Kronologi Polri Tindak 3 Pengusaha Beras Curang-Bohong Kemasan 5 Merek

Martyasari Rizky, CNBC Indonesia
24 July 2025 12:02
Beras oplosan ditampilkan saat konferensi pers di Bareskrim Polri, Jakarta, Kamis (24/7/2025). (CNBC Indonesia/Faisal Rahman)
Foto: Beras oplosan ditampilkan saat konferensi pers di Bareskrim Polri, Jakarta, Kamis (24/7/2025). (CNBC Indonesia/Faisal Rahman)
Daftar Isi

Jakarta, CNBC Indonesia - Bareskrim Polri membeberkan kronologi lengkap penanganan kasus beras oplosan yang menjadi perhatian Presiden RI Prabowo Subianto. Kasus ini terungkap setelah adanya laporan dari Menteri Pertanian (Mentan) Amran Sulaiman terkait dugaan pelanggaran mutu dan harga beras yang beredar di pasar.

Ketua Satgas Pangan Polri sekaligus Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dirtipideksus) Bareskrim Polri Brigjen Helfi Assegaf menjelaskan, pengungkapan kasus ini berawal dari laporan resmi Mentan Amran yang dikirimkan kepada Kapolri.

"Menindaklanjuti pengaduan dari Bapak Menteri Pertanian melalui surat tertulis kepada Bapak Kapolri, kita langsung merespon sesuai dengan perintah Bapak Kapolri untuk segera menerbitkan laporan polisi," kata Brigjen Helfi dalam konferensi pers di Jakarta, Kamis (24/7/2025).

Laporan polisi tersebut tercatat dalam LPA 21, LPA 22, dan LPA 23 bulan Juli 2025. Sebelumnya, Mentan menemukan anomali harga pada masa panen raya yang seharusnya mengalami surplus.

"Pada tanggal 26 Juni 2025, Bapak Mentan menyampaikan hasil temuan di lapangan terhadap mutu dan harga beras yang anomali. Karena di masa panen raya beras surplus kok terjadi kenaikan harga yang luar biasa," ujarnya.

Helfi mengatakan, pengecekan lapangan dilakukan pada 6-23 Juni 2025 di 10 provinsi. Hasilnya, dari 268 sampel beras yang terdiri dari 212 merek, ditemukan berbagai ketidaksesuaian.

Temuan tersebut terdiri dari beras premium yang tidak sesuai mutu sebesar 85,56%, beras premium yang tidak sesuai dengan harga eceran tertinggi (HET) sebesar 59,78%, beras premium yang tidak sesuai dengan berat pada label kemasan sebesar 21,66%.

Sementara untuk beras medium, ketidaksesuaian mutu sebesar 88,24%, harga di atas HET sebesar 95,12%, dan berat kemasan di bawah standar sebesar 90,63%.

"Potensi kerugian masyarakat per tahun sebesar Rp99,35 triliun, terdiri dari beras premium Rp34,21 triliun dan beras medium Rp65,14 triliun," beber Helfi.

Status Penyelidikan Naik Jadi Penyidikan

Satgas Pangan kemudian menelusuri 212 merek tersebut. Hasilnya, ditemukan 52 perusahaan (PT) produsen beras premium dan 15 produsen beras medium. Penyelidikan lanjutan dilakukan dengan pengambilan sampel, pengujian laboratorium, serta pengecekan ke pasar tradisional dan modern.

"Hingga saat ini, kami sudah menguji 9 merek dan 5 di antaranya terbukti tidak memenuhi standar mutu," ungkapnya.

"Sehingga kita lanjutkan untuk membuat laporan informasi tersebut, dan melakukan proses penegakan hukum lain terhadap produsen maupun hasil daripada temuan yang telah disampaikan oleh ahli dari laboratorium," imbuh dia.

Selain itu, Helfi menyampaikan, Satgas Pangan Polri telah melakukan kegiatan pemeriksaan kepada para saksi, pemeriksaan terhadap para ahli untuk menjelaskan hasil lab, dan ahli perlindungan konsumen.

Dari hasil penyelidikan sementara, ditemukan 3 produsen atas 5 merek yang terbukti tidak memenuhi standar mutu untuk kategori beras premium.

"Kemudian penyidik melakukan upaya paksa, yaitu berupa penggeledahan, melakukan penyegelan, serta penyitaan di TKP, tempat produksi, gudang, retail maupun kantor terkait barang bukti yang diperlukan untuk kepentingan penyidikan," ujarnya.

5 Merek Beras Premium Tak Sesuai Klaim di Label Kemasan

Adapun tiga produsen yang telah diperiksa Bareskrim Polri, yaitu PT PIM (merek Sania), PT FS (merek Sentra Ramos Merah, Sentra Ramos Biru, dan Sentra Pulen), PT Togo SJ (merek Jelita dan Anak Kembar).

Untuk lokasi atau TKP yang dilakukan penggeledahan oleh tim Satgas Pangan Polri di antaranya: Kantor dan gudang PT FS di Jakarta Timur dan Subang, Jawa Barat; Kantor dan gudang PT PIM di Serang, Banten; dan Pasar Induk Beras Cipinang (PIBC), Jakarta Timur

"Dari hasil penyidikan tersebut, penyidik mendapatkan fakta bahwa modus operandi yang dilakukan oleh para pelaku usaha, yaitu melakukan produksi beras premium dengan merek yang tidak sesuai standar mutu. Menggunakan mesin produksi baik modern maupun tradisional. Artinya dengan teknologi yang modern maupun manual, ini yang kita temukan," ungkap Helfi.

Sementara untuk barang bukti yang telah disita sejauh ini antara lain, total 201 ton beras, yang terdiri dari 39.036 kemasan 5 kg dan 2.304 kemasan 2,5 kg dan dokumen legalitas serta sertifikat penunjang.

"Yaitu dokumen hasil produksi, dokumen hasil maintenance, legalitas perusahaan, dokumen izin edar, dokumen sertifikat merek, dokumen standar operasional prosedur, pengendalian ketidaksesuaian produk dan proses, serta dokumen lain yang berkaitan dengan perkara," ujarnya.

Lebih lanjut, Helfi menegaskan, para pelaku dijerat Pasal 62 juncto Pasal 8 Ayat 1 UU Perlindungan Konsumen dan UU Tindak Pidana Pencucian Uang, dengan ancaman hukuman maksimal 5 tahun penjara dan denda Rp2 miliar untuk pelanggaran konsumen, serta hukuman maksimal 20 tahun penjara dan denda Rp10 miliar untuk pencucian uang.

"Satgas Pangan akan melanjutkan penyidikan, gelar perkara penetapan tersangka, dan tracing aset kejahatan. Ini bagian dari arahan Bapak Presiden Prabowo untuk menjaga stabilitas pangan nasional dan melindungi hak konsumen," tegasnya.

Ia juga menghimbau masyarakat agar lebih cermat dalam membeli beras dan memastikan kemasan memenuhi standar nasional Indonesia (SNI).

"Kepada pelaku usaha kami tegaskan untuk tidak melakukan praktek curang yang merugikan konsumen. Kami tidak akan segan menindak tegas," pungkasnya.

Kasus Beras Oplosan, 3 Produsen Terbukti Melanggar Aturan (CNBC Indonesia TV)Foto: Kasus Beras Oplosan, 3 Produsen Terbukti Melanggar Aturan (CNBC Indonesia TV)
Kasus Beras Oplosan, 3 Produsen Terbukti Melanggar Aturan (CNBC Indonesia TV)


Penetapan Tersangka

Selanjutnya, Helfi menambahkan, pihaknya melakukan pengumpulan bukti-bukti lanjutan untuk melengkapi proses penindakan. Mulai dari membuktikan data dan hasil lab, dikaji oleh para ahli.

"Penetapan tersangka minimal harus punya 2 alat bukti. Ini kita sedang lengkapi semua. Ada barang bukti hasil uji lab yang harus dijelaskan oleh saksi ahli untuk menjelaskan isi komposisi tersebut. Hasil uji oleh ahli yang mengerti hasil lab tadi kita tunjukkan ke ahli perlindungan konsumen. Itu yang harus dijelaskan. Menurut ahli seperti apa?," terangnya.

"Kita sedang proses pemanggilan ahli perlindungan konsumen maupun ahli uji lab tadi. Setelah itu selesai dilengkapi kita lanjutkan gelar perkara," ucapnya.

Di saat bersamaan juga dilakukan pengumpulan dokumen-dokumen berkesesuaian.

"Masih banyak yang harus dilengkapi dokumen tadi. Kita klarifikasi dulu, kemudian kita match-kan dengan fakta dari lapangan," kata Helfi.


(dce/dce)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Kemendag Perintahkan Ritel Modern Tarik Beras Oplosan dari Peredaran

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular