
Jualan Ekspor Loyo: Salah 'Dapur' atau 'Toko'?
Raditya Hanung, CNBC Indonesia
06 February 2018 12:02

Berdasarkan klasifikasi kode Standard International Trade Classification (STI), selama tiga tahun terakhir ekspor Indonesia didominasi oleh ekspor pos Bahan Bakar, Bahan penyemir, dan sejenisnya, disusul oleh pos Hasil Pabrik/Manufaktur, Mesin dan Alat Pengangkutan, dan Minyak/Lemak Nabati &Hewani.
Sepanjang 11 bulan pada 2017 (per November), kelompok bahan bakar dan pelumas menyumbang 21,66% dari total nilai ekspor nasional, menjadi kontributor terbesar bagi ekspor Indonesia pada periode ini. Jumlah tersebut disusul oleh kelompok hasil pabrik/manufaktur dan kelompok minyak/lemak nabati dan hewani dengan pangsa ekspor masing-masing sebesar 13,15% dan 13,08%.
Namun perlu dicatat, porsi yang dominan itu tidak dibarengi signifikansi nilai ekspor karena pos itu justru mencatat penurunan nilai selama 2014-2016, terutama pada pos bahan bakar. Pada 2014, nilai ekspor Indonesia kelompok bahan bakar mencapai US$ 51,13 miliar, tetapi pada tahun 2016 anjlok 45,49% ke US$ 27,87 miliar.
Pergerakan ekspor kelompok bahan bakar dan pelumas memang sempat berbalik menguat (rebound) ke US$ 33,34 miliar pada tahun lalu seiring dengan kembali menguatnya harga minyak global pada 2017. Namun demikian, hal ini justru mempertegas bahwa ekspor Indonesia sangat tergantung harga komoditas global yang cenderung volatil.
Secara statistik, ekspor pos bahan bakar Indonesia memang masih jauh lebih besar dibandingkan dengan Vietnam dan Thailand. Sayangnya, ekspor Indonesia di kelompok ini masih didominasi bahan mentah. Sebagai contoh, pada tahun 2016 ekspor grup minyak mentah (kode SITC 333) berkontribusi sebesar 82,2% dari total ekspor di pos minyak, produk minyak, dan bahan sejenis (kode SITC 33), sedangkan ekspor grup batu bara mentah (kode SITC 321) berkontribusi sebesar 88,88% dari total ekspor pos coal, coke, and briquettes (kode SITC 32)
Dominannya porsi ekspor bahan mentah ini menunjukkan bahwa pos ekspor batu bara dan minyak mentah Indonesia memang mayoritas bernilai tambah rendah. Biasanya, ketika harga jual energi sedang tinggi, pos bahan bakar menjadi penyelamat nilai ekspor kita. Namun sayang, itu tidak terjadi dalam beberapa tahun terakhir dimana harga komoditas ternyata jatuh bebas pada medio 2014-2015.
Ketika ekspor bahan bakar yang jadi andalan Indonesia melemah, pos lain yang seharusnya menopang pelemahan sektor itu ternyata juga tidak bisa diharapkan. Pos barang pabrik/manufaktur serta mesin dan alat pengangkutan malah ikut melemah. Ekspor di pos barang pabrik/manufaktur turun 11,38% dari US$ 22,68 (2014) ke US$ 20,1 miliar (2016). Sementara itu, ekspor mesin dan alat pengangkutan juga mengalami tren penurunan sebesar 7,2% dari US$ 21,78 miliar (2014) ke US$ 20,21 miliar (2016). (ags)
Sepanjang 11 bulan pada 2017 (per November), kelompok bahan bakar dan pelumas menyumbang 21,66% dari total nilai ekspor nasional, menjadi kontributor terbesar bagi ekspor Indonesia pada periode ini. Jumlah tersebut disusul oleh kelompok hasil pabrik/manufaktur dan kelompok minyak/lemak nabati dan hewani dengan pangsa ekspor masing-masing sebesar 13,15% dan 13,08%.
Namun perlu dicatat, porsi yang dominan itu tidak dibarengi signifikansi nilai ekspor karena pos itu justru mencatat penurunan nilai selama 2014-2016, terutama pada pos bahan bakar. Pada 2014, nilai ekspor Indonesia kelompok bahan bakar mencapai US$ 51,13 miliar, tetapi pada tahun 2016 anjlok 45,49% ke US$ 27,87 miliar.
Pergerakan ekspor kelompok bahan bakar dan pelumas memang sempat berbalik menguat (rebound) ke US$ 33,34 miliar pada tahun lalu seiring dengan kembali menguatnya harga minyak global pada 2017. Namun demikian, hal ini justru mempertegas bahwa ekspor Indonesia sangat tergantung harga komoditas global yang cenderung volatil.
![]() |
Secara statistik, ekspor pos bahan bakar Indonesia memang masih jauh lebih besar dibandingkan dengan Vietnam dan Thailand. Sayangnya, ekspor Indonesia di kelompok ini masih didominasi bahan mentah. Sebagai contoh, pada tahun 2016 ekspor grup minyak mentah (kode SITC 333) berkontribusi sebesar 82,2% dari total ekspor di pos minyak, produk minyak, dan bahan sejenis (kode SITC 33), sedangkan ekspor grup batu bara mentah (kode SITC 321) berkontribusi sebesar 88,88% dari total ekspor pos coal, coke, and briquettes (kode SITC 32)
Dominannya porsi ekspor bahan mentah ini menunjukkan bahwa pos ekspor batu bara dan minyak mentah Indonesia memang mayoritas bernilai tambah rendah. Biasanya, ketika harga jual energi sedang tinggi, pos bahan bakar menjadi penyelamat nilai ekspor kita. Namun sayang, itu tidak terjadi dalam beberapa tahun terakhir dimana harga komoditas ternyata jatuh bebas pada medio 2014-2015.
Ketika ekspor bahan bakar yang jadi andalan Indonesia melemah, pos lain yang seharusnya menopang pelemahan sektor itu ternyata juga tidak bisa diharapkan. Pos barang pabrik/manufaktur serta mesin dan alat pengangkutan malah ikut melemah. Ekspor di pos barang pabrik/manufaktur turun 11,38% dari US$ 22,68 (2014) ke US$ 20,1 miliar (2016). Sementara itu, ekspor mesin dan alat pengangkutan juga mengalami tren penurunan sebesar 7,2% dari US$ 21,78 miliar (2014) ke US$ 20,21 miliar (2016). (ags)
Next Page
Perbandingan dengan Negara Tetangga
Pages
Most Popular