

Isu perang dagang juga menyebabkan bursa saham utama Asia pun mengalami koreksi secara mingguan. Indeks Hang Seng anjlok 3,2%, Shanghai Composite amblas 4,4%, Kospi turun 1,9%, Nikkei 225 melemah 1,21%, dan Straits Times berkurang 1,1%. 

Sementara dari dalam negeri, hampir tidak ada sentimen yang bisa membantu IHSG. Seperti halnya pasar saham pasar valas pun masih jet lag karena tutup cukup lama. Akibatnya, rupiah seakan kehilangan arah kala pasar dibuka kembali. 

Pasar valas baru dibuka sehari setelah pasar saham yaitu 21 Juni. Begitu dibuka, rupiah langsung ditutup melemah 1,24%. Akhir pekan lalu, rupiah mampu menguat 0,16% sehingga secara mingguan rupiah masih terdepresiasi 1,08%. 

Rupiah yang melemah membuat berinvestasi di instrumen berbasis mata uang ini menjadi kurang menguntungkan, terutama bagi investor asing. Akibatnya, investor asing cenderung keluar dari pasar saham Indonesia. Dalam tiga hari perdagangan pekan lalu, nilai jual bersih investor asing mencapai Rp 3,72 triliun. 

Dari Wall Street, tiga indeks utama ditutup bervariasi akhir pekan lalu. Dow Jones Industrial Average (DJIA) menguat 0,49%, S&P 500 naik 0,19%, tetapi Nasdaq terkoreksi 0,28%. 

Namun secara mingguan, ketiga indeks ini berada di zona merah. DJIA anjlok 2%, S&P 500 turun 0,9%, dan Nasdaq berkurang 0,7%.  

Cerita di Wall Street sama dengan di Asia, yaitu perang dagang. Apalagi AS adalah 'pusat gempa' dari perang dagang ini. 

Sepanjang pekan lalu, saham-saham emiten yang diperkirakan terdampak perang dagang mendapat tekanan jual. Misalnya saham Boeing, yang sepanjang pekan lalu amblas 4,46%. China adalah pasar ekspor terbesar bagi Boeing, dan perang dagang tentu mengancam potensi tersebut.  

Selain Boeing, saham Caterpillar juga banyak dilepas investor sehingga harganya anjlok 5,88%. Seperti halnya Boeing, Caterpillar juga menjadikan China sebagai pasar ekspor utama. 

Secara umum, saham-saham sektor industri menjadi yang paling terpukul pekan lalu. Indeks saham industri turun cukup tajam yaitu 3,4%. Disusul oleh indeks saham material, yang turun 2,1%. 

Selain China, Presiden Trump juga kini lebih galak kepada Eropa. Setelah Uni Eropa akan menerapkan bea masuk kepada produk-produk AS, eks taipan properti itu pun siap melancarkan serangan balasan. 

"Jika bea masuk dan penghalang perdagangan di Uni Eropa tidak dicabut, maka kami akan mengenakan bea masuk 20% kepada mobil-mobil mereka. Bangun pabrik di sini!" tegas Trump melalui kicauan di Twitter. 

Kicauan Trump pada akhir pekan lalu tersebut membuat indeks saham otomotif di DJIA melemah sampai 1,4%. Tesla anjlok 4%, Harley-Davidson terkoreksi 2,5%, Ford turun 0,5%, dan GM melemah 0,4%. 

Selain perang dagang, sentimen lain yang mewarnai Wall Street adalah putusan Mahkamah Agung AS yang mewajibkan perusahaan e-commerce untuk memungut pajak penjualan. Dengan kebijakan ini, maka konsumen akan membayar lebih saat berbelanja online karena dipungut pajak.  

Selama ini, penjual online di AS tidak wajib memungut pajak kepada konsumen, karena tidak ada kehadiran fisik dalam transaksi. Faktor ini yang menjadi keunggulan besar toko online terhadap toko brick and mortar (fisik) karena harga di dunia maya lebih murah. 

Perkembangan ini membuat investor mencemaskan nasib perusahaan-perusahaan seperti Amazon atau eBay. Pasalnya, mereka bisa dikejar-kejar otoritas pajak jika sampai lalai memungut pajak.

Selama sepekan lalu, saham Amazon turun 0,48%. Sementara saham eBay melemah nyaris 2%. 


Untuk perdagangan hati ini, investor perlu mencermati sejumlah sentimen. Dari dalam negeri, yang pertama adalah rilis data perdagangan internasional periode Mei 2018 oleh Badan Pusat Statistik (BPS). 

Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia memperkirakan ekspor tumbuh 8,38% secara year-on-year (YoY) sementara impor melaju dengan pertumbuhan 12,125% YoY. Ini membuat neraca perdagangan mengalami defisit tipis sekitar US$ 1 juta. 

Sebagai informasi, ekspor pada bulan sebelumnya tumbuh 9,01% YoY dan impor melejit dengan pertumbuhan 34,68% YoY. Ini menyebabkan neraca perdagangan mencatatkan defisit yang cukup dalam yaitu US$ 1,63 miliar, terdalam sejak April 2014. 

Jika defisit kembali terjadi, apalagi lebih besar dari konsensus, maka rupiah berpeluang kembali tertekan. Pasalnya, situasi ini akan semakin mempersulit transaksi berjalan (current account).  

Pada kuartal I-2018, neraca berjalan sudah mencatat defisit sebesar US$5,5 miliar atau melebar lebih dari dua kali lipat dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Apabila ditinjau dalam rentang waktu yang lebih panjang, transaksi berjalan pada tiga bulan awal tahun ini adalah yang terparah sejak kuartal I-2013. 

Jika rupiah kembali melemah, maka tekanan jual di pasar keuangan Indonesia akan semakin besar. Investor asing bisa lagi-lagi melakukan jual bersih. Ini tentu menjadi sentimen negatif bagi IHSG. 

Masih dari dalam negeri, sentimen kedua adalah kabar relaksasi di sektor properti oleh Bank Indonesia (BI). Bank sentral  dikabarkan siap melakukan relaksasi aturan down payment Kredit Pemilikan Rumah (KPR) atau aturan Loan to Value dan Financing to Value (LTV/FTV). BI disebut akan mempermudah proses kepemilikan rumah seperti dengan memperbolehkan over kredit sampai dengan pencairan KPR secara inden. 

"Nanti kami umumkan. Down payment, relaksasi di inden, dan beberapa mengenai relaksasi pembayaran. Detailnya nanti dua hari. Sabar, nanti kami bahas lebih detail," ungkap Perry Warjiyo, Gubernur BI, akhir pekan lalu.

Saham-saham emiten properti sudah merespons positif kabar tersebut pada perdagangan akhir pekan lalu. Saham CTRA melambung 7,84%, SMRA lompat 3,28%, BSDE naik 1,86%, dan LPKR menguat 1,79%.  

Bisa jadi kenaikan saham-saham properti masih berlanjut hari ini. Sesuai dengan pameo 'buy the rumors and sell the news', sentimen ini bisa menjadi bahan bakar sebelum nantinya benar-benar diumumkan. Biasanya nanti setelah diumumkan, dan kalau sesuai dengan ekspektasi, maka sentimen ini baru mereda. Oleh karena itu, investor boleh berharap saham-saham properti bisa kembali menguat. 

Penguatan di sektor properti bisa menjadi katalis bagi sektor lainnya. Ini karena sifat properti sebagai leading sector, yang mempengaruhi bidang usaha lainnya mulai dari industri sampai keuangan. 


Sementara dari luar negeri, ada pula beberapa hal yang perlu dicermati. Pertama tentu perang dagang, isu yang belum benar-benar selesai. Dinamikanya terus bergulir dan semakin lama semakin melibatkan banyak negara. 

Setelah AS terlibat friksi dengan China, Kanada, dan Meksiko, kini giliran Uni Eropa yang panas dengan kelakuan Trump. Setelah mantan pembawa acara reality show The Apprentice itu mengancam akan mengenakan bea masuk 20% untuk mobil-mobil Eropa, Benua Biru tidak gentar. 

"Kalau AS akan mengenakan bea masuk, maka kami tidak punya pilihan. Kami siap bertindak," tegas Jyrki Katainen, Wakil Presiden Komisi Uni Eropa, seperti dikutip dari Reuters.  

"Namun kami tidak ingin berdebat di depan publik lewat Twitter. Seharusnya kita semua tidak membuat eskalasi isu ini semakin tinggi," sindirnya lagi. 

Perkembangan perang dagang yang semakin lama bukan semakin mereda tentu perlu diwaspadai. Bisa jadi sentimen ini kembali menyeret bursa saham Asia ke teritori negatif, dan bukan tidak mungkin Indonesia juga salah satunya. 

Faktor eksternal kedua yang perlu dicermati adalah harga minyak. Harga si emas hitam saat ini melonjak, didorong oleh keputusan Organisasi Negara-negara Eksportir Minyak (OPEC) yang dinilai cukup moderat. 

Dalam pertemuan di Wina (Austria) akhir pekan lalu, OPEC sepakat untuk menaikkan produksi minyak sekitar 1 juta barel/hari. Namun tidak ada target yang dibebankan kepada masing-masing negara anggota. 

Pelaku pasar menilai kenaikan produksi 1 juta barel/hari tidak terlalu besar. Bahkan secara riil di lapangan, kenaikan produksi mungkin hanya sekitar 770.000 barel/hari karena beberapa negara seperti Venezuela atau Iran akan sulit menaikkan produksi minyak. Oleh karena itu, kenaikan produksi tersebut diperkirakan bisa diserap oleh pasar sehingga tidak akan ada kelebihan pasokan yang terlampau besar. 

"Kami awalnya mengira akan ada kenaikan produksi sampai 1,8 juta barel/hari. Namun nyatanya mungkin tidak sampai 1 juta barel/hari," ujar John Kilduff, Analis di Again Capital, dikutip dari Reuters. 

Jika euforia keputusan OPEC ini berlanjut, maka harga minyak bisa memperpanjang reli pada perdagangan hari ini. Kenaikan harga minyak bisa berdampak positif kepada IHSG, sebab emiten migas dan pertambangan bisa mendapatkan apresiasi dari investor. 

Faktor eksternal ketiga adalah nilai tukar dolar AS. Setelah menguat tajam selama berhari-hari, bahkan lebih dari sepekan, dolar AS mulai terdepresiasi.

Sepertinya aksi ambil untung tengah menghinggapi greenback. Dollar Index, yang mencerminkan posisi dolar AS di hadapan enam mata uang utama, saat ini melemah 0,24%.

Selain ambil untung, ada pula persepsi bahwa mungkin The Federal Reserve/The Fed tidak akan menempuh kenaikan suku bunga yang terlalu agresif. Pasar mulai memperkirakan The Fed bisa menaikkan suku bunga acuan sampai empat kali sepanjang tahun ini. Lebih banyak proyeksi sebelumnya yaitu tiga kali. Namun bisa saja The Fed tidak akan menaikkan suku bunga empat kali. 

Berdasarkan CNBC Global CFO Council Quarterly Survey periode kuartal-II 2018, hanya 11,6% responden yang memproyeksikan The Fed akan menaikkan suku bunga acuan sebanyak empat kali atau lebih pada tahun ini. Mayoritas responden (53,5%) masih menebak The Fed hanya akan mengerek suku bunga acuannya tiga kali. 

Penyebabnya adalah perang dagang, yang bisa mengancam pemulihan ekonomi di Negeri Adidaya. Sebanyak 35,1% responden menganggap kebijakan perdagangan AS menjadi risiko eksternal terbesar. Lebih lanjut, hampir sebanyak 65% responden CFO di Amerika Utara menganggap bahwa kebijakan perdagangan AS akan membawa dampak negatif bagi perusahaan dalam waktu enam bulan ke depan.  

Kabar ini tentu menjadi pemberat bagi laju greenback, dan akhirnya menjadi salah satu pemicu ambil untung. Dolar AS pun terdepresiasi terhadap berbagai mata uang. 

Rupiah bisa memanfaatkan situasi ini dengan mencetak apresiasi. Jika rupiah berhasil menguat, maka akan menjadi energi tambahan bagi IHSG.  

Sepertinya sentimen yang ada cukup berat ke arah positif. Apalagi dengan koreksi IHSG yang sudah cukup dalam, sepertinya berburu aset-aset di Bursa Efek Indonesia menjadi menyenangkan.  

Oleh karena itu, ada kemungkinan IHSG bisa rebound dan kembali ke zona hijau. Namun syaratnya adalah tidak ada peningkatan tensi perang. Syarat kedua adalah data perdagangan internasional harus positif, minimal sesuai dengan ekspektasi pasar. 

Jika kedua syarat itu terpenuhi, maka kemungkinan besar IHSG akan berjalan di atas karpet hijau...


Berikut adalah peristiwa-peristiwa yang akan terjadi hari ini:

  • Rilis ringkasan opini Bank Of Japan (BoJ) yang mencakup proyeksi terhadap inflasi dan pertumbuhan ekonomi Jepang (6:50 WIB).
  • Rilis data neraca perdagangan Indonesia periode Mei 2018 (11:00 WIB).
  • Konferensi pers realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2018 sampai akhir Mei (14:00 WIB).
  • Rilis data penjualan rumah baru AS periode Mei 2018 (21:00 WIB).
Investor juga perlu mencermati aksi perusahaan yang akan diselenggarakan pada hari ini, yaitu:

PerusahaanJenis KegiatanWaktu
PT Lotte Chemical Titan Tbk (FPNI)RUPS Tahunan09:00
PT Nusantara Inti Corpora Tbk (UNIT)RUPS Tahunan09:00
PT Perdana Bangun Pusaka Tbk (KONI)RUPS Tahunan09:00
PT Intikeramik Alamasri Industri Tbk (IKAI)RUPSLB10:00
PT Merck Tbk (MERK)RUPS Tahunan10:00
PT Sat Nusapersada Tbk (PTSN)RUPS Tahunan10:00
PT Capital Financial Indonesia Tbk (CASA)RUPS Tahunan10:00
PT Jasuindo Tiga Perkasa Tbk (JTPE)RUPS Tahunan11:00
PT Leo Investments Tbk (ITTG)RUPS Tahunan14:00
PT Asuransi Harta Aman Pratama Tbk (AHAP)RUPSLB14:00
PT Elang Mahkota Teknologi Tbk (EMTK)RUPS Tahunan14:00
PT Star Petrochem Tbk (STAR)RUPS Tahunan14:00
PT Magna Investama Mandiri Tbk (MGNA)RUPS Tahunan14:00
PT Sidomulyo Selaras Tbk (SDMU)RUPS Tahunan14:00
PT Victoria Investama Tbk (VICO)RUPS Tahunan15:00

Berikut perkembangan sejumlah indeks bursa saham utama:

 IndeksClose% Change% YTD
IHSG5,821.81(0.01)(8.40)
LQ45909.180.21(15.77)
Dow Jones24,580.89 0.49 (0.56)
CSI3003,609.070.45(10.46)
Hang Seng29,338.700.15(1.94)
NIKKEI 22,516.83(0.78)(1.09)
Strait Times3,287.40(0.38)(3.39)

Berikut perkembangan nilai tukar sejumlah mata uang:  
Mata Uang Close% Change % YoY
USD/IDR14,075(0.16)5.63
EUR/USD1.160.474.09
GBP/USD1.330.144.13
USD/CHF0.99(0.38)1.59
USD/CAD1.32(0.32)0.21
USD/JPY109.96(0.02)(1.14)
AUD/USD0.740.81(1.70)

Berikut perkembangan harga sejumlah komoditas:  
 
Komoditas Close % Change % YoY
Minyak Light Sweet (US$/barel)68.584.6458.09
Minyak Brent (US$/barel)75.553.4264.85
Emas (US$/troy ons)1,268.490.131.97
CPO (MYR/ton)2,283.001.29(11.82)
Batu bara (US$/ton)107.251.4236.50
Tembaga (US$/pound)3.030.2515.52
Nikel (US$/ton)15,180.501.8568.09
Timah (US$/ton)20,400.00(0.49)6.11
Karet (JPY/kg)160.00(0.68)(17.36)
Kakao (US$/ton)2,484.00(1.00)37.31

Berikut perkembangan imbal hasil (yield) Surat Berharga Negara: 
 
Tenor Yield (%)
 5Y7.20
10Y7.51
15Y7.95
20Y7.95
30Y7.91
 
Berikut sejumlah indikator perekonomian nasional: 
 
IndikatorTingkat
Pertumbuhan ekonomi (Q I-2018 YoY)5.06%
Inflasi (Mei 2018 YoY)3.23
Defisit anggaran (APBN 2018)-2.19% PDB
Transaksi berjalan (Q I-2018)-2.15% PDB
Neraca pembayaran (Q I-2018)-US$ 3.85 miliar
Cadangan devisa (Mei 2018)US$ 122.9

TIM RISET CNBC INDONESIA


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular