Mendag Umumkan Kabar Terbaru Soal Wacana Pungutan Ekspor Kelapa Bulat

Martyasari Rizky, CNBC Indonesia
Jumat, 28/11/2025 18:30 WIB
Foto: Penjualan kelapa parut di kawasan Kramat Jati, Jakarta, Kamis (17/4/2025). (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)

Jakarta, CNBC Indonesia - Menteri Perdagangan (Mendag) Budi Santoso menyampaikan, keputusan soal pungutan ekspor (PE) kelapa bulat belum bisa diambil, lantaran masih menunggu arahan dari Menteri Koordinator Bidang Pangan, Zulkifli Hasan (Zulhas).

Budi mengatakan, hingga saat ini belum ada keputusan resmi terkait penerapan PE tersebut.

"Kan memang itu keputusannya melalui rakor (rapat koordinasi) di Kemenko Pangan, sampai sekarang belum ada. Ya (tunggu arahan Menko Pangan), sampai sekarang belum ada," kata Budi kepada wartawan di kantornya, Jakarta, Jumat (28/11/2025).


Budi menilai lonjakan harga kelapa bulat justru menjadi angin segar bagi petani. Ia menyebut baru kali ini petani dapat menikmati harga yang lebih menguntungkan.

"Selama ini.. perasaan baru kali ini deh harga kelapa itu bagus. Artinya, petani baru menikmatinya sekarang. Sebelumnya nggak pernah," ujarnya.

Menurut Budi, tingginya harga ekspor kini memberi peluang besar bagi petani. Namun, ia mempertanyakan kemampuan industri dalam negeri untuk membeli kelapa dengan harga sebanding pembeli luar negeri. Ia menilai, jika importir mampu membayar lebih mahal, maka perlu dipertimbangkan alasan industri lokal belum bisa menyaingi tawaran tersebut.

"Kalau importir saja beli harga segitu, kenapa kita nggak bisa ya? Saya juga harus pelajari juga. Pelaku industrinya kan ini pasarnya ada di dalam negeri. Kalau itu harga yang sekarang kan lebih tinggi. Itu pun untuk ekspor. Kenapa dia (importir) bisa membeli lebih tinggi? ya seharusnya kan?" ucap dia.

Foto: Penjualan kelapa parut di kawasan Kramat Jati, Jakarta, Kamis (17/4/2025). (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Penjualan kelapa parut di kawasan Kramat Jati, Jakarta, Kamis (17/4/2025). (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)

Budi sekaligus membantah adanya isu kelangkaan kelapa. Ia memastikan suplai kelapa di sejumlah daerah masih mencukupi sehingga tidak perlu dikhawatirkan.

"Stoknya nggak langka, di pasar-pasar banyak," tutur Budi.

Sebelumnya, pemerintah sempat mewacanakan moratorium ekspor kelapa bulat. Namun rencana penghentian sementara ekspor itu akhirnya batal dilaksanakan. Sebagai gantinya, pemerintah mulai membahas opsi lain untuk mengendalikan arus ekspor, yakni melalui mekanisme Pungutan Ekspor (PE). Hanya saja, meski wacana PE ini sudah dibicarakan sejak enam bulan lalu, sampai sekarang belum ada kejelasan kapan kebijakan tersebut akan diberlakukan.

Budi juga sempat menyampaikan, aturan mengenai PE akan difinalisasi dan ditetapkan dalam waktu dekat.

"Jadi, kalau nggak salah besok, minggu ini ya, minggu ini untuk menetapkan yang PE. Jadi kita pakai mekanisme PE dulu, Pungutan Ekspor," ujar Budi saat ditanya mengenai update wacana moratorium ekspor kelapa, di kantornya, Jakarta, Senin (19/5/2025).

Budi mengakui, tingginya permintaan dari luar negeri membuat petani dan eksportir lebih memilih mengirim kelapa ke pasar internasional, lantaran harganya lebih menggiurkan. Akibatnya, stok kelapa bulat di pasar domestik menurun.

"Pasokan kelapa bulat itu banyak. Tetapi karena permintaan ekspor tinggi, ya kemudian mereka semua ekspor gitu lah ya kurang lebih. Nah sehingga pasokan di dalam negeri menjadi berkurang. Karena harganya lebih bagus kalau diekspor," jelasnya.

Situasi ini menimbulkan ketimpangan antara kebutuhan industri dan pasar lokal dengan ekspor. Untuk itu, PE diharapkan menjadi instrumen penyeimbang.

"Nah, instrumennya apa? Instrumennya yang akan kita lakukan dengan PE, Pungutan Ekspor," tegas Budi.

Ia menambahkan, PE akan diberlakukan dengan mekanisme tertentu yang tujuannya adalah menahan laju ekspor tanpa harus melarangnya total. Harapannya, dengan adanya pungutan, eksportir akan menahan sebagian pasokan untuk pasar dalam negeri.

"Kalau diatur dengan PE, katakanlah sekian persen ya. Otomatis kan saya pikir tidak semua jadi ekspor. Ya akan mengurangi ekspor. Jadi kalau tidak semua ekspor, pasti yang bagus juga banyak (di dalam negeri). Nggak cuman 1-2 aja saya kira ya," kata Budi.


(wur)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Pakaian Bekas Ilegal Dimusnahkan-Trump Hapus Tarif di 4 Negara