
NEWSLETTER
Siap Berjalan di Karpet Hijau, IHSG?
Hidayat Setiaji & Raditya Hanung & Anthony Kevin, CNBC Indonesia
25 June 2018 05:44

Untuk perdagangan hati ini, investor perlu mencermati sejumlah sentimen. Dari dalam negeri, yang pertama adalah rilis data perdagangan internasional periode Mei 2018 oleh Badan Pusat Statistik (BPS).
Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia memperkirakan ekspor tumbuh 8,38% secara year-on-year (YoY) sementara impor melaju dengan pertumbuhan 12,125% YoY. Ini membuat neraca perdagangan mengalami defisit tipis sekitar US$ 1 juta.
Sebagai informasi, ekspor pada bulan sebelumnya tumbuh 9,01% YoY dan impor melejit dengan pertumbuhan 34,68% YoY. Ini menyebabkan neraca perdagangan mencatatkan defisit yang cukup dalam yaitu US$ 1,63 miliar, terdalam sejak April 2014.
Jika defisit kembali terjadi, apalagi lebih besar dari konsensus, maka rupiah berpeluang kembali tertekan. Pasalnya, situasi ini akan semakin mempersulit transaksi berjalan (current account).
Pada kuartal I-2018, neraca berjalan sudah mencatat defisit sebesar US$5,5 miliar atau melebar lebih dari dua kali lipat dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Apabila ditinjau dalam rentang waktu yang lebih panjang, transaksi berjalan pada tiga bulan awal tahun ini adalah yang terparah sejak kuartal I-2013.
Jika rupiah kembali melemah, maka tekanan jual di pasar keuangan Indonesia akan semakin besar. Investor asing bisa lagi-lagi melakukan jual bersih. Ini tentu menjadi sentimen negatif bagi IHSG.
Masih dari dalam negeri, sentimen kedua adalah kabar relaksasi di sektor properti oleh Bank Indonesia (BI). Bank sentral dikabarkan siap melakukan relaksasi aturan down payment Kredit Pemilikan Rumah (KPR) atau aturan Loan to Value dan Financing to Value (LTV/FTV). BI disebut akan mempermudah proses kepemilikan rumah seperti dengan memperbolehkan over kredit sampai dengan pencairan KPR secara inden.
"Nanti kami umumkan. Down payment, relaksasi di inden, dan beberapa mengenai relaksasi pembayaran. Detailnya nanti dua hari. Sabar, nanti kami bahas lebih detail," ungkap Perry Warjiyo, Gubernur BI, akhir pekan lalu.
Saham-saham emiten properti sudah merespons positif kabar tersebut pada perdagangan akhir pekan lalu. Saham CTRA melambung 7,84%, SMRA lompat 3,28%, BSDE naik 1,86%, dan LPKR menguat 1,79%.
Bisa jadi kenaikan saham-saham properti masih berlanjut hari ini. Sesuai dengan pameo 'buy the rumors and sell the news', sentimen ini bisa menjadi bahan bakar sebelum nantinya benar-benar diumumkan. Biasanya nanti setelah diumumkan, dan kalau sesuai dengan ekspektasi, maka sentimen ini baru mereda. Oleh karena itu, investor boleh berharap saham-saham properti bisa kembali menguat.
Penguatan di sektor properti bisa menjadi katalis bagi sektor lainnya. Ini karena sifat properti sebagai leading sector, yang mempengaruhi bidang usaha lainnya mulai dari industri sampai keuangan.
(aji/aji)
Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia memperkirakan ekspor tumbuh 8,38% secara year-on-year (YoY) sementara impor melaju dengan pertumbuhan 12,125% YoY. Ini membuat neraca perdagangan mengalami defisit tipis sekitar US$ 1 juta.
Sebagai informasi, ekspor pada bulan sebelumnya tumbuh 9,01% YoY dan impor melejit dengan pertumbuhan 34,68% YoY. Ini menyebabkan neraca perdagangan mencatatkan defisit yang cukup dalam yaitu US$ 1,63 miliar, terdalam sejak April 2014.
Jika defisit kembali terjadi, apalagi lebih besar dari konsensus, maka rupiah berpeluang kembali tertekan. Pasalnya, situasi ini akan semakin mempersulit transaksi berjalan (current account).
Pada kuartal I-2018, neraca berjalan sudah mencatat defisit sebesar US$5,5 miliar atau melebar lebih dari dua kali lipat dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Apabila ditinjau dalam rentang waktu yang lebih panjang, transaksi berjalan pada tiga bulan awal tahun ini adalah yang terparah sejak kuartal I-2013.
Jika rupiah kembali melemah, maka tekanan jual di pasar keuangan Indonesia akan semakin besar. Investor asing bisa lagi-lagi melakukan jual bersih. Ini tentu menjadi sentimen negatif bagi IHSG.
Masih dari dalam negeri, sentimen kedua adalah kabar relaksasi di sektor properti oleh Bank Indonesia (BI). Bank sentral dikabarkan siap melakukan relaksasi aturan down payment Kredit Pemilikan Rumah (KPR) atau aturan Loan to Value dan Financing to Value (LTV/FTV). BI disebut akan mempermudah proses kepemilikan rumah seperti dengan memperbolehkan over kredit sampai dengan pencairan KPR secara inden.
"Nanti kami umumkan. Down payment, relaksasi di inden, dan beberapa mengenai relaksasi pembayaran. Detailnya nanti dua hari. Sabar, nanti kami bahas lebih detail," ungkap Perry Warjiyo, Gubernur BI, akhir pekan lalu.
Saham-saham emiten properti sudah merespons positif kabar tersebut pada perdagangan akhir pekan lalu. Saham CTRA melambung 7,84%, SMRA lompat 3,28%, BSDE naik 1,86%, dan LPKR menguat 1,79%.
Bisa jadi kenaikan saham-saham properti masih berlanjut hari ini. Sesuai dengan pameo 'buy the rumors and sell the news', sentimen ini bisa menjadi bahan bakar sebelum nantinya benar-benar diumumkan. Biasanya nanti setelah diumumkan, dan kalau sesuai dengan ekspektasi, maka sentimen ini baru mereda. Oleh karena itu, investor boleh berharap saham-saham properti bisa kembali menguat.
Penguatan di sektor properti bisa menjadi katalis bagi sektor lainnya. Ini karena sifat properti sebagai leading sector, yang mempengaruhi bidang usaha lainnya mulai dari industri sampai keuangan.
(aji/aji)
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular