CNBC Insight
Raja Batu Bara RI: Edwin Soeryadjaya Besar Bersama Batu Bara!

Jakarta, CNBC Indonesia - Tjia Han Pun alias Edwin Soeryadjaya terlahir pada 17 Juli 1949 setelah kedua orangtuanya kembali dari Negeri Belanda. Ketika kelahirannya, perang Indonesia-Belanda perlahan mereda. Ketika itu, ayahnya William Soeryadjaya masih merintis bisnisnya, membangun Astra.
Ketika era 1950-an William Soeryadjaya dipenjara, Edwin Soeryadjaya yang masih kecil itu jadi saksi pahit bisnis William juga. "Rumah kami yang besar di Sirnagalih dan ketiga mobil kami disita. Saya sekolah jalan kaki atau naik becak," aku Edwin Soeryadjaya dalam Man of Honor: Kehidupan, Semangat, dan Kearifan William Soeryadjaya (2012:54) yang disusun Teguh Sri Pambudi dan Harmanto Edy Djatmiko. Kala itu William dituduh menggelapkan pajak dan uang perusahaan.
Pengaruh William Soeryadjaya pada diri Edwin tentu saja besar. Edwin tentu melihat bagaimana William membesarkan Astra International. Anak kedua William Soeryadjaya ini pernah duduk dalam manajemen Astra.
Kepahitan lain yang dialami Edwin ketika sudah dewasa adalah buruknya manajemen Bank Summa, yang dipimpin oleh abangnya Edward Soeryadjaya. Ketika Bank Summa yang memegang banyak uang nasabah itu mengalami krisis, William Soeryadjaya kemudian menjual lebih dari 70% saham Astra demi bank tersebut.
Penjualan Astra karena Bank Summa itu telah menghilangkan banyak kekayaan keluarga Soeryadjaya. Namun keluarga Soeryadjaya memilih bangkit lagi dalam dunia bisnis setelah kejadian suram di awal era 1990-an itu. Pria yang pernah bersekolah di University of Southern California ini kemudian terjun ke bisnis keuangan.
Sekitar 1997-1998 Edwin bersama Sandiaga Uno mendirikan perusahaan keuangan Saratoga Investama Sedaya. Dimana dia menjadi pemimpin tertinggi perusahaan itu setelah Indonesia dilanda krisis moneter. Saratoga termasuk perusahaan keuangan yang kemudian berkembang.
Setelah tahun 2000 pertambangan batu bara menggeliat di Indonesia. Edwin Soeryadjaya pun belakangan masuk ke dalam bisnis ini. Seperti sepupunya yang pernah aktif di Astra juga, Thoedore Permadi Rachmat alias Teddy Rachmat yang terlibat dalam pendirian perusahaan batubara Pama Persada.
"Batu bara kemudian menjadi pilihan (bisnis) karena harganya yang lebih kompetitif lain seperti minyak bumi. Tingginya permintaan akan batu bara yang membuat harga komoditas ini relatif terjaga," tulis Ekuslie Goestiandi & Berny Gomulya dalam T.P. Rachmat on Excellence (2018:313).
Langkah penting William Soeryadjaya dalam bisnis batu bara ini terjadi di tahun 2005. "Baru pada 2005, lima investor yaitu Garibaldi, Benny Subianto, Edwin Soeryadjaya, Sandiaga Uno da Teddy Rachmat bergabung dalam mengambil alih Adaro dari pemilik lama," tulis tulis Ekuslie Goestiandi & Berny Gomulya (2018:314).
Selain Teddy Rachmat, para investor di Adaro itu adalah orang-orang yang cukup dikenalnya. Benny Subianto juga pernah jadi petinggi Astra seperti Edwin. Garibaldi adalah anak dari Teddy Thohir, yang juga pernah bekerja di Astra sebelum membangun TNT Group. Dan tentu saja Sandiaga Uno adalah anak didiknya dalam dunia bisnis.
PT Adaro Energy Tbk kemudian menjadi salah satu perusahaan batu bara terkemuka di Indonesia. Keterpurukan Keluarga Soeryadjaya atas kasus Bank Summa kemudian berlalu dan Edwin Soeryadjaya bisa menjadi salah satu orang terkaya atas bisnisnya di Adaro maupun di Saratoga.
Majalah Forbes 2021, menyebut Edwin Soeryadjaya dan keluarganya berada di urutan 29 dalam daftar 50 Orang terkaya Indonesia 2021. Dengan kekayaan US$ 1,51 miliar. Di luar dunia bisnis, Edwin Soeryadjaya menjadi Ketua Yayasan Universitas Kristen Indonesia, yayasan yang menaungi Universitas Kristen Indonesia (UKI) di Cawang Jakarta.
TIM RISET CNBC INDONESIA
[Gambas:Video CNBC]
Raja Batu Bara RI: Benny Subianto Pensiun dengan Batu Bara
(pmt/pmt)