- IHSG naik lebih dari 1% pada perdagangan kemarin.
- Bursa utama Asia cenderung melemah.
- Wall Street melemah tipis, investor galau soal suku bunga acuan.
Jakarta, CNBC Indonesia - IHSG ditutup menguat cukup signifikan pada perdagangan kemarin. Tren pelemahan yang terjadi selama enam hari beruntun pun selesai.
IHSG ditutup menguat 1,11% ke 6.312,83 poin pada perdagangan kemarin. Pelemahan yang terjadi selama enam hari berturut-turut telah membuka ruang untuk aksi borong, karena harga aset yang sudah lebih murah.
Seluruh sektor ditutup menguat, dipimpin oleh sektor agrikultur yang naik hingga 2,96%. Transaksi berlangsung ramai yaitu senilai Rp 9,19 triliun dengan frekuensi 389.124 kali yang melibatkan 11,21 miliar unit saham. Sebanyak 250 saham mencatatkan kenaikan harga, 109 saham melemah, sementara 213 lainnya stagnan.
Investor nampak memburu saham-saham emiten perkebunan utamanya minyak sawit mentah (CPO) yang sudah tertekan dalam beberapa hari sebelumnya. Aksi beli ini didukung oleh penguatan harga CPO.
Pada perdagangan kemarin, harga CPO kontrak pengiriman Juni naik tipis 0,04% ke level 2.44 ringgit/ton, masih dipicu oleh kuatnya ekspor dari Malaysia selaku produsen CPO nomor dua di dunia. Kenaikan harga ini merupakan yang ketiga kali secara berturut-turut.
Beberapa saham emiten agrikultur yang mencatatkan kenaikan signifikan, di antaranya ALLI (+6,54%), LSIP (+5,49%), dan SIMP (+4,35%).
Investor asing masih melakukan jual bersih senilai Rp 775,15 miliar. ASII (Rp 225,16 miliar), BMRI (Rp 159,22 miliar), BBNI (Rp 118,43 miliar), TLKM (Rp 80,03 miliar), dan ADRO (Rp 78,51 miliar) merupakan saham-saham yang paling banyak dilepas oleh investor asing.
Penguatan IHSG terjadi di tengah-tengah bursa saham regional yang mayoritas mengakhiri hari di zona merah. Indeks Nikkei 225 turun 0,47%, Shanghai Composite melemah 0,27%, Hang Seng terkoreksi 0,43%, Straits Times berkurang 0,06%, dan Kospi minus 0,02%.
Pelaku pasar nampak masih bermain aman sembari menantikan hasil pertemuan dewan gubernur The Federal Reserve/ The Fed. Investor masih menanti petunjuk apakah The Fed akan menaikkan suku bunga acuannya lebih dari tiga kali tahun ini. Jika the Fed ternyata berencana menaikkan suku bunga acuan secara lebih agresif, maka aliran modal keluar ke negeri Amerika Serikat (AS) berpotensi berlanjut.
Selain itu, rencana Presiden AS Donald Trump untuk memberlakukan batasan perdagangan lebih jauh terhadap China, masih menjadi sentimen negatif yang membebani pergerakan bursa regional.
Dari Wall Street, tiga indeks utama mencatatkan pelemahan tipis. Dow Jones Industrial Average (DJIA) dan S&P 500 masing-masing melemah 0,18%, sementara Nasdaq terkoreksi 0,26%.
Seperti yang sudah diperkirakan, The Fed menaikkan suku bunga acuan 25 basis poin menjadi 1,5-1,75%. The Fed memperkirakan ekonomi AS tumbuh 2,7% pada tahun ini, lebih baik dibandingkan proyeksi sebelumnya yaitu 2.5%.
Kepercayaan diri The Fed membuat pasar khawatir ada kemungkinan The Fed akan lebih agresif dalam menaikkan suku bunga acuan. The Fed sendiri memperkirakan akan ada setidaknya dua kali lagi kenaikan. Kata “setidaknya” membuka peluang untuk lebih dari itu.
Optimisme The Fed bukan tanpa alasan. Perekonomian Negeri Adidaya memang terus membaik. Selain pertumbuhan ekonomi, angka pengangguran juga menyentuh level terendah dalam 17 tahun terakhir yaitu 4,1% dan dipekirakan turun lagimenjadi 3,8% pada akhir tahun ini. Selain itu, pemerintah di bawah pimpinan Presiden Trump juga cukup menerapkan kebijakan fiskal ekspansif dengan menambah belanja dan memotong tarif pajak badan.
Berbagai sentimen positif tersebut menyebabkan ada kemungkinan laju inflasi akan terakselerasi, meski The Fed belum mengubah proyeksinya yang sebesar 1,9% untuk 2018. Namun ada potensi inflasi akan lebih dari yang diperkirakan, dengan membaiknya daya beli masyarakat dan dorongan dari pemerintah.
Kenaikan suku bunga acuan yang sesuai dengan ekspektasi pasar semestinya positif bagi bursa saham. Namun ada sedikit kekhawatiran bahwa The Fed akan menaikkan suku bunga lebih dari tiga kali, sehingga pelaku pasar menjadi agak grogi.
Hasilnya adalah bursa saham yang melemah nyaris mendatar, sementara imbal hasil (
yield) obligasi pemerintah AS naik mengantisipasi percepatan laju inflasi. Sedangkan dolar AS justru melemah, karena meski ada pertanda kenaikan suku bunga akan agresif tetapi sinyal itu lemah. Kegalauan investor membuat pasar bergerak agak aneh.
Kini pelaku pasar masih mencoba memecahkan makna di balik berbagai penyataan yang dikeluarkan Jerome Powell, Gubernur The Fed, selepas pertemuan. Jika muncul interpretasi baru, bisa saja ada pergerakan di pasar.
“Perekonomian semakin kuat dalam beberapa bulan terakhir. Kami mencoba mencari jalan tengah,” sebut Powell. Pernyataan bersayap ini akan menjadi teka-teki yang terus coba dipecahkan oleh pelaku pasar. Untuk perdagangan hari ini, Kamis (22/3/2018), terdapat sejumlah faktor yang bisa membuat IHSG kembali melanjutkan penguatan. Pertama adalah perkembangan di AS, di mana The Fed sudah menaikkan suku bunga dan semua sesuai ekspektasi pasar. Tidak adanya kejutan dari AS membuat investor bisa tenang dan melanjutkan “berbelanja” di bursa saham Indonesia.
Setelah enam hari beruntun terkoreksi, harga aset di bursa domestik juga masih murah. Sejak awal tahun, koreksi IHSG mencapai 0,67%. Masih bisa dimanfaatkan investor untuk melakukan aksi borong.
Sejumlah emiten juga masih akan melaporkan kinerjanya seperti PNBS dan INTP. Bila hasilnya positif, maka akan menjadi tambahan energi untuk laju IHSG.
Posisi dolar AS yang galau juga bisa dimanfaatkan rupiah untuk menguat. Penguatan rupiah diharapkan bisa berkontribusi positif untuk IHSG, setidaknya mengurangi minat investor asing untuk melepas asetnya.
Harga komoditas juga sepertinya kondusif bagi IHSG. Harga minyak masih melanjutan reli, kali ini penguatannya mencapai 3%.
Kenaikan harga si emas hitam dipicu oleh kepatuhan anggota Organisasi Negara-negara Eksportir Minyak (OPEC) dalam mengurangi produksi. Pengurangan produksi bulan ini mencapai 138%.
Selain itu, lonjakan harga minyak juga disebabkan oleh kekhawatiran meningkatnya tensi di Tuimur Tengah. Hal ini mengemuka setelah pertemuan Trump dengan Putra Mahkota Kerajaan Arab Saudi, Pangeran Mohammed bin Salman. Kemungkinan sanksi bagi Iran akan diterapkan kembali, setelah sempat dicabut di mana pemerintahan Presiden Barack Obama, pun mengemuka.
“Iran tidak memperlakukan dunia sebagaimana mestinya. Kita akan lihat apa yang terjadi nanti,” tegas Trump.
Namun, masih ada risiko bagi IHSG untuk kembali terjerembab di zona merah. Koreksi Wall Street bisa menjadi sentimen negatif bagi bursa Asia termasuk Indonesia.
Meski semua masih sesuai ekspektasi, tetapi jangan dilupakan bahwa masih ada kemungkinan (walau kecil) The Fed akan lebih agresif dalam menaikkan suku bunga. Bila pelaku pasar di Asia membacanya demikian, maka koreksi Wall Street bisa menular ke Benua Kuning.
Berikutnya adalah pasar juga menantikan hasil Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia (BI) yang akan diumumkan hari ini. Berdasarkan konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia, BI masih akan menahan suku bunga acuan 7 days reverse repo rate di 4,25%.
Masa penantian menunggu pengumuman BI bisa membuat pasar bersikap hati-hati. Ini bisa memperlambat laju IHSG.
Risiko lainnya adalah meski IHSG sudah minus sejak awal tahun, tetapi valuasinya masih relatif mahal. Price to earnings ratio (P/E) IHSG masih di 17,84%. Lebih tinggi ketimbang Straits Times (11,64 kali), KLCI (16,85 kali), SETi (17,04 kali), Nikkei 225 (15,43 kali), Hang Seng (13,06 kali), SSEC (14,84 kali), sampai Kospi (12,1 kali).
Investor, terutama di pasar obligasi, juga perlu waspada terhadap dampak kenaikan Federal Funds Rate. Biasanya setelah kenaikan suku bunga di AS, ada dana asing yang mengalir keluar. Meski mungkin hanya berlangsung beberapa hari, tetapi risiko ini tetap perlu dicermati. Berikut adalah peristiwa-peristiwa yang akan terjadi hari ini:
- Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) PNBS (10:00 WIB).
- Earnings presentation INTP (14:00 WIB).
- RUPS Tahunan BBRI (14:00 WIB).
- Earnings call TLKM (16:00 WIB).
- Pengumuman suku bunga acuan oleh Bank Indonesia (persiapan pukul 15:00 WIB).
- Indeks penjualan ritel Inggris (16:30).
- Rilis data suku bunga acuan Inggris (19:00).
- Rilis data klaim pengangguran AS (19:30).
Berikut perkembangan sejumlah bursa utama:
| Close | % Change | % YTD | |
IHSG | 6,312.83 | 1.11 | (0.67) | |
LQ45 | 1,038.43 | 1.09 | (3.79) | |
DJIA | 24,682.31 | (0.18) | (0.15) | |
CSI300 | 4,062.15 | (0.38) | 0.78 | |
Hang Seng | 31,414.52 | (0.43) | 5.00 | |
NIKKEI | 21,380.97 | (0.47) | (6.08) | |
Strait Times | 3,511.13 | (0.06) | 3.18 | |
| | | | |
| | | | | | |
Berikut perkembangan nilai tukar sejumlah mata uang:
Mata Uang | Close | % Change | % YoY |
USD/IDR | 13,759.00 | (0.01) | 3.24 |
EUR/USD | 1.23 | 0.83 | 14.33 |
GBP/USD | 1.41 | 1.01 | 13.27 |
USD/CHF | 0.95 | (0.78) | (4.27) |
USD/CAD | 1.29 | (1.31) | (3.18) |
USD/JPY | 106.03 | (0.47) | (4.60) |
AUD/USD | 0.78 | 1.05 | 1.15 |
Berikut perkembangan harga sejumlah komoditas:
Komoditas | Close | % Change | % YoY |
Minyak WTI (USD/barel) | 65.56 | 3.25 | 36.47 |
Minyak Brent (USD/barel) | 69.76 | 3.37 | 37.77 |
Emas (USD/troy ons) | 1,333.52 | 1.61 | 6.78 |
CPO (MYR/ton) | 2,459.00 | 0.37 | (17.34) |
Batu bara (USD/ton) | 91.53 | 0.05 | 13.84 |
Tembaga (USD/pound) | 3.07 | 1.36 | 17.00 |
Nikel (USD/ton) | 13,429.00 | 0.00 | 34.39 |
Timah (USD/ton) | 20,675.00 | (0.48) | 1.15 |
Karet (JPY/kg) | 178.50 | (1.33) | (35.56) |
Kakao (USD/ton) | 2,460.00 | (2.46) | 16.58 |
Berikut perkembangan yield Surat Berharga Negara:
Tenor | Yield (%) |
5Y | 5.99 |
10Y | 6.75 |
15Y | 6.98 |
20Y | 7.34 |
30Y | 7.48 |
Berikut sejumlah indikator perekonomian nasional:
Indikator | Tingkat |
Kurs (21 Maret 2018) | Rp 13.759/US$ |
Pertumbuhan ekonomi (2017 YoY) | 5,07% |
Inflasi (Februari 2018 YoY) | 3,18% |
Defisit anggaran (APBN 2018) | -2,19% PDB |
Transaksi berjalan (2017) | -1,7% PDB |
Neraca pembayaran (2017) | US$ 11,6 miliar |
Cadangan devisa (Februari 2017) | US$ 128,06 miliar |