Newsletter

Cermati Data Pertumbuhan Ekonomi

Hidayat Setiaji & Raditya Hanung & Anthony Kevin, CNBC Indonesia
07 May 2018 05:51
Cermati Sentimen Penggerak Pasar Hari Ini (1)
Foto: CNBC Indonesia/Muhammad Sabki
Untuk perdagangan hari ini, terdapat sejumlah sentimen yang perlu dicermati oleh pelaku pasar. Dari dalam negeri, Badan Pusat Statistik (BPS) akan mengumumkan data pertumbuhan ekonomi kuarta I-2018. 

Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia memperkirakan ekonomi secara year-on-year (YoY) tumbuh 5,18%. Sebagai informasi, pertumbuhan ekonomi kuartal I-2017 adalah 5,01%.  

Jika proyeksi pasar terwujud, maka pencapaian 2018 akan lebih baik dibandingkan tahun sebelumnya. Ini tentu akan menjadi sentimen positif bagi IHSG, karena fundamental ekonomi Indonesia yang semakin membaik. 

Namun, investor juga mesti waspada karena potensi pelemahan nilai rupiah masih ada. Dollar Index masih dalam tren penguatan, yang saat ini tercatat 0,17%. 

Tren penguatan dolar AS tentu akan menyebabkan rupiah tertekan. Kita semua sudah mengetahui bagaimana dampak pelemahan rupiah terhadap IHSG. Pastinya bukan berita baik. 

Selain data pertumbuhan ekonomi, satu-satunya yang bisa menopang rupiah adalah intervensi Bank Indonesia (BI). Sepertinya BI sudah menghabiskan cadangan devisa cukup besar demi stabilisasi kurs di pasar valas maupun Surat Berharga Negara (SBN). 

Ketika rupiah melemah, BI melakukan absorbsi dengan membeli SBN. Dengan menyerap likuiditas rupiah di pasar, diharapkan nilai mata uang ini bisa lebih terapresiasi. 

Terlihat bahwa sepanjang April kepemilikan SBN oleh BI terus meningkat. Pada akhir April, BI memiliki SBN senilai Rp 136,68 triliun. Naik 45,09% dibandingkan posisi awal bulan. 

Namun jika pelemahan terus terjadi (meskipun lebih disebabkan tekanan eksternal), maka guyuran likuiditas BI di pasar bagai menggarami air laut. Oleh karena itu, mungkin akan ada satu titik di mana BI akan merelakan rupiah melemah ke level tertentu agar cadangan devisa tidak tergerus terlalu banyak.  

Ketika titik ini terjadi, maka rupiah bisa melemah lebih lanjut dan mungkin saja menembus level Rp 14.000/US$. Tekanan terhadap IHSG pun akan semakin menjadi. 

Kemudian, investor juga sepertinya layak mencermati kehadiran Perdana Menteri China Li Keqiang. China adalah negara investor sektor riil (Foreign Direct Investment/FDI) keempat terbesar di Indonesia. Pada kuartal I-2018, nilai FDI dari Negeri Tirai Bambu tercatat sebesar US$ 0,7 miliar yang tersebar di 529 proyek. 

Kedatangan PM Li bisa memberi ruang bagi lebih banyak investasi asal China di Indonesia. Semakin banyak investasi yang masuk tentu membuat Indonesia menjadi lebih atraktif, sehingga memberi sentimen positif bagi IHSG. 

Selain itu, pelaku pasar juga perlu menyimak perkembangan isu perang dagang AS-China. Pernyataan PM Li seputar perdagangan perlu dicermati, karena bisa menjadi arah kebijakan perdagangan China terutama terkait ketegangan dengan AS akhir-akhir ini. Isu perang dagang menjadi salah satu perhatian utama investor global, sehingga pengaruhnya sangat besar terhadap pergerakan pasar.

Masih dari dalam negeri, sejumlah emiten juga dijadwalkan menggelar RUPSLB, RUPS Tahunan, dan melaporkan kinerja kuartal I-2018. Bila ada kabar baik dari mereka, tentu akan memberi dorongan bagi penguatan IHSG. 

Koreksi IHSG yang sudah cukup dalam juga perlu menjadi perhatian. Sejak awal tahun, IHSG sudah minus lebih dari 8%. Ini membuat harga aset lebih terjangkau dan siap diborong. Jika aksi borong terjadi, maka bisa menjadi tambahan energi buat IHSG. (aji/aji)
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular