Lembaga Ini Temukan Kondisi Daya Beli Orang RI Lemah, Cari Kerja Sulit

Robertus Andrianto, CNBC Indonesia
28 July 2025 12:35
Gawat! 4 bank Raksasa Dunia diguncang  ‘Tsunami ‘PHK
Foto: Infografis/Gawat! 4 bank Raksasa Dunia diguncang ‘Tsunami ‘PHK / Aristya Rahadian
Daftar Isi

Jakarta, CNBC Indonesia - Indonesia saat ini tengah menghadapi badai ekonomi domestik yang bisa menghambat pertumbuhan ekonomi.

Lembaga riset independen yang berfokus pada riset dan konsultasi di bidang ekonomi, industri, perdagangan, pembangunan daerah, dan kebijakan publik CORE Indonesia atau Center of Reform on Economics mencatat ada tiga masalah utama, yakni daya beli masyarakat yang lemah, sulitnya mencari pekerjaan, dan kondisi usaha yang tidak stabil.

Padahal tiga komponen tersebut merupakan bagian dari aliran ekonomi atau circular economy flow, sehingga saling berhubungan. Padahal jika satu komponen roda terganggu, ekonomi bisa melambat.

Saat ini Indonesia menghadapi tantangan tiga roda penggerak ekonomi terganggu, seberapa parah?

Konsumsi yang Lesu

CORE mencatat bahwa tren lesunya konsumsi rumah tangga dimulai sejak awal tahun ini dan berlanjut hingga kuartal kedua 2025.

"Melemahnya konsumsi rumah tangga pada triwulan II 2025 jika dibandingkan dengan triwulan I 2025 (tahunan), tercermin dari melambatnya pertumbuhan tahunan indeks penjualan riil (IPR). Pada triwulan II 2025, IPR diproyeksikan hanya tumbuh 1,2% (tahunan). Angka proyeksi ini separuh dari laju IPR pada Januari-Maret 2025 (2,8%)," tulis CORE dalam laporan tengah tahunnya seperti dikutip pada Senin (28/7/2025).

Tren pelemahan konsumsi masyarakat bahkan terjadi saat libur panjang, yang kemudian disebut CORE sebagai anomali. Terutama karena penurunan yang terjadi pada permintaan transportasi.

"Pada kuartal IV 2024, jumlah penumpang pesawat terbang tersungkur -42,08% (tahunan), dan penumpang kereta api melambat di level 9,42% pada kuartal I 2025, jauh di bawah pertumbuhan penumpang pada 2024, yang rata-ratanya mencapai 35,9% (tahunan). Sementara penumpang kapal laut, meski tumbuh positif pada kuartal I 2025 (7,37%), angkanya jauh di bawah kuartal I 2024 (29,42%)." tulis CORE.

Selain itu, penurunan juga terlihat dari tingkat okupansi kamar hotel juga menurun. Pada kuartal pertama terkontraksi 0,07% sekaligus menjadi yang pertama sejak era pandemi Covid-19.

Selain itu, CORE juga mencatat masyarakat Indonesia cenderung menunda pembelian rumah, khususnya tipe menengah dan tipe besar.

Pelemahan konsumsi rumah tangga juga tercermin dari lebih rendahnya inflasi umum pada kuartal kedua 2025 yang dipengaruhi oleh, "Tren harga pangan yang relatif landai, juga dipengaruhi oleh lemahnya tarikan permintaan dari rumah tangga masyarakat. Persoalan konsumsi rumah tangga semakin pelik karena ketersediaan lapangan kerja yang tengkurap."

Sepanjang April hingga Juni, inflasi umum berada di kisaran 1,6% hingga 1,95% year-on-year.

Lapangan Kerja Semakin Sulit

Indeks Ketersediaan Lapangan Kerja Merosot drastis pada kuartal pertama 2025 dan semakin dalam sepanjang April-Juni 2035.

Dalam kedua periode tersebut, Indeks Ketersediaan Lapangan Kerja terpangkas masing-masing -7,7% dan -13,8% secara tahunan. Hal ini juga sejalan dengan jumlah PHK yang meningkat 27,7% periode Januari - April dari tahun sebelumnya.

"Kontraksi pada indeks ini mencerminkan minimnya pendapatan masyarakat untuk mendorong konsumsi. Minimnya pendapatan masyarakat ini terbukti oleh tren pertumbuhan upah riil yang belum pulih ke level sebelum Covid. Pada Februari 2025, pertumbuhan upah riil mencapai 1,9% (tahunan), masih lebih rendah dari pertumbuhan pada 2019 yang mencapai 2,5%," ucap CORE.

Selain itu, berdasarkan data Kemnaker mencatat terjadi badai Pemberhentian Hubungan Kerja (PHK), tercermin dari lonjakan yang terjadi pada Januari hingga April 2025. PHK yang terjadi pada periode tersebut sebesar 24.036 atau melesat 27,7% dibandingkan periode yang sama tahun 2024 sebesar 18.829.

Kemudian, sebanyak 11,1 juta orang yang bekerja di sektor informal pun kehilangan kesempatan mendapatkan pekerjaan layak pasca pandemi dalam rentang periode Februari 2020 - Februari 2025.

"Dengan minimnya kesempatan kerja yang layak, wajar jika rumah tangga masyarakat mengerem konsumsi non-esensial, dan pada saat yang sama seretnya pendapatan telah memaksa masyarakat menengah ke bawah menggerus tabungan," kata CORE.

Manufaktur Lesu

Sektor manufaktur yang padat karya pun saat ini sedang tidak baik-baik saja. "Sektor manufaktur Indonesia tersandung dilema: momentum positif pada kuartal I yang rapuh dan ancaman perlambatan struktural di tengah gejolak global yang menguat," kata CORE.

Pada kuartal pertama 2025, pertumbuhan manufaktur Indonesia tercatat 4,55%, melambat dibandingkan pertumbuhan kuartal sebelumnya yakni 4,89%.

Permasalahan terlihat saat dorongan musiman menghilang. Misalnya saja subsektor makanan dan minuman yang menyumbang 7,2% terhadap PDB dan penyerap 4,39% tenaga kerja nasional diperkirakan akan mengalami perlambatan tajam pada kuartal kedua 2025 seiring berakhirnya momentum konsumsi yang bertepatan dengan libur hari raya.

Selain itu juga indeks manufaktur Indonesia (PMI ) tetap bertahan di zona kontraksi, bahkan lebih dalam. PMI Manufaktur Indonesia pada Juni 2025 tercatat 46,9 pada Juni 2025, turun dari 47,4 pada Mei.

Perlambatan industri manufaktur yang berlarut-larut berpotensi menciptakan efek negatif yang benar. "Kontraksi di sektor industri manufaktur berpotensi menghantam jutaan pekerja dan memperburuk daya beli masyarakat yang sejauh ini sudah terhimpit," kata CORE.

Industri manufaktur sendiri menjadi tulang punggung ekonomi Indonesia jika dilihat dari kontribusi ke PDB sebesar 19,25% dan mampu menyerap 13,4% tenaga kerja nasional.


(ras/mij)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Video: Batas Usia Pelamar Kerja Bakal Dihapus, Pengusaha Bersuara

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular