
Eksklusif Interview
Batu Bara Sunset, Bos UNTR Buka-bukaan Rencana Bisnis
Monica Wareza & Exist In Exist, CNBC Indonesia
20 August 2019 12:20

Jakarta, CNBC Indonesia - Penurunan harga batu bara membuat pelaku industri ini mulai memikirkan cara-cara baru untuk bisa mempertahankan roda bisnis. PT United Tractors Tbk (UNTR) salah satunya, yang punya bisnis utama yang kaitan sangat erat dengan industri batu bara.
Tak hanya sebagai penyuplai alat berat, United Tractors juga berbisnis sebagai kontraktor tambang batu bara dan sekaligus sebagai produsen batu bara, melalui anak usahanya PT Pama Persada.
Coba lihat Sepanjang 6 bulan pertama tahun ini, United Tractors mencatatkan penjualan alat berat Komatsu sebanyak 1.917 unit, atau turun sebesar 17,85% secara year on year (YoY) dari 2.400 unit pada semester I-2019. Selama 6 bulan terakhir, rerata penjualan masih didominasi ke sektor pertambangan dengan kontribusi sebesar 47% dari total penjualan.
Merespons kondisi tersebut, CNBC Indonesia mendapat kesempatan untuk bertemu dengan orang nomor satu atau Presiden Direktur United Tractors Frans Kesuma. Lelaki lulusan Universitas Parahyangan dan Institute Teknologi Bandung (ITB) bercerita banyak seputar masalah yang dihadapi pelaku industri pertambangan saat ini.
Seperti apa cerita bincang-bincang CNBC Indonesia dengan Frans, berikut petikannya:
Saat ini kondisi industri batu bara sedang tertekan dan Presiden Joko Widodo pernah menyatakan bahwa era komoditas akan berakhir. Bagaimana tanggapan anda?
Iya memang selama ini 90% bisnis utama United Tractors terkait dengan komoditas batu bara. Harga komoditas selalu fluktuasi, up and down. Sejak 1990-an waktu saya bergabung di United Tractor mengalami banyak sekali siklus up and down dari komoditas.
Perspektif kami, sebetulnya yang penting adalah bagaimana mengantisipasi kapan harga akan turun, kapan sih harga akan naik. Apapun juga, naik atau turun tidak bisa dihindari. Jadi kesiapan untuk menghadapi kondisi yg sulit itu sebetulnya menjadi kunci dari apakah United Tractors bisa tetap maintain atau sustain tumbuh terus atau tidak. Jadi kuncinya adalah antisipasi
Baru-baru ini UNTR merilis data penjualan alat berat UNTR semester 1 2018 turun 20% yoy. Apakah ini juga dampak dari tertekannya harga komoditas?
Tepat sekali, karena kalau dilihat dari data maka yang mengalami penurunan paling banyak itu adalah sektor pertambangan. Dari tahun lalu sampai tahun ini itu market alat berat dari sektor batu bara itu memang turunnya banyak sekali.
Nah, United Tractors berusaha untuk meningkatkan market share, tapi tentunya tidak mudah, karena pasti semua pemain akan melakukan hal yang sama. Karena pasarnya sedikit, maka kami semua berlomba untuk meningkatkan market share. Sampai saat ini, market share united tractors stabil dari tahun lalu.
Artinya memang tidak mudah meningkatkan market share, sehingga imbasnya adalah bahwa penjualan United Tractors itu sejalan dengan penurunan market secara umum atau secara total market di indonesia. Memang itu tidak bisa dihindari, sehingga kami berusaha mencari sektor lain yang mungkin masih ada peluang. Misalnya sektor konstruksi.
Apakah penjualan alat berat banyak ke konstruksi dan kehutanan meningkat?
Betul, itu yang ingin kami masuk. Supaya itu bisa digarap dengan lebih intens, supaya ada balance antara yang komoditas yang dalam hal ini batu bara yang sangat drop dengan konstruksi yang relatif akan tumbuh.
Kira-kira jadi berapa porsi sektor konstruksi dan kehutanan ini dari total penjualan alat berat?
Kalau lihat dari total penjualan United Tractors secara target memang awal tahun itu 4.000 unit. Tapi dengan kondisi seperti ini, memang mau gak mau kita harus realistis juga.
Artinya ada revisi target?
Ya, akan ada penurunan mungkin sekitar 10% atau 15%. Dari target awal itu pasti akan drop minimal 10% untuk penjualan alat berat. Dan memang kalau dilihat tahun-tahun sebelumnya, biasanya kalau penjualan alat berat itu drop, maka product support biasanya akan naik.
Kenapa? Karena biasanya perusahaan ingin melakukan replacement, dia berubah dengan cara meremajakan umur dari alat. Tapi saat ini kelihatannya cukup sulit, karena dari product support tidak ada kenaikan yang signifikan. Artinya memang ada ekstra kapasitas berlebih, jadi itu yang menjadi tantangan United tractors.
Kalau kontribussi dari pertambangan batu bara bagaimana? Kontribusi ke pendapatan semester I-2019 cukup besar yaitu 16%. Apakah terdampak penurunan harga komoditas?
Ada 2 sisi, pertama, sebagai mining contractors yang men-support pemain atau produsen batu bara. Memang kalau dilihat dari tahun lalu, secara produksi sedikit sekali turun dibandingkan tahun lalu. Memang ada beberapa customer yang mulai berdiskusi bagaimana dengan masalah unit price, apakah bisa disupport seperti 5-6 tahun lalu yg pernah terjadi.
Nah dalam arti memang kami coba lihat memang tidak bisa menghindari 100% kami tidak memberi kontribusi. Kontribusi yang diberikan tentunya juga kita lihat dari kondisi masing-masing customer. Cara balance-nya hanya satu yaitu melakukan efisiensi atau penurunan biaya produksi.
Itu yg bisa kita lakukan supaya mem-balance dengan apa yang diberikan oleh customer bisa dibalance dengan efisiensi yang bisa menurunkan biaya produksi, sehingga total bottom line-nya bisa seimbang untuk batu bara sebagi kontraktor.
Kedua, sebagai pemilik tambang, memang harga batu bara sekarang sangat jatuh. Nah bersyukurnya memang tambang-tambang yang kami miliki itu, mempunyai kadar kalori yang cukup tinggi. Misalnya (tambang) Asmin, itu kalori bisa di atas indeks 6.322 kilo calori, kami punya bisa 6.500 kilo kalor.Yang kedua dari SMM atau Suprabari Mapanindo Mineral, itu memiliki karakteristik sebagian adalah thermal coal, sebagian batubara kokas yang untuk support industry maju.
Dengan demikian, kalau kami menjual dengan kalori tinggi untuk SMM, untuk produk thermal coal itu hampir mendekati 7000 kilo kalori, kalau ada di semi soft cooking coal harganya juga lebih tinggi 30-40 dolar dibanding thermal coal.
Jadi itu salah satu keuntungan, sehingga memang imbasnya tidak terlalu berat. Tapi kalua dibilang tidak terimbas, gak juga, karena sebelumnya harganya tinggi. Hanya dengan harga sekarang itu masih bisa dapat margin yang cukup sehat.
Katanya produksi batu bara ini oversupply, kalua menurut United Tractors sendiri bagaimana?
Jadi begini, karakteristik batu bara itu tidak mudah untuk menurunkan supply dalam waktu yang cepat, jadi ada waktu yang dibutuhkan. Nah, dengan itu memang bisa dibilang supplynya itu stabil.
Di lain pihak memang demand agak menurun, karena kita tahu dengan perang dagang itu kan dari china konsumsinya berkurang. Nah, masalahnya di Indonesia itu sebagian besar tujuan ekspor batubara itu adalah China.
Apalagi kalau dilihat China, yang impor itu hanya 10% atau 15% dari kebutuhan total. Sehingga penurunan konsumsi China misalnya 5%, mereka pasti akan menurunkan impor karena mereka ingin mempertahankan domestic market.
Kalau konsumsi China turun 5% itu imbasnya untuk Indonesia itu besar sekali, karena Indonesia hampir sebagian besar pasar ekspornya, yaitu China dan India. Sehingga begitu china turun, apalagi sizenya besar sekali, imbasnya pasti kena Indonesia
Selain batubara, UNTR beberapa tahun lalu juga sudah akuisisi tambang emas Martabe melalui PT Agincourt Resources. Bagaimana pengembangan kedepannya?
Apalagi harga lagi tinggi ya. Memang sebenarnya emas itu sudah agak lama sih. Jadi 5-6 tahun lalu kami secara internal juga berpikir, ini bagaimana sih kalau kita hanya mengandalkan batu bara, apalagi kita masih ingat 2014-2015 itu kita benar-benar di bottom. Sehingga, hampir tidak mungkin kita hanya rely on batu bara. Gak bisa!
Waktu itu kami sempat masuk ke pembangkit bersama dengan Sumitomo di PLTU Tanjung Jati. Namun kalau kita lihat electicity (pembangkit) itu kan tergantung government (pemerintah). Selain itu, penjualan listriknya mau gak mau harus ke PLN.
Nah, setelah itu kami melihat apalagi yang bisa dilakukan. Yang paling mungkin tentunya yang sama-sama tambang, tapi berbeda komoditasnya. Dari semua komoditas yang ada itu, memang kalau dilihat dengan batu bara semuanya in line. Kalau lagi industri bagus, batu bara akan tinggi, semua komoditas nikel dan lain lain pasti akan bagus.
Satu-satunya yang agak berbeda adalah emas. Sifatnya agak berbeda, karena emas itu hanya 50% untuk consumption, sisanya untuk investasi. Nah, waktu itu sebenarnya pemikirannya adalah kita mau cari sesuatu yang berbeda.
Sehingga kalau ada satu lagi terpuruk, tidak semuanya jatuh. Ada balance, itu yang diinginkan. Jadi balance dari protofolio itu tujuan awal. Nah, 4-5 tahun lalu kami coba belajar, karena kami yakin kita akuisisi harus punya kompetensi yang cukup untuk bisa compete dengan yang lain.
Kebetulan waktu itu ada tambang emas kecil, kami coba akuisisi. Tambang itu masih groundfield, kami coba gunakan itu untuk belajar, uji coba karena sizenya kecil sehingga risikonya juga tidak tinggi.
Nah kita dapat lesson learn dari situ, oh ternyata emas itu tidak mudah, berbeda dengan batu bara, bahkan secara geologi emas berbeda. Itu yang coba dicari, dan ternyata kita ketemu beberapa hal yang kami bisa pelajari. Ada opportunity kami memberanikan diri untuk mencoba.
Nah, memang selama ini yang kita pelajari itu benar-benar berguna sekali, sehingga waktu kami masuk itu banyak sekali kemudahan. Meski demikian kami tak mau gegabah, tetap menggunakan banyak konsultan. Untuk setiap paling tidak 2-3 consultant, baik teknis, geologis, sampai ke masalah processing, semuanya 2-3 consultant. Karena ini jarang-jarang dan opportunity bagus, yang sudah groundfield, yang sudah berjalan, dan ada opportunity untuk akuisisi
Jadi ini bisa dibilang salah satu antisipasi United Tractors yang sebenarnya sudah lama dipikirkan. Saat harga batu bara lagi rendah, sekarang akhirnya emas bisa menopang pertumbuhan laba ?
Ya itu yang bisa membalance kesulitan dari beberapa hal tadi, baik dari sisi mining contractors, mining concession, dan terutama untuk penjualan alat berat.
Tapi lini bisnis emas itu kan sekarang masih sedikit porsinya ya disbanding yang lain dari sisi pendapatan?
Kalau dari sisi bottom line sih cukup baik bisa 10-15%
Kedepannya apa mau diperbesar lagi?
Itu pasti ya, untuk emas sepertinya jadi satu yang cukup baik dijadikan balancer portofolio yang bisa menyelamatkan dalam tanda petik pada saat batu bara drop. Inia da kenaikan yang di emas yang bisa memberi kontribusi positif untuk united tractors
Kira-kira dari sekarang 10-15%, bisa jadi berapa targetnya?
Sebetulnya kalau target ini memang karena kami tahu emas di Indonesia itu tidak terlalu banyak. Kita tahu Indonesia punya batu bara itu cukup banyak, walaupun di dunia tidak terlalu besar dibandingkan beberapa negara lain seperti Australia maupun Rusia. Sedangkan emas itu di Indonesia juga tidak terlalu banyak.
Apalagi kalau dilihat bahwa Martabe itu adalah pure gold, artinya tidak ada produk sampingan, hanya emas dan perak. Sementara yang lainnya itu kebanyakan adalah coper and gold, misalnya Freeport, Merdeka dan Newmont (sekarang menjadi Aman Mineral). Jarang memang yang benar benar pure gold.
Ini juga satu kendala lagi. Artinya ke depan kalau memang benar-benar mau di emas, harus menambah juga kompetensi di bidang cooper. Memang cooper beda lagi, karena lebih banyak di processingnya berbeda dengan emas.
Emas adalah suatu mineral yang processingnya termasuk sederhana. Itu memang butuh teknoolgi, kemudian capital yang lebih tinggi juga, dan tentunya kompetensi itu sendiri. Itu yang ingin dicoba terus diimprove dalam waktu beberapa tahun ke depan ini. Sehingga nanti kalau ada opportunity itu kita sudah siap.
Kalau untuk pengembangan anak usaha UNTR lainnya bagaimana seperti Pama Persada?
Ya Pama Persada ini fokusnya di mining contractor. Nah kita tahu kalau mining contractors itu ke depan hanya jadi base, kalau untuk growth sulit. Karena kita tahu tambang atau produksi batu bara Indonesia maunya pemerintah hanya 500 juta ton maksimum dan disesuakan untuk kebutuhan dalam negeri.
Dengan hal itu kan pekerjaan atau size mining contractor itu kan gitu-gitu aja.
Kami sekarang menguasai 50% dari mining contractor, mau menaikkan market share juga sulit karena mereka sudah tersegmentasi. Segmen yang big project dengan yang small project itu sudah different. Jadi sekarang sudah hampir (stabil), karena hamper semua tambang besar itu sudah kami tangani.
Kedua tentunya kami masih kembangkan di batu bara sendiri sebagai pemilik konsesi, tapi hanya 2 yang dicari, 1 yang kalorinya tinggi, dan kedua itu cooking coal. Dan itu memang tidak mudah, karena kita tahu Kalimantan timur dan selatan itu juga sudah tereksploitasi banyak sekali. Satu satunya area yang mungkin adalah Kalimantan tengah.
Itu dimana area yang kita miliki sekarang berada satu cluster. Nah, kendalanya di Kalimantan tengah adalah masalah logistic, karena kita tahu dengan fluktuasi yang luar biasa terhadap muka air sungai, itu juga menyulitkan untuk mendeliver product dengan konsisten. Nah, memang lagi dicari jalan, kalau bisa ketemu untuk infrastructure yang memungkinkan untuk 12 bulan beroperasi, itu harusnya opportunitynya cukup banyak
Jadi kalau bisa disimpulkan, dari berbagai lini bisnis, kedepannya UNTR ini arah bisnisnya mau kemana fokusnya?
Ada 2 hal, untuk alat berat dan batu bara itu sebagai base, tapi bukan sebagia engine growth. Karena memang dengan size seperti sekarang, kalau kita ingat tahun lalu itu sekitar 11 triliun rupiah bottom lin. Kalau kita mau naik 10% itu artinya musti cari bottom line sekitar 1 triliun, dan butuh size yang luar biasa.
Untuk dapat 1 triliun itu mau berapa jualannya, maksudnya hamper gak mungkin bisa mengakomodir kebutuhan itu. Jadi itu tetap sebagai base, tapi untuk growth ke depan itu harus dicari portofolio berbeda, salah satunya emas. Dengan bisa akuisisi tambang emas dan bisa berkontribusi 10-15% terhadap growth itu kan luar biasa sekali ya. Bisa juga mineral yang berbeda.
Mineral yang berbeda ini apa aja?
Ya tadi yang saya bilang kan copper. Sebenarnya kalau dilihat Indonesia itu mineral yang cukup kaya adalah nikel, terutama nikel tipe laterit itu banyak sekali opportunitynya. Memang kalau untuk nikel itu kana da di tambang, ada processing sampai ke produk jadi hilirnya.
Nah, kita juga paham dalam idustri mineral seperti itu yang di tengah yang paling sulit, capitalnya besar sekali, fluktuasinya besar sekali, marginnya paling tipis. Sehingga memang harus dipikirkan harus ada sampai di hilir, jadi satu kesatuan. Tapi sekali lagi, setiap kali UNTR mau masuk dalam lini bisnis lain, kita harus punya kompetensi dul.
Jangan dibalik masuk dulu baru belajar, itu butuh waktu lama. Kedua, untuk bisa mendapat level yang kompetitif itu tidak mudah, berhadapan dengan pemain besar. Contoh ya emas tadi, ambil yang kecil yang belum ada apa-apa, belajar 4-5 tahun, dapat yang besar. Itu yakin sih, kalau benar-benar kita berikhtiar gitu ya, Tuhan kasih jalan lah
Berarti yang paling dekat itu nikel ya?
Emas. Saya tetap berpegang tembaga dan emas, kemudian nikel. Karena tembaga itu product yang biasanya blended dengan emas. Jadi cari yang pure gold susah, cari yang copper and gold, tapi setelah itu next-nya masuk komoditas lain, paling dekat ya nikel.
Sudah ada rencana akuisisi tambang baru lagi?
Ini agak sulit memang ya, karena kadang opportunity itu gak setiap kali muncul, dan kadang juga gak terduga seperti martabe. Jadi kalau dibilang ada target ya pasti ada. Hanya mungkin tahapannya masih terlalu awal. Kalau dibilang ada target gak, ya ada. Tapi kita ga spesifik PT ini PT itu, karena memang belum ada yang sampai pas. Tetap kami akan cari, kalau memang ada yang pas denagn recuirement artinya sizeable, kemudian valuation.
Sejauh ini, yang paling dekat, yang keliatan paling jelas untuk diakuisisi?
Belum ada sih sebetulnya, tawaran ada, hanya stagenya masih terlalau awal, baru diskusi-diskusi. Kita lagi cari-cari, ada beberapa yang sudah mulai diskusi, tapi ternayat ya ada yang gak match. Karena ini kan seperi jodoh ya, karena bukan hanya kita gak bisa bilang ini asset bagus, tapi juga seperti apa backgroundnya, ada case dengan government atau community gak, karena di pertambangan kan banyak hal yang sensitive ya, termasuk juga struktur perusahaannya seperti apa.
Kira-kira dalam berapa tahun lagi mungkin bisa ada 1 yang teralisasi?
Kalau namanya target ya maunya setiap tahun akuisisi, itu sama dengan orang mau menikah sudah ada target tapi belum ada calonnya. Gitu lah. Target ok setiap tahun mau ada 1, tapi calonnya belum ada.
Jadi tahun ini ada?
Tahun ini kan tinggal berapa bulan, kelihatannya agak sulit. Paling gak, kalau pengalaman dari martabe itu paling gak setahun dari mulai start awal approach sampai jadi etul-betul biasanya setahun. Karena proses due diligence juga lama, kita mesti drilling dulu. Kalau di kami ada apapun tetap harus ada proses pengeboran, paling tidak confirmatary drill, walaupun data sudah lengkap, itu memang aturan baku.
Kalau dari kinerja keuangan, pertumbuhan pendapatan semester 1 2019 lumayan walaupun laba masih tipis 2%. Bagaimana sampai akhir tahun?
Kelihatannya setengah tahun berikutnya tidak terlalu banyak berbeda, sepertinya mencerminkan hal yang sama. Kita tetap berharap, tapi kami gak bisa kasih prediksi apapun, hanya kalau lihat situasi di luar ya memang kelihatannya cukup terbatas untukb bisa accelerate cukup cepat.
Jadi kalau laba tumbuh double digit mungkin?
Ya itu diusahakan, kalau double digit sih ya, harusnya mudah-mudahan bisa
Kalau pendapatan bisa?
Terus terang saya lebih focus ke bottom line disbanding pendapatan. Karena kalau pendapatan dengan kondisi sekarang seperti tadi kan. Kalau bottom line itu kan lebih ke internal process, jadi kami lakukan efisiensi di dalam itu yang bisa meningkatkan bottom line.
Jadi kalau top line ini kan tergantung kondisi perekonomian, jadi susah kan mau meningkat. Ya meningkat atau enggak, tergantung banyak. Jadi kalau bottom line kan tergantung kemampuan internal.
Bagaimana caranya biar bisa capai target?
Ya musti istilahnya ya digebukin terus, istilahnya mereka dichallenge terus, dan encourage juga, dan didorong terus, direview berkali-kali. Contohnya dengan beberapa inisiatif yang dilakukan, kita coba menstrengthen sinergi kita.
Sebetulnya United Tractors Group 28 ribu karyawan itu kan sebetulnya potensi karyawan itu besar sekali ya, kalau itu gaka da sinergi kan kita kehilangan energy. Itu yang bisa dimanfaatkan untuk improvement, sehingga ujung-ujungnya bottom linenya bisa naik
Kalau belanja modal sendiri sampai saat ini sudah berapa persen yang terpakai? Tahun ini sekitar US$ 700 juta?
Ya segitu ya more and less, tahun lalu kan karena ada martabe jadi besar. Tahun ini, kan secara normal pama ini sebagai mining contractors sebetulnya US$ 400 juta-US$500 juta, ya sisanya dengan tambang-tambang yang kita miliki itu juga ada beberapa tambang yang gak terlalu besar sih, misalnya mereka mau bikin washing plant mungkin 60-70 juta dolar, bikin pelabuhan diperlebar, itu ada beberapa ekspansi mungkin beberapa puluh juta dolar
Jadi belum ada belanja modal khusus untuk akuisisi ya?
Belum, belum ada calonnya kan.
Apa harapan dari pelaku industri batu bara terhadap pemerintah menyikapi situasi kejatuhan harga komoditas sekarang ini. Butuh insentif misalnya?
Kalau saya melihat, sebetulnya sampai insentif, yang penting regulasi itu jangan sering berubah, karena satu perubahan itu butuh persiapan untuk bisa mengahdapi perubahan itu.
Nah, kalau berubah kemudian udah diprepare, kemudian berubah lagi itu tentu menyulitkan. Karena butuh waktu, tidak mudah untuk beradaptasi dalam waktu singkat. Itu yang paling penting, jadi konsistensi dari regulasi. Kalau itu fluktuasi kitanya repot. Yang kedua, kadang regulasi sudah dirilis tapi tidak melihat kenyataan di lapangan sperti apa
(hps/hps) Next Article Raja Batu Bara RI: Haji Isam, 'Raksasa' Batu Bara Kalimantan
Tak hanya sebagai penyuplai alat berat, United Tractors juga berbisnis sebagai kontraktor tambang batu bara dan sekaligus sebagai produsen batu bara, melalui anak usahanya PT Pama Persada.
Coba lihat Sepanjang 6 bulan pertama tahun ini, United Tractors mencatatkan penjualan alat berat Komatsu sebanyak 1.917 unit, atau turun sebesar 17,85% secara year on year (YoY) dari 2.400 unit pada semester I-2019. Selama 6 bulan terakhir, rerata penjualan masih didominasi ke sektor pertambangan dengan kontribusi sebesar 47% dari total penjualan.
Merespons kondisi tersebut, CNBC Indonesia mendapat kesempatan untuk bertemu dengan orang nomor satu atau Presiden Direktur United Tractors Frans Kesuma. Lelaki lulusan Universitas Parahyangan dan Institute Teknologi Bandung (ITB) bercerita banyak seputar masalah yang dihadapi pelaku industri pertambangan saat ini.
Saat ini kondisi industri batu bara sedang tertekan dan Presiden Joko Widodo pernah menyatakan bahwa era komoditas akan berakhir. Bagaimana tanggapan anda?
Iya memang selama ini 90% bisnis utama United Tractors terkait dengan komoditas batu bara. Harga komoditas selalu fluktuasi, up and down. Sejak 1990-an waktu saya bergabung di United Tractor mengalami banyak sekali siklus up and down dari komoditas.
Perspektif kami, sebetulnya yang penting adalah bagaimana mengantisipasi kapan harga akan turun, kapan sih harga akan naik. Apapun juga, naik atau turun tidak bisa dihindari. Jadi kesiapan untuk menghadapi kondisi yg sulit itu sebetulnya menjadi kunci dari apakah United Tractors bisa tetap maintain atau sustain tumbuh terus atau tidak. Jadi kuncinya adalah antisipasi
Baru-baru ini UNTR merilis data penjualan alat berat UNTR semester 1 2018 turun 20% yoy. Apakah ini juga dampak dari tertekannya harga komoditas?
Tepat sekali, karena kalau dilihat dari data maka yang mengalami penurunan paling banyak itu adalah sektor pertambangan. Dari tahun lalu sampai tahun ini itu market alat berat dari sektor batu bara itu memang turunnya banyak sekali.
Nah, United Tractors berusaha untuk meningkatkan market share, tapi tentunya tidak mudah, karena pasti semua pemain akan melakukan hal yang sama. Karena pasarnya sedikit, maka kami semua berlomba untuk meningkatkan market share. Sampai saat ini, market share united tractors stabil dari tahun lalu.
Artinya memang tidak mudah meningkatkan market share, sehingga imbasnya adalah bahwa penjualan United Tractors itu sejalan dengan penurunan market secara umum atau secara total market di indonesia. Memang itu tidak bisa dihindari, sehingga kami berusaha mencari sektor lain yang mungkin masih ada peluang. Misalnya sektor konstruksi.
![]() |
Apakah penjualan alat berat banyak ke konstruksi dan kehutanan meningkat?
Betul, itu yang ingin kami masuk. Supaya itu bisa digarap dengan lebih intens, supaya ada balance antara yang komoditas yang dalam hal ini batu bara yang sangat drop dengan konstruksi yang relatif akan tumbuh.
Kira-kira jadi berapa porsi sektor konstruksi dan kehutanan ini dari total penjualan alat berat?
Kalau lihat dari total penjualan United Tractors secara target memang awal tahun itu 4.000 unit. Tapi dengan kondisi seperti ini, memang mau gak mau kita harus realistis juga.
Artinya ada revisi target?
Ya, akan ada penurunan mungkin sekitar 10% atau 15%. Dari target awal itu pasti akan drop minimal 10% untuk penjualan alat berat. Dan memang kalau dilihat tahun-tahun sebelumnya, biasanya kalau penjualan alat berat itu drop, maka product support biasanya akan naik.
Kenapa? Karena biasanya perusahaan ingin melakukan replacement, dia berubah dengan cara meremajakan umur dari alat. Tapi saat ini kelihatannya cukup sulit, karena dari product support tidak ada kenaikan yang signifikan. Artinya memang ada ekstra kapasitas berlebih, jadi itu yang menjadi tantangan United tractors.
Kalau konsumsi China turun 5% itu imbasnya untuk Indonesia itu besar sekali, karena Indonesia hampir sebagian besar pasar ekspornya, yaitu China dan India. Sehingga begitu china turun, apalagi sizenya besar sekali, imbasnya pasti kena IndonesiaFrans Kesuma, Presiden Direktur United Tractor |
Kalau kontribussi dari pertambangan batu bara bagaimana? Kontribusi ke pendapatan semester I-2019 cukup besar yaitu 16%. Apakah terdampak penurunan harga komoditas?
Ada 2 sisi, pertama, sebagai mining contractors yang men-support pemain atau produsen batu bara. Memang kalau dilihat dari tahun lalu, secara produksi sedikit sekali turun dibandingkan tahun lalu. Memang ada beberapa customer yang mulai berdiskusi bagaimana dengan masalah unit price, apakah bisa disupport seperti 5-6 tahun lalu yg pernah terjadi.
Nah dalam arti memang kami coba lihat memang tidak bisa menghindari 100% kami tidak memberi kontribusi. Kontribusi yang diberikan tentunya juga kita lihat dari kondisi masing-masing customer. Cara balance-nya hanya satu yaitu melakukan efisiensi atau penurunan biaya produksi.
Itu yg bisa kita lakukan supaya mem-balance dengan apa yang diberikan oleh customer bisa dibalance dengan efisiensi yang bisa menurunkan biaya produksi, sehingga total bottom line-nya bisa seimbang untuk batu bara sebagi kontraktor.
Kedua, sebagai pemilik tambang, memang harga batu bara sekarang sangat jatuh. Nah bersyukurnya memang tambang-tambang yang kami miliki itu, mempunyai kadar kalori yang cukup tinggi. Misalnya (tambang) Asmin, itu kalori bisa di atas indeks 6.322 kilo calori, kami punya bisa 6.500 kilo kalor.Yang kedua dari SMM atau Suprabari Mapanindo Mineral, itu memiliki karakteristik sebagian adalah thermal coal, sebagian batubara kokas yang untuk support industry maju.
Dengan demikian, kalau kami menjual dengan kalori tinggi untuk SMM, untuk produk thermal coal itu hampir mendekati 7000 kilo kalori, kalau ada di semi soft cooking coal harganya juga lebih tinggi 30-40 dolar dibanding thermal coal.
Jadi itu salah satu keuntungan, sehingga memang imbasnya tidak terlalu berat. Tapi kalua dibilang tidak terimbas, gak juga, karena sebelumnya harganya tinggi. Hanya dengan harga sekarang itu masih bisa dapat margin yang cukup sehat.
Katanya produksi batu bara ini oversupply, kalua menurut United Tractors sendiri bagaimana?
Jadi begini, karakteristik batu bara itu tidak mudah untuk menurunkan supply dalam waktu yang cepat, jadi ada waktu yang dibutuhkan. Nah, dengan itu memang bisa dibilang supplynya itu stabil.
Di lain pihak memang demand agak menurun, karena kita tahu dengan perang dagang itu kan dari china konsumsinya berkurang. Nah, masalahnya di Indonesia itu sebagian besar tujuan ekspor batubara itu adalah China.
Apalagi kalau dilihat China, yang impor itu hanya 10% atau 15% dari kebutuhan total. Sehingga penurunan konsumsi China misalnya 5%, mereka pasti akan menurunkan impor karena mereka ingin mempertahankan domestic market.
Kalau konsumsi China turun 5% itu imbasnya untuk Indonesia itu besar sekali, karena Indonesia hampir sebagian besar pasar ekspornya, yaitu China dan India. Sehingga begitu china turun, apalagi sizenya besar sekali, imbasnya pasti kena Indonesia
Selain batubara, UNTR beberapa tahun lalu juga sudah akuisisi tambang emas Martabe melalui PT Agincourt Resources. Bagaimana pengembangan kedepannya?
Apalagi harga lagi tinggi ya. Memang sebenarnya emas itu sudah agak lama sih. Jadi 5-6 tahun lalu kami secara internal juga berpikir, ini bagaimana sih kalau kita hanya mengandalkan batu bara, apalagi kita masih ingat 2014-2015 itu kita benar-benar di bottom. Sehingga, hampir tidak mungkin kita hanya rely on batu bara. Gak bisa!
Waktu itu kami sempat masuk ke pembangkit bersama dengan Sumitomo di PLTU Tanjung Jati. Namun kalau kita lihat electicity (pembangkit) itu kan tergantung government (pemerintah). Selain itu, penjualan listriknya mau gak mau harus ke PLN.
Nah, setelah itu kami melihat apalagi yang bisa dilakukan. Yang paling mungkin tentunya yang sama-sama tambang, tapi berbeda komoditasnya. Dari semua komoditas yang ada itu, memang kalau dilihat dengan batu bara semuanya in line. Kalau lagi industri bagus, batu bara akan tinggi, semua komoditas nikel dan lain lain pasti akan bagus.
Satu-satunya yang agak berbeda adalah emas. Sifatnya agak berbeda, karena emas itu hanya 50% untuk consumption, sisanya untuk investasi. Nah, waktu itu sebenarnya pemikirannya adalah kita mau cari sesuatu yang berbeda.
![]() |
Sehingga kalau ada satu lagi terpuruk, tidak semuanya jatuh. Ada balance, itu yang diinginkan. Jadi balance dari protofolio itu tujuan awal. Nah, 4-5 tahun lalu kami coba belajar, karena kami yakin kita akuisisi harus punya kompetensi yang cukup untuk bisa compete dengan yang lain.
Kebetulan waktu itu ada tambang emas kecil, kami coba akuisisi. Tambang itu masih groundfield, kami coba gunakan itu untuk belajar, uji coba karena sizenya kecil sehingga risikonya juga tidak tinggi.
Nah kita dapat lesson learn dari situ, oh ternyata emas itu tidak mudah, berbeda dengan batu bara, bahkan secara geologi emas berbeda. Itu yang coba dicari, dan ternyata kita ketemu beberapa hal yang kami bisa pelajari. Ada opportunity kami memberanikan diri untuk mencoba.
Nah, memang selama ini yang kita pelajari itu benar-benar berguna sekali, sehingga waktu kami masuk itu banyak sekali kemudahan. Meski demikian kami tak mau gegabah, tetap menggunakan banyak konsultan. Untuk setiap paling tidak 2-3 consultant, baik teknis, geologis, sampai ke masalah processing, semuanya 2-3 consultant. Karena ini jarang-jarang dan opportunity bagus, yang sudah groundfield, yang sudah berjalan, dan ada opportunity untuk akuisisi
Jadi ini bisa dibilang salah satu antisipasi United Tractors yang sebenarnya sudah lama dipikirkan. Saat harga batu bara lagi rendah, sekarang akhirnya emas bisa menopang pertumbuhan laba ?
Ya itu yang bisa membalance kesulitan dari beberapa hal tadi, baik dari sisi mining contractors, mining concession, dan terutama untuk penjualan alat berat.
Tapi lini bisnis emas itu kan sekarang masih sedikit porsinya ya disbanding yang lain dari sisi pendapatan?
Kalau dari sisi bottom line sih cukup baik bisa 10-15%
Kedepannya apa mau diperbesar lagi?
Itu pasti ya, untuk emas sepertinya jadi satu yang cukup baik dijadikan balancer portofolio yang bisa menyelamatkan dalam tanda petik pada saat batu bara drop. Inia da kenaikan yang di emas yang bisa memberi kontribusi positif untuk united tractors
Kira-kira dari sekarang 10-15%, bisa jadi berapa targetnya?
Sebetulnya kalau target ini memang karena kami tahu emas di Indonesia itu tidak terlalu banyak. Kita tahu Indonesia punya batu bara itu cukup banyak, walaupun di dunia tidak terlalu besar dibandingkan beberapa negara lain seperti Australia maupun Rusia. Sedangkan emas itu di Indonesia juga tidak terlalu banyak.
Apalagi kalau dilihat bahwa Martabe itu adalah pure gold, artinya tidak ada produk sampingan, hanya emas dan perak. Sementara yang lainnya itu kebanyakan adalah coper and gold, misalnya Freeport, Merdeka dan Newmont (sekarang menjadi Aman Mineral). Jarang memang yang benar benar pure gold.
Ini juga satu kendala lagi. Artinya ke depan kalau memang benar-benar mau di emas, harus menambah juga kompetensi di bidang cooper. Memang cooper beda lagi, karena lebih banyak di processingnya berbeda dengan emas.
Emas adalah suatu mineral yang processingnya termasuk sederhana. Itu memang butuh teknoolgi, kemudian capital yang lebih tinggi juga, dan tentunya kompetensi itu sendiri. Itu yang ingin dicoba terus diimprove dalam waktu beberapa tahun ke depan ini. Sehingga nanti kalau ada opportunity itu kita sudah siap.
Kalau untuk pengembangan anak usaha UNTR lainnya bagaimana seperti Pama Persada?
Ya Pama Persada ini fokusnya di mining contractor. Nah kita tahu kalau mining contractors itu ke depan hanya jadi base, kalau untuk growth sulit. Karena kita tahu tambang atau produksi batu bara Indonesia maunya pemerintah hanya 500 juta ton maksimum dan disesuakan untuk kebutuhan dalam negeri.
Dengan hal itu kan pekerjaan atau size mining contractor itu kan gitu-gitu aja.
Kami sekarang menguasai 50% dari mining contractor, mau menaikkan market share juga sulit karena mereka sudah tersegmentasi. Segmen yang big project dengan yang small project itu sudah different. Jadi sekarang sudah hampir (stabil), karena hamper semua tambang besar itu sudah kami tangani.
Kedua tentunya kami masih kembangkan di batu bara sendiri sebagai pemilik konsesi, tapi hanya 2 yang dicari, 1 yang kalorinya tinggi, dan kedua itu cooking coal. Dan itu memang tidak mudah, karena kita tahu Kalimantan timur dan selatan itu juga sudah tereksploitasi banyak sekali. Satu satunya area yang mungkin adalah Kalimantan tengah.
Itu dimana area yang kita miliki sekarang berada satu cluster. Nah, kendalanya di Kalimantan tengah adalah masalah logistic, karena kita tahu dengan fluktuasi yang luar biasa terhadap muka air sungai, itu juga menyulitkan untuk mendeliver product dengan konsisten. Nah, memang lagi dicari jalan, kalau bisa ketemu untuk infrastructure yang memungkinkan untuk 12 bulan beroperasi, itu harusnya opportunitynya cukup banyak
Jadi kalau bisa disimpulkan, dari berbagai lini bisnis, kedepannya UNTR ini arah bisnisnya mau kemana fokusnya?
Ada 2 hal, untuk alat berat dan batu bara itu sebagai base, tapi bukan sebagia engine growth. Karena memang dengan size seperti sekarang, kalau kita ingat tahun lalu itu sekitar 11 triliun rupiah bottom lin. Kalau kita mau naik 10% itu artinya musti cari bottom line sekitar 1 triliun, dan butuh size yang luar biasa.
Untuk dapat 1 triliun itu mau berapa jualannya, maksudnya hamper gak mungkin bisa mengakomodir kebutuhan itu. Jadi itu tetap sebagai base, tapi untuk growth ke depan itu harus dicari portofolio berbeda, salah satunya emas. Dengan bisa akuisisi tambang emas dan bisa berkontribusi 10-15% terhadap growth itu kan luar biasa sekali ya. Bisa juga mineral yang berbeda.
Mineral yang berbeda ini apa aja?
Ya tadi yang saya bilang kan copper. Sebenarnya kalau dilihat Indonesia itu mineral yang cukup kaya adalah nikel, terutama nikel tipe laterit itu banyak sekali opportunitynya. Memang kalau untuk nikel itu kana da di tambang, ada processing sampai ke produk jadi hilirnya.
Nah, kita juga paham dalam idustri mineral seperti itu yang di tengah yang paling sulit, capitalnya besar sekali, fluktuasinya besar sekali, marginnya paling tipis. Sehingga memang harus dipikirkan harus ada sampai di hilir, jadi satu kesatuan. Tapi sekali lagi, setiap kali UNTR mau masuk dalam lini bisnis lain, kita harus punya kompetensi dul.
Jangan dibalik masuk dulu baru belajar, itu butuh waktu lama. Kedua, untuk bisa mendapat level yang kompetitif itu tidak mudah, berhadapan dengan pemain besar. Contoh ya emas tadi, ambil yang kecil yang belum ada apa-apa, belajar 4-5 tahun, dapat yang besar. Itu yakin sih, kalau benar-benar kita berikhtiar gitu ya, Tuhan kasih jalan lah
Berarti yang paling dekat itu nikel ya?
Emas. Saya tetap berpegang tembaga dan emas, kemudian nikel. Karena tembaga itu product yang biasanya blended dengan emas. Jadi cari yang pure gold susah, cari yang copper and gold, tapi setelah itu next-nya masuk komoditas lain, paling dekat ya nikel.
Sudah ada rencana akuisisi tambang baru lagi?
Ini agak sulit memang ya, karena kadang opportunity itu gak setiap kali muncul, dan kadang juga gak terduga seperti martabe. Jadi kalau dibilang ada target ya pasti ada. Hanya mungkin tahapannya masih terlalu awal. Kalau dibilang ada target gak, ya ada. Tapi kita ga spesifik PT ini PT itu, karena memang belum ada yang sampai pas. Tetap kami akan cari, kalau memang ada yang pas denagn recuirement artinya sizeable, kemudian valuation.
Sejauh ini, yang paling dekat, yang keliatan paling jelas untuk diakuisisi?
Belum ada sih sebetulnya, tawaran ada, hanya stagenya masih terlalau awal, baru diskusi-diskusi. Kita lagi cari-cari, ada beberapa yang sudah mulai diskusi, tapi ternayat ya ada yang gak match. Karena ini kan seperi jodoh ya, karena bukan hanya kita gak bisa bilang ini asset bagus, tapi juga seperti apa backgroundnya, ada case dengan government atau community gak, karena di pertambangan kan banyak hal yang sensitive ya, termasuk juga struktur perusahaannya seperti apa.
Kira-kira dalam berapa tahun lagi mungkin bisa ada 1 yang teralisasi?
Kalau namanya target ya maunya setiap tahun akuisisi, itu sama dengan orang mau menikah sudah ada target tapi belum ada calonnya. Gitu lah. Target ok setiap tahun mau ada 1, tapi calonnya belum ada.
Jadi tahun ini ada?
Tahun ini kan tinggal berapa bulan, kelihatannya agak sulit. Paling gak, kalau pengalaman dari martabe itu paling gak setahun dari mulai start awal approach sampai jadi etul-betul biasanya setahun. Karena proses due diligence juga lama, kita mesti drilling dulu. Kalau di kami ada apapun tetap harus ada proses pengeboran, paling tidak confirmatary drill, walaupun data sudah lengkap, itu memang aturan baku.
Kalau dari kinerja keuangan, pertumbuhan pendapatan semester 1 2019 lumayan walaupun laba masih tipis 2%. Bagaimana sampai akhir tahun?
Kelihatannya setengah tahun berikutnya tidak terlalu banyak berbeda, sepertinya mencerminkan hal yang sama. Kita tetap berharap, tapi kami gak bisa kasih prediksi apapun, hanya kalau lihat situasi di luar ya memang kelihatannya cukup terbatas untukb bisa accelerate cukup cepat.
Jadi kalau laba tumbuh double digit mungkin?
Ya itu diusahakan, kalau double digit sih ya, harusnya mudah-mudahan bisa
Kalau pendapatan bisa?
Terus terang saya lebih focus ke bottom line disbanding pendapatan. Karena kalau pendapatan dengan kondisi sekarang seperti tadi kan. Kalau bottom line itu kan lebih ke internal process, jadi kami lakukan efisiensi di dalam itu yang bisa meningkatkan bottom line.
Jadi kalau top line ini kan tergantung kondisi perekonomian, jadi susah kan mau meningkat. Ya meningkat atau enggak, tergantung banyak. Jadi kalau bottom line kan tergantung kemampuan internal.
Bagaimana caranya biar bisa capai target?
Ya musti istilahnya ya digebukin terus, istilahnya mereka dichallenge terus, dan encourage juga, dan didorong terus, direview berkali-kali. Contohnya dengan beberapa inisiatif yang dilakukan, kita coba menstrengthen sinergi kita.
Sebetulnya United Tractors Group 28 ribu karyawan itu kan sebetulnya potensi karyawan itu besar sekali ya, kalau itu gaka da sinergi kan kita kehilangan energy. Itu yang bisa dimanfaatkan untuk improvement, sehingga ujung-ujungnya bottom linenya bisa naik
Kalau belanja modal sendiri sampai saat ini sudah berapa persen yang terpakai? Tahun ini sekitar US$ 700 juta?
Ya segitu ya more and less, tahun lalu kan karena ada martabe jadi besar. Tahun ini, kan secara normal pama ini sebagai mining contractors sebetulnya US$ 400 juta-US$500 juta, ya sisanya dengan tambang-tambang yang kita miliki itu juga ada beberapa tambang yang gak terlalu besar sih, misalnya mereka mau bikin washing plant mungkin 60-70 juta dolar, bikin pelabuhan diperlebar, itu ada beberapa ekspansi mungkin beberapa puluh juta dolar
Jadi belum ada belanja modal khusus untuk akuisisi ya?
Belum, belum ada calonnya kan.
Apa harapan dari pelaku industri batu bara terhadap pemerintah menyikapi situasi kejatuhan harga komoditas sekarang ini. Butuh insentif misalnya?
Kalau saya melihat, sebetulnya sampai insentif, yang penting regulasi itu jangan sering berubah, karena satu perubahan itu butuh persiapan untuk bisa mengahdapi perubahan itu.
Nah, kalau berubah kemudian udah diprepare, kemudian berubah lagi itu tentu menyulitkan. Karena butuh waktu, tidak mudah untuk beradaptasi dalam waktu singkat. Itu yang paling penting, jadi konsistensi dari regulasi. Kalau itu fluktuasi kitanya repot. Yang kedua, kadang regulasi sudah dirilis tapi tidak melihat kenyataan di lapangan sperti apa
![]() |
(hps/hps) Next Article Raja Batu Bara RI: Haji Isam, 'Raksasa' Batu Bara Kalimantan
Most Popular