Cari Dana Lewat Sukuk Saat New Normal, Menarikkah?

Rian Wisnu, CNBC Indonesia
01 July 2020 14:17
Rian Wisnu
Rian Wisnu
Head of Product Development and head sharia Unit Eatspring Investments Indonesia. Memiliki pengalaman berkarir di dunia investasi selama lebih dari 15 tahun. Sebelum bergabung Eastspring Investments Indonesia, beliau menempati posisi sebagai Senior Manage.. Selengkapnya
Emisi obligasi syariah (sukuk)
Foto: Getty Images/CNBC International

Catatan: Artikel ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mencerminkan pandangan Redaksi CNBCIndonesia.com

Pendanaan syariah sebetulnya dapat menjadi pendanaan yang sesuai dalam tatanan kenormalan baru (new normal) di tengah dampak ekonomi akibat pandemi virus corona (Covid-19) yang menghantam ekonomi global dan dalam negeri.

Paling tidak ada dua faktor yang dapat menjadi dasar. Pertama, pendanaan syariah tidak ada riba. Riba adalah tambahan yang diberikan dalam pertukaran barang-barang ribawi dan tambahan yang diberikan atas pokok utang, dengan imbalan penangguhan pembayaran secara mutlak.

Riba dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu riba utang-piutang dan riba jual-beli. Riba utang-piutang dibagi menjadi riba Qardh dan riba Jahiliyyah. Riba Qardh terjadi jika Anda meminjamkan sesuatu dengan syarat ada keuntungannya untuk Anda atau, ada tambahan bagi orang yang memberi pinjaman.

Sementara Riba Jahiliyyah terjadi jika utang yang dibayar, lebih besar dari pokok karena si peminjam tidak mampu membayar hutangnya pada waktu yang ditetapkan.

Dengan tidak adanya riba, maka si peminjam atau pihak yang menggalang dana dari pendanaan syariah ini, tidak dibebani kewajiban tambahan.

Aktivitas usaha masih mencoba beradaptasi dengan tatanan normal baru di tengah krisis ekonomi. Secara otomatis, penghasilan atau pendapatan usaha tidak akan sebesar sebelum terjadi krisis. Sudah selayaknya, dalam kondisi seperti ini, aktivitas usaha tidak dibebani dengan kewajiban tambahan. 

Kedua, adanya konsep bagi hasil. Konsep ini mendukung konsep tanpa riba yang telah di jelaskan sebelumnya.

Salah satu instrumen pendanaan syariah yang dapat Anda gunakan adalah dengan cara menerbitkan sukuk. Sukuk ini memiliki karakteristik seperti obligasi (surat utang) namun, sukuk tidak bertentangan dengan prinsip syariah. 

Accounting and Auditing Organization for Islamic Financial Institution (AAOIFI) memberikan definisi sukuk sebagai sertifikat yang bernilai sama yang merepresentasikan bagian kepemilikan yang tidak terbagi atas suatu asset berwujud, nilai manfaat aset dan jasa atau atas kepemilikan aset dari suatu proyek atau kegiatan investasi tertentu.

Berdasarkan definisi dan konsep di atas, perbedaan utama sukuk dan obligasi terletak pada struktur dasar kedua instrumen tersebut.

Obligasi merupakan bentuk lain dari kewajiban utang murni dari penerbit (peminjam dana) kepada investor atau pemegang obligasi. Sementara sukuk, merepresentasikan kepemilikan bersama atas suatu asset atau manfaat asset/jasa/proyek/investasi tertentu.

Pada penerbitan obligasi, penerbit diwajibkan membayar kupon bunga yang merupakan imbal hasil yang diharapkan investor. Pada penerbitan sukuk, imbal hasil yang diharapkan adalah berupa bagi hasil, fee/ujrah, atau margin. Konsep bagi hasil ini tentu saja akan memberikan kemudahan kepada penerbit sukuk karena tidak dibebani kewajiban untuk membayar kupon bunga.

Misalkan, Anda menerbitkan sukuk dengan akad Ijarah. Akad ijarah ini adalah akad berdasarkan perjanjian antara pihak pemberi sewa atau pemberi jasa dan penyewa atau pengguna jasa, untuk memindahkan hak guna atas suatu objek ijarah.

Dalam skema penerbitan sukuk ijarah, si penerbit menyewakan objek ijarah kepada pihak ketiga. Pihak ketiga memberikan pembayaran sewa kepada penerbit.

Penerbit akan meneruskan pembayaran sewa secara periodik kepada investor, sesuai dengan waktu yang diperjanjikan serta sisa fee/ujrah ijarah pada saat jatuh tempo sukuk. Dengan konsep bagi hasil dan tanpa riba ini, pendanaan syariah akan memberikan kemudahan yang signifikan kepada pihak yang menggalang dana, sehingga mampu bertahan di tengah krisis ekonomi dalam tatanan normal baru.

Pendanaan syariah di pasar modal dengan cara menerbitkan sukuk, tercatat mengalami perkembangan yang baik. Namun demikian, pencapaian tersebut bisa lebih ditingkatkan lagi, melihat potensinya yang masih besar.

Hingga awal Juni 2020, jumlah kapitalisasi sukuk yang sudah diterbitkan adalah sebesar Rp 29,24 triliun. Nilai ini naik signifikan dari Rp 9,9 triliun yang tercatat di tahun 2015. Meskipun demikian, angka ini masih sangat rendah jika dibandingkan dengan nilai kapitalisasi perbankan syariah yang telah mencapai Rp 535,5 triliun di awal Juni 2020.

Minat investor di pasar modal untuk ikut mendanai pendanaan syariah ini juga meningkat signifikan. Nilai dana kelolaan reksa dana syariah pada awal Juni 2020, tercatat sebesar Rp 58 triliun, naik dari Rp 10 triliun yang tercatat di tahun 2010.

Reksa dana syariah ini memiliki aset dasar berupa instrumen investasi syariah yang merupakan hasil dari penggalangan dana dari skema pendanaan syariah, seperti sukuk, penerbitan instrumen pasar uang syariah bahkan saham syariah.

Hingga April 2020, jumlah investor pemegang sukuk tercatat sebesar 732 investor, naik dari 392 investor di tahun 2016. Investor reksa dana syariah tercatat sebanyak 295.430 investor, naik dari 50.880 investor di tahun 2016.

Sedangkan jumlah investor pemegang saham syariah sudah tercatat sebanyak 477.281 investor, naik dari 159.086 investor di tahun 2016.

Sementara itu ada beberapa investor institusi besar yang sangat berminat untuk melakukan investasi di pasar modal syariah, seperti Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH), BJPS Ketenagakerjaan, BP Tapera.

Semua ini menunjukkan bahwa potensi jumlah investor masih sangat besar untuk menyerap instrumen investasi syariah dari hasil pendanaan syariah di pasar modal. 


(tas/tas)

Tags

Related Opinion
Recommendation