Newsletter

Hawa Kenaikan Suku Bunga Kian Terasa

Hidayat Setiaji & Raditya Hanung & Anthony Kevin, CNBC Indonesia
11 May 2018 06:15
Hawa Kenaikan Suku Bunga Kian Terasa
Foto: CNBC Indonesia/Muhammad Sabki
Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berhasil menguat signifikan pada perdagangan jelang libur Kenaikan Yesus Kristus. Koreksi IHSG yang sudah cukup dalam mendorong investor melakukan aksi borong yang menyelamatkan IHSG. 

Pada perdagangan Rabu (9/5/2018), IHSG ditutup melonjak 2,31%. Nilai transaksi tercatat Rp 9,1 triliun dengan frekuensi perdagangan 431.981 kali yang melibatkan 9 miliar saham. 

Penguatan IHSG dipimpin oleh sektor jasa keuangan yang menguat hingga 3,64% dan berkontribusi 60,5 poin bagi total kenaikan IHSG yang sebesar 133,2 poin. Saham-saham sektor jasa keuangan yang ditransaksikan menguat di antaranya BBCA (+3,97%), BMRI (+5,51%), BBRI (+4,56%), dan BBNI (+9,9%). 

Koreksi IHSG yang sudah cukup dalam membuat harga aset menjadi lebih terjangkau. Sejak awal tahun, IHSG sudah anjlok 9,14%.  

Ini membuat valuasi IHSG menjadi kompetitif di antara bursa saham kawasan. Price to Earnings Ratio (P/E) IHSG saat ini adalah 16,16 kali. Lebih rendah dibandingkan dengan bursa saham regional seperti PSI (Filipina) yang sebesar 19,6 kali, SETi (Thailand) 16,71 kali, atau KLCI (Malaysia) 16,58 kali. 

Kenaikan harga minyak juga membantu penguatan IHSG. Harga si emas hitam naik tinggi setelah Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump memutuskan keluar dari perjanjian nuklir dengan Iran. 

Kenaikan harga minyak yang masih berlanjut hingga kemarin mendorong penguatan bursa saham Asia kemarin. Indeks Nikkei 225 naik 0,4%, Hang Seng menguat 0,9%, SSEC (China) plus 0,51%, dan Kospi bertambah 0,77%. 

Dari Wall Street, tiga indeks utama mencatat kenaikan yang cukup solid. Dow Jones Industrial Average (DJIA) menguat 0,8%, S&P 500 naik 0,94%, dan Nasdaq bertambah 0,89%.

Laju inflasi AS yang lebih lambat dari perkiraan menjadi bahan bakar bagi penguatan hari ini. Inflasi Negeri Paman Sam pada periode April 2018 tercatat sebesar 0,2% dan inflasi inti adalah 0,1% secara month-to-month (MtM). Di bawah konsensus pasar yang memperkirakan inflasi 0,3% dan inflasi inti 0,2%. 

Perkembangan ini membuat pelaku pasar berekspektasi The Federal Reserve/The Fed belum perlu menaikkan suku bunga acuan secara agresif. Kenaikan tiga kali sepanjang 2018, seperti yang sudah diperhitungkan, sepertinya masih cukup relevan dan belum ada kebutuhan untuk menambah dosisnya menjadi empat kali.

Persepsi ini membuat bursa saham melaju. Risk appetite investor pun kembali sehingga aset-aset berisiko pun menjadi pilihan.

Selain itu, penguatan Wall Street juga didorong oleh saham Apple yang naik 1,43%. Kenaikan saham Apple disebabkan oleh rencana pembelian kembali (buyback) sebesar US$ 100 miliar atau sekitar Rp 1.400 triliun. Penguatan hari ini membuat saham Apple hanya berjarak 7% untuk menjadi perusahaan pertama dengan kapitalisasi pasar sebesar US$ 1 triliun (Rp 14.000 triliun).  

Sebagai informasi, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2018 'hanya' Rp 2.200,7 triliun. Artinya, kapitalisasi pasar Apple nantinya bisa lebih dari enam kali lipat APBN Indonesia. 


Untuk perdagangan hari ini, penguatan Wall Street bisa menjadi modal bagi IHSG untuk melanjutkan reli. Biasanya pencapaian di Wall Street akan memberi warna kepada bursa Asia, termasuk Indonesia. 

Bursa Asia juga bisa memperoleh sentimen positif dari perkembangan perdamaian di Semenanjung Korea yang semakin nyata. Disepakati bahwa Presiden Trump akan melakukan pertemuan dengan Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un pada 12 Juni mendatang di Singapura. 

"Pertemuan yang telah ditunggu-tunggu antara Kim Jong Un dengan saya akan bertempat di Singapura pada 12 Juni. Kami berdua akan berupaya membuat pertemuan ini menjadi momen spesial bagi perdamaian dunia!" cuit Trump di akun Twitter-nya. 

AS akan meminta denuklirisasi penuh di Korea Utara, yang kemungkinan besar akan disetujui oleh Pyongyang. Ini akan menjadi babak baru, di mana akan tercipta perdamaian di Semenanjung Korea setelah ketegangan terjadi selama puluhan tahun.

Sejatinya Korea Utara dan Korea Selatan tidak pernah berdamai, hanya ada gencatan senjata. Namun dinamika yang terjadi saat ini menunjukkan aura perdamaian dua Korea sudah semakin terasa.

Hal ini bisa menjadi obat kuat bagi bursa saham Asia karena kini satu risiko besar yaitu ketegangan di Semenanjung Korea sudah terhapus. Semoga IHSG bisa ikut merasakan dampaknya. 

Harga minyak juga sepertinya masih suportif bagi IHSG. Harga si emas hitam masih bergerak naik meski tidak sebesar hari-hari sebelumnya.  

Kenaikan harga minyak masih disebabkan oleh perkembangan kesepakatan nuklir dengan Iran. Setelah AS menarik diri, Kanselir Jerman Angela Merkel menegaskan bahwa Negeri Adidaya sudah tidak bisa diandalkan untuk membantu melindungi Eropa. Mundurnya AS dari kesepakatan nuklir yang dibuat pada 2015 tersebut ternyata berbuntut panjang. 

Iran sudah diambang pengenaan sanksi yang akan mempengaruhi produksi dan distribusi minyak asal Negeri Persia tersebut. Iran mengekspor minyak sebanyak 450.000 barel/hari ke Eropa dan 1,8 juta barel/hari ke Asia. Dengan sanksi ekonomi, dunia akan kehilangan potensi tersebut dan berujung pada kenaikan harga. 

"Eropa dan China tidak akan melawan AS, mereka cuma akan menggerutu dan menerimanya. Realistis saja, tidak ada yang lebih memilih Iran daripada AS," sebut riset lembaga konsultan energi, FGE. 

Bahkan perkembangan di Timur Tengah kini mulai mengarah ke konflik bersenjata. Setelah pengumuman Trump, Israel (yang merupakan sekutu utama AS) menyerang pasukan Iran yang membantu pemerintah Suriah memerangi pemberontak dan ISIS. Negeri Zionis berdalih bahwa serangan tersebut diluncurkan sebagai balasan serangan misil kubu Suriah ke Dataran Tinggi Golan.  

Jika skala perang semakin meluas, maka harga minyak akan semakin melambung. Pasalnya, produksi dan distribusi minyak dari Timur Tengah akan terganggu. 

Kenaikan harga minyak bisa menjadi menjadi pendorong penguatan IHSG. Ketika harga minyak naik, emiten migas dan pertambangan akan lebih mendapat apresiasi investor. 

Perkembangan nilai tukar dolar AS juga sepertinya bisa membuat investor menghembuskan nafas lega. Dolar AS yang akhir-akhir ini sangar kini berbalik melemah. Ini ditunjukkan dengan Dollar Index (yang mencerminkan posisi greenback terhadap enam mata uang utama dunia) melemah 0,34%. 

Penyebab pelemahan dolar AS adalah inflasi Negeri Paman Sam yang di bawah ekspektasi. Artinya, peluang untuk kenaikan suku bunga acuan yang agresif kembali mengecil. Dolar AS yang mengandalkan sentimen kenaikan suku bunga sebagai pendorong penguatan pun berbalik arah. 

Tidak hanya terhadap greenback, data inflasi juga membuat imbal hasil (yield) obligasi AS turun. Yield obligasi AS tenor 10 tahun yang kemarin sempat menyentuh 3% kini turun ke 2,964%. Ekspektasi inflasi yang mereda membawa yield turun, sehingga minat terhadap instrumen ini juga berkurang. 

Situasi ini memberi ruang bagi rupiah untuk menguat. Dolar AS bisa saja kembali ke bawah Rp 14.000. Apresiasi rupiah bisa berdampak positif bagi IHSG, karena membuat instrumen berbasis mata uang ini menjadi menguntungkan. 


Dari dalam negeri, Bank Indonesia (BI) sepertinya memberi petunjuk yang semakin jelas ke arah kenaikan suku bunga acuan. Dalam pernyataan tertulis, Gubernur BI Agus DW Martowardojo mengungkapkan bahwa bank sentral tengah menyiapkan langkah strategis untuk menghadapi perkembangan nilai tukar. 

"Bank Indonesia tengah mempersiapkan langkah kebijakan moneter yang tegas dan akan dilakukan secara konsisten. Termasuk melalui penyesuaian suku bunga kebijakan 7 days reverse repo rate dengan lebih memprioritaskan pada stabilisasi, untuk memastikan keyakinan pasar dan kestabilan makro ekonomi nasional tetap terjaga," sebut Agus. 

BI akan mengumumkan suku bunga acuan pada 17 Mei mendatang. Hawa kenaikan suku bunga acuan pun semakin nyata dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) kali ini. Apalagi Deputi Gubernur Senior BI Mirza Adityaswara menegaskan BI sudah siap untuk menyesuaikan suku bunga, bila data-data mendukung. 

"Kalau data-data menunjukan perlu untuk menaikan suku bunga, maka kita perlu lakukan adjustment. Suku bunga negara tetangga juga sudah naik. Malaysia naik, Korea Selatan juga naik," jelasnya beberapa waktu lalu. 

Apabila sikap (stance) BI sudah mengarah ke pengetatan moneter, maka nilai rupiah akan semakin terbantu. Sebab, kenaikan suku bunga bisa membawa aliran modal asing untuk kembali masuk ke Indonesia dan bisa menjadi penopang apresiasi rupiah. 

Bagi emiten perbankan, kenaikan suku bunga juga berdampak positif karena bisa membuat laba semakin bertambah. Namun bagi emiten sektor lain, seperti barang konsumsi, kenaikan suku bunga acuan bisa menjadi kabar buruk karena berpotensi menekan daya beli masyarakat yang sebetulnya belum pulih 100%. 

Respons pasar terhadap perkembangan suku bunga acuan sepertinya akan menjadi penggerak yang signifikan dalam perdagangan hari ini. Apakah respons pasar akan positif atau justru sebaliknya, kita tunggu saja. 

Selain itu, BI juga akan merilis data Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) kuartal I-2018. Pasar akan mencermati komponen transaksi berjalan (current account), yang menjadi salah satu fundamental penyokong nilai tukar. 

Kemungkinan besar transaksi berjalan masih akan mengalami defisit, karena tingginya aktivitas ekspor-impor. Neraca perdagangan mungkin saja surplus, tetapi akan sulit untuk mengimbangi defisit besar di neraca jasa akibat pembayaran biaya pengiriman (freight). 

Transaksi berjalan yang masih defisit bisa menjadi sentimen negatif bagi rupiah. Jika rupiah sampai melemah lagi, maka bisa saja menyeret IHSG ke teritori negatif. 


Berikut adalah peristiwa-peristiwa yang akan terjadi hari ini:
  • Rilis data NPI kuartal I-2018.
  • Rilis data pendahuluan sentimen konsumen AS periode Mei versi University of Michigan (21.00 WIB). 
Investor juga perlu mencermati agenda perusahaan yang akan diselenggarakan pada hari ini, yaitu: 

PerusahaanJenis KegiatanWaktu
PT XL Axiata Tbk (EXCL)Rilis Laporan Keuangan Kuartal-I-
PT Kertas Basuki Rachmat Indonesia Tbk  (KBRI)RUPS Tahunan08:30
PT Merck Sharp Dohme Pharma Tbk (SCPI)RUPS Tahunan10:00
PT Nippon Indosari Corpindo Tbk (ROTI)RUPS Tahunan10:00
PT Terregra Asia Energy Tbk (TGRA)RUPS Tahunan10:00
PT Lautan Luas Tbk (LTLS)RUPS Tahunan14:00
PT Metropolitan Land Tbk (MTLA)RUPS Tahunan14:00
PT Hero Supermarket Tbk (HERO)RUPS Tahunan14:30
PT Mitra International Resources Tbk (MIRA)RUPS Tahunan15:00
 
Berikut perkembangan sejumlah bursa saham utama: 

IndeksClose% Change% YTD
IHSG5,907.942.31(7.04)
LQ45954.293.67(11.59)
DJIA24,793.530.80(0.08)
CSI3003,893.600.57(3.41)
Hang Seng30,809.220.892.97
Nikkei 22522,497.180.39(1.18)
Strait Times3,537.59(0.31)3.96
 
Berikut perkembangan nilai tukar sejumlah mata uang: 

Mata Uang Close% Change % YoY
USD/IDR14,070.00(0.04)5.35
EUR/USD1.190.569.72
GBP/USD1.35(0.21)4.91
USD/CHF1.00(0.23)(0.50)
USD/CAD1.28(0.66)(6.82)
USD/JPY109.39(0.32)(3.88)
AUD/USD0.75(0.90)2.09

Berikut perkembangan harga sejumlah komoditas:   

Komoditas Close % Change % YoY
Minyak WTI (USD/barel)71.500.4249.50
Minyak Brent (USD/barel)77.480.3452.62
Emas (USD/troy ons)1,320.830.687.90
CPO (MYR/ton)2,359.000.00(18.51)
Batu bara (USD/ton)99.000.8735.06
Tembaga (USD/pound)3.091.7623.67
Nikel (USD/ton)13,826.000.0048.81
Timah (USD/ton)21,110.000.886.27
Karet (JPY/kg)178.500.00(34.35)
Kakao (USD/ton)2,400.00(13.48)38.94

Berikut perkembangan imbal hasil (yield) Surat Berharga Negara:  

Tenor Yield (%)
 5Y6.97
10Y7.30
15Y7.60
20Y7.85
30Y7.69
 
Berikut sejumlah indikator perekonomian nasional:  

IndikatorTingkat
Pertumbuhan ekonomi (Q I-2018 YoY)5.06%
Inflasi (April 2018 YoY)3.41%
Defisit anggaran (APBN 2018)-2.19% PDB
Transaksi berjalan (2017)-1.7% PDB
Neraca pembayaran (2017)US$ 11.6 miliar
Cadangan devisa (April 2018)US$ 124.9 miliar
    
TIM RISET CNBC INDONESIA


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular