
Newsletter
Saatnya Menyiapkan Sekoci?
Anthony Kevin & Raditya Hanung, CNBC Indonesia
14 February 2018 05:56

- IHSG ditutup naik 0,84% pada perdagangan kemarin.
- Bursa Asia cenderung menguat.
- Wall Street kembali ditutup hijau, meski mulai terbatas.
- Investor menantikan rilis data inflasi AS.
IHSG ditutup menguat 0,84% menjadi 6.578,18 poin pada perdagangan kemarin. Seluruh sektor saham ditutup naik, dipimpin oleh sektor pertambangan yang menguat hingga 1,71%.
Transaksi berlangsung cukup semarak dengan nilai Rp 8,4 triliun. Sebanyak 210 saham ditutup menguat, 140 saham melemah, sementara 204 lainnya stagnan.
Investor asing nampak masih sangat berhati-hati menempatkan dananya di pasar saham Indonesia. Pada perdagangan kemarin, investor asing mencatatkan jual bersih sebesar Rp 221 miliar.
Masih berlanjutnya penguatan bursa saham Amerika Serikat (AS) menjadi sentimen positif bagi bursa saham regional, termasuk Indonesia. Indeks Shanghai naik 1%, Hang Seng naik 1,29%, dan KLCI naik 0,16%.
Di sisi lain, Nikkei 225 terkoreksi 0,65% ke 21.244,68 seiring dengan melemahnya dolar AS. Yen menguat ke titik tertinggi dalam lima bulan terakhir. Bagi negara eksportir seperti Jepang, penguatan kurs yang terlalu tinggi tentu dinilai merugikan karena produk Negeri Sakura menjadi lebih mahal di pasar global.
Bursa saham AS kembali mencatatkan penguatan pada perdagangan hari ini. Dow Jones naik 0,16% ke 24.640,45, S&P 500 menguat 0,26% ke 2.662,97, dan Nasdaq bertambah 0,46% menjadi 6.553,86.
Wall Street menguat tiga hari berturut-turut setelah sebelumnya terkoreksi cukup dalam. Saham-saham teknologi yang sempat mengalami tekanan kini mulai bangkit. Harga saham Apple naik 1% sementara Cisco mencatat penguatan 1,55%.
Namun penguatan di Wall Street mulai terbatas karena investor tidak seagresif sebelumnya. Investor tengah menahan diri menunggu rilis data inflasi Negeri Paman Sam pada Rabu waktu setempat.
Inflasi akan menjadi salah satu data kunci yang menjadi perhatian. Konsensus pasar yang dihimpun Reuters menyebutkan inflasi AS periode Januari 2018 diperkirakan 1,9% year on year (YoY), melambat dibandingkan bulan sebelumnya yaitu 2,1% YoY.
Bila laju inflasi ternyata lebih cepat dari ekspektasi, maka hampir pasti bank sentral AS (The Federal Reserve/The Fed) akan menaikkan suku bunga acuan pada pertemuan bulan depan. Kenaikan suku bunga akan membuat investor melepas aset-aset yang berisiko seperti saham.
Untuk perdagangan hari ini, IHSG kemungkinan bergerak mixed. Ada faktor yang bisa mendukung penguatan lebih lanjut seperti hijaunya Wall Street. Ketika sentimen positif dari Wall Street menular ke pasar Asia, maka ada harapan IHSG akan menguat lagi.
Perkembangan dolar AS juga bisa menopang IHSG. Dolar AS cenderung melemah terhadap mata uang dunia, di mana Dollar Index mencatatkan penurunan sampai 0,55%. Ada kemungkinan nilai tukar rupiah menguat dan menjadi sentimen bagi IHSG, meski tidak selamanya demikian.
Harga komoditas juga bisa menjadi pendukung kenaikan IHSG. Komoditas tambang seperti batu bara, tembaga, dan timah mencatatkan kenaikan harga yang lumayan. Bahkan harga tembaga naik lebih dari 2%.
Untuk saat ini, obligasi negara AS juga belum menjadi faktor risiko bagi IHSG. Pergerakan imbal hasil (yield) obligasi negara AS tenor 10 tahun cenderung melandai, sekarang berada di kisaran 2,83%. Sepertinya investor masih menunggu waktu untuk masuk ke pasar obligasi.
Namun ada hal-hal yang bisa menahan penguatan IHSG, bahkan menyeretnya ke zona merah. Sentimen dari Wall Street bisa berbalik menjadi perangkap bagi IHSG, karena penguatan Wall Street sendiri sudah terbatas. Artinya bisa saja gema optimisme dari Wall Street kurang kuat dan sulit mencapai Asia.
Perlu diingat pula bahwa data inflasi AS akan berperan penting. Ketika laju inflasi AS terakselerasi, maka minat investor untuk bermain-main dengan aset berisiko akan berkurang, termasuk yang berbasis rupiah. Kemungkinan akan ada arus modal keluar (capital outflow) ke instrumen yang aman, misalnya obligasi pemerintah AS atau bahkan emas.
Tanda-tanda peralihan dana ke emas sudah mulai terlihat walau masih samar-samar. Kontrak futures emas di bursa berjangka COMEX menujukkan kenaikan dalam dua hari terakhir, setelah sebelumnya sempat tertekan. Sepertinya investor mulai mempersiapkan sekoci bila kapal nantinya karam.
Harga minyak juga menjadi faktor risiko bagi IHSG. Setelah kemarin naik, kini harga si emas hitam terkoreksi. Bahkan harga minyak light sweet turun hingga kisaran 0,5%.
Apa yang dikhawatirkan terbukti, bahwa kenaikan harga minyak kemarin hanya euforia karena kebangkitan Wall Street. Secara fundamental, sulit bagi harga minyak untuk naik karena meningkatnya pasokan di AS.
Dari dalam negeri, risiko bagi IHSG adalah masih ada potensi ambil untung alias profit taking. Sepanjang 2018, IHSG masih menyimpan penguatan 3,5% sehingga ada selisih keuntungan yang bisa direalisasikan investor kapan saja.
Price to earning ratio (P/E) IHSG pun saat ini berada di posisi 19 kali. Pasar berekspektasi P/E IHSG ke depan ada di 16,64 kali sehingga potensi koreksi menuju ke arah sana masih ada.
Berikut adalah peristiwa-peristiwa yang akan terjadi hari ini:
- Rilis data inflasi AS periode Januari 2018 (20:30).
- Rilis data pertumbuhan penjualan ritel AS periode Januari 2018 (20:30).
- Rilis data cadangan minyak AS (22:30).
Berikut perkembangan sejumlah indeks bursa saham utama:
![]() |
Berikut perkembangan nilai tukar sejumlah mata uang dunia:
![]() |
Berikut perkembangan harga sejumlah komoditas:
![]() |
Berikut perkembangan yield Surat Berharga Negara (SBN):
![]() |
Berikut sejumlah indikator perekonomian nasional:
![]() |
Tags
Related Articles
Most Popular
Recommendation
