Revolusi Mata Uang Dunia Dimulai! King Dolar Dihantam dari Segala Arah

Elvan Widyatama, CNBC Indonesia
28 July 2025 06:31
FILE - In this April 3, 2019, file photo a tip box is filled with U.S. currency in New York. If the rate on your savings account is close to the national average and you’re comfortable with an online bank, consider switching to a high-yield account. But if you’re earning a rate above 1% APY, should you opt for a higher one? The short answer is probably no, but it depends. (AP Photo/Mark Lennihan, File)
Foto: AP/Mark Lennihan

Jakarta, CNBC Indonesia - Dominasi dolar Amerika Serikat (AS) masih belum tergoyahkan di tengah dinamika ekonomi global yang berubah cepat. Namun, dominasi tersebut bisa goyah ke depan jika kebijakan pemerintah AS terus membuat investor ragu.

Meski dihadapkan pada tekanan geopolitik, dedolarisasi, hingga munculnya kekuatan ekonomi baru seperti China dan negara BRICS, posisi dolar sebagai mata uang cadangan utama dunia tetap kokoh.

Hingga kuartal pertama 2024, sekitar 59% dari total cadangan devisa global masih disimpan dalam bentuk dolar AS yang menunjukkan betapa besar kepercayaan dunia terhadap greenback.

Namun dalam bayang-bayang dominasi dolar, tren baru mulai muncul. Mata uang non-tradisional seperti dolar Australia (AUD), dolar Kanada (CAD), dan yuan China (CNY) perlahan-lahan mulai mendapatkan porsi dalam portofolio cadangan devisa global. Kenaikan ini mencerminkan upaya banyak negara untuk mendiversifikasi risiko dan mengurangi ketergantungan pada satu mata uang dominan.

Tren ini tidak serta merta menggeser posisi dolar AS, tapi menjadi sinyal bahwa lanskap mata uang global perlahan bertransformasi. Kebutuhan akan diversifikasi, stabilitas nilai tukar, serta keinginan negara-negara berkembang untuk memperkuat kedaulatan finansial menjadi pemicu utama dari pergeseran ini.

Lalu, apa sebenarnya yang membuat dolar AS begitu dominan selama puluhan tahun dan apakah mata uang non-tradisional ini punya potensi nyata untuk mengambil alih peran tersebut di masa depan?

Sejarah Dolar AS Menjadi Mata Uang Cadangan Dunia

Dominasi dolar AS dimulai sejak akhir Perang Dunia II, terutama setelah Perjanjian Bretton Woods pada 1944 yang menempatkan dolar sebagai jangkar sistem keuangan global. Kala itu, dolar AS dipatok terhadap emas, dan mata uang negara lain dipatok terhadap dolar yang menjadikannya poros utama dalam perdagangan dan moneter internasional.

Meskipun sistem Bretton Woods runtuh pada 1971 saat Presiden Nixon mencabut konvertibilitas dolar terhadap emas, kepercayaan terhadap ekonomi AS, kedalaman pasar keuangannya, serta stabilitas politik dan hukumnya membuat dolar tetap menjadi pilihan utama bank sentral dunia. Hingga kini, dolar AS masih digunakan dalam lebih dari 80% transaksi perdagangan global dan 88% transaksi valas, menjadikannya pilar tak tergantikan dalam sistem keuangan global.

Mata Uang Non-Tradisional Mulai Naik Daun

Meskipun dolar AS masih mendominasi sebagai mata uang cadangan utama dunia, dalam satu dekade terakhir sejumlah mata uang non-tradisional mulai menunjukkan geliatnya.

Data Dana Moneter Internasional (IMF) mengungkapkan bahwa dalam 10 tahun terakhir, pangsa dolar AS dalam cadangan devisa global terus menyusut dari sekitar 66% menjadi di bawah 59%. Di saat yang sama, mata uang lain seperti yuan China, dolar Australia, dolar Kanada, dan dolar Singapura justru mencatatkan peningkatan.

Yuan China, misalnya, kini menyumbang lebih dari 2,3% dari total cadangan devisa global, naik signifikan dari hanya sekitar 1% pada 2016. Kenaikan ini didorong oleh kebijakan internasionalisasi renminbi serta ekspansi jalur perdagangan melalui inisiatif Belt and Road yang mendorong penggunaan yuan dalam transaksi bilateral. Sementara itu, dolar Australia dan dolar Kanada juga mengalami pertumbuhan popularitas sebagai mata uang cadangan, didukung oleh fundamental ekonomi yang kuat, sistem hukum yang stabil, dan pasar keuangan yang likuid.

Tren pergeseran ini semakin terlihat dalam data terbaru IMF hingga akhir 2024. Dolar AS memang masih mendominasi dengan pangsa 57,8%, tetapi trennya terus menurun dari 58,9% pada tahun 2020. Euro juga mengalami pelemahan, dari 21,3% menjadi 19,8% dalam periode yang sama. Sebaliknya, sejumlah mata uang dengan pangsa kecil terus mencatat kenaikan secara konsisten.

Dolar Kanada (CAD) naik dari 2,08% pada 2020 menjadi 2,77% pada 2024, mencerminkan kepercayaan investor global terhadap stabilitas ekonomi Kanada. Dolar Australia (AUD) juga meningkat dari 1,83% menjadi 2,06%. Yuan China (CNY), sempat menyentuh puncaknya di 2,80% pada 2021, namun turun sedikit menjadi 2,18% pada 2024, tetap menunjukkan peran pentingnya dalam cadangan devisa global.

Yang paling mencolok adalah lonjakan pada kategori mata uang lainnya yang mencakup mata uang seperti dolar Singapura, franc Swiss, dan mata uang kecil lainnya. Pangsa kategori ini naik tajam dari 2,65% pada 2020 menjadi 4,64% pada akhir 2024. Hal ini menandakan semakin kuatnya kepercayaan dunia terhadap diversifikasi mata uang cadangan di luar yang selama ini dianggap arus utama.

Apa yang Dibutuhkan untuk Menjadi Mata Uang Cadangan Global?

Menjadi mata uang cadangan global bukan sekadar soal kekuatan ekonomi suatu negara. Ada sejumlah syarat penting yang harus dipenuhi untuk bisa mendapatkan kepercayaan dunia sebagai global reserve currency.

Pada tahun 2009, Departemen Keuangan Amerika Serikat merumuskan enam kriteria utama sebagai tolok ukur kelayakan sebuah mata uang untuk menjadi cadangan devisa global.

Kriteria tersebut mencakup seberapa besar pangsa mata uang tersebut terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) global serta perannya dalam perdagangan internasional. Selain itu, mata uang tersebut juga harus didukung oleh pasar keuangan yang dalam dan likuid, yang tercermin dalam indeks pasar keuangan.

Tingkat keterbukaan finansial negara asal mata uang, yang diukur melalui Indeks Chin-Ito, juga menjadi faktor penting.

Kriteria lainnya meliputi besarnya porsi PDB global yang menggunakan mata uang tersebut sebagai acuan nilai tukar, serta kredibilitas fiskal yang tercermin dari peringkat kredit jangka panjang, seperti yang diterbitkan oleh lembaga pemeringkat S&P.

Jika ditilik dari data GeoEconomics Center Atlantic Council, dolar AS mendominasi hampir seluruh kriteria tersebut. AS menyumbang sekitar 25,1% dari PDB global dan 11,45% dari total perdagangan global. Selain itu, pasar keuangan AS sangat dalam dan likuid, dengan indeks pasar keuangan tertinggi sebesar 0,9 masih jauh melampaui pesaingnya.

Dari sisi keterbukaan finansial, Amerika Serikat bersama dengan euro, pound sterling, dan yen Jepang, mencatat skor 2,30 dalam Indeks Chin-Ito, yang menunjukkan pasar keuangan mereka sepenuhnya terbuka. Sebaliknya, mata uang seperti yuan china, rupee India, dan rubel Rusia mencatatkan skor -1,24, yang mengindikasikan masih adanya kontrol modal dan keterbatasan akses ke pasar mereka.

Hal menarik lainnya adalah banyak negara yang mematok nilai tukarnya terhadap dolar. Sekitar 45,9% dari PDB global diasosiasikan atau dipatok terhadap dolar AS, angka yang jauh lebih tinggi dibandingkan euro yang sebesar 19,78% dan mata uang lainnya yang berada di bawah 4%.

Dari sisi kepercayaan investor, dolar AS juga didukung oleh peringkat kredit jangka panjang AA+ dari S&P, hanya sedikit di bawah euro yang berada di posisi AAA. Sementara itu, mata uang negara berkembang seperti India dan Rusia berada jauh di bawah, masing-masing dengan peringkat BBB dan CC.

Dominasi dolar AS sebagai mata uang cadangan dunia didukung oleh kombinasi kekuatan ekonomi, kepercayaan pasar, kredibilitas fiskal, dan keterbukaan finansial. Untuk menyaingi posisi ini, mata uang lain harus bisa memenuhi keenam kriteria tersebut secara konsisten yang merupakan sebuah tantangan yang tidak mudah terutama bagi negara dengan sistem keuangan yang masih tertutup atau belum sepenuhnya berkembang.

CNBC INDONESIA RESEARCH 

[email protected]

(evw/evw)
Tags

Related Articles

Most Popular
Recommendation