Rupiah Melemah 2,35% dalam Sebulan Terakhir, Ini Sebabnya

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
13 February 2018 11:07
Padahal terhadap mata uang regional, greenback justru melemah.
Foto: CNBC Indonesia/Muhammad Sabki
Jakarta, CNBC Indonesia – Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) cenderung bergerak melemah dalam beberapa hari terakhir. Padahal terhadap mata uang regional, greenback justru melemah. 

Dalam sebulan terakhir, rupiah melemah 2,35% terhadap dolar AS. Dalam periode yang sama, ringgit menguat 0,5%, baht menguat sampai 1,33%, dan yen menguat 1,68%. 

Setidaknya ada dua alasan yang menyebabkan rupiah agak loyo. Pertama adalah sokongan dana asing di pasar keuangan. Situasi pasar yang sedang bergejolak akhir-akhir ini menyebabkan investor cenderung mencari selamat masing-masing dengan melepas aset-aset berisiko, termasuk yang berbasis rupiah. 

Dalam riset Bank Danamon, disebutkan bahwa aliran modal keluar (capital outflow) di pasar saham dan obligasi domestik mencapai Rp 9,8 triliun selama dua pekan terakhir. Ini yang menyebabkan rupiah mengalami tekanan.  


Mengutip data Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan, selama sepekan lalu kepemilikan asing di Surat Berharga Negara (SBN) turun Rp 7,35 triliun. Dalam waktu yang sama, investor asing melakukan jual besih (net sell) sebesar Rp 5,3 triliun.

Ini Penyebab Rupiah Melemah 2,35% dalam Sebulan TerakhirDJPPR Kemenkeu

Kedua adalah dorongan valas ke luar negeri akibat kenaikan impor. Dalam beberapa waktu terakhir, sudah terlihat gejala kenaikan impor yang kencang dan bahkan pada Desember 2017 sampai membuat neraca perdagangan Indonesia mengalami defisit.

Ini Penyebab Rupiah Melemah 2,35% dalam Sebulan TerakhirBPS

Indonesia punya “penyakit” yang sepertinya belum sembuh sampai sekarang. Ketika pertumbuhan ekonomi terakselerasi, maka biasanya impor akan meningkat (terutama untuk bahan baku dan barang modal) karena produsen dalam negeri belum mampu memenuhi permintaan. 

Gejala ini yang mungkin terjadi saat ini dan menekan nilai tukar rupiah. Tingginya impor akan menekan transaksi berjalan (current account), dan ketika defisit transaksi berjalan membesar maka terlihat bahwa terjadi kekurangan valas di perekonomian dalam negeri. Akibatnya, nilai tukar rupiah pun tertekan. 

Mengutip laporan triwulanan Bank Dunia, impor Indonesia pada 2018 memang diperkirakan tumbuh tinggi. Hal ini terlihat dari defisit transaksi berjalan 2018 yang diproyeksikan sebesar 1,8% dari produk domestik bruto (PDB). Naik dibandingkan realisasi 2017 yang 1,7% PDB. 

Investasi Indonesia tetap akan tumbuh cukup cepat pada 2018, di mana Bank Dunia memperkirakan mencapai 6,1%. Investasi membutuhkan bahan baku dan barang modal, yang sayangnya belum bisa sepenuhnya disediakan oleh industri dalam negeri. Akibatnya, impor kedua kelompok barang ini diperkirakan naik pada 2018.

(aji/wed) Next Article Rupiah Loyo, Ini Curhatan Pengusaha

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular