Green Economic Forum 2024

Inovasi Bahan Bakar Pertamina Jadi Agenda Transisi Energi di RI

Khoirul Anam, CNBC Indonesia
Rabu, 29/05/2024 16:16 WIB
Foto: Dok: Pertamina

Jakarta, CNBC Indonesia- Emisi yang berasal dari manusia berupa gas yang memerangkap panas telah menghangatkan iklim hampir 2 derajat Fahrenheit (1,1 derajat Celcius) sejak masa pra-Industri (mulai tahun 1750). Hal ini diungkapkan dalam Laporan Intergovernmental Panel on Climate Change yang diterbitkan pada 2021.

Tak heran, suhu rata-rata global diperkirakan akan mencapai atau melebihi 1,5 derajat C (sekitar 3 derajat F) dalam beberapa dekade mendatang. Hal ini pun membuat dunia usaha harus terus berinovasi dan menciptakan terobosan baru demi mencegah dampak kerusakan lingkungan yang semakin parah.

Salah satu BUMN yang terus berinovasi yakni PT Pertamina (Persero). Selain terus berinovasi, Pertamina juga memberlakukan prinsip bisnis lebih ramah lingkungan serta menetapkan sejumlah target untuk menekan emisi gas rumah kaca.


Misalnya saja, perusahaan pelat merah ini berhasil mengembangkan sumber energi terbarukan dan ramah lingkungan, khususnya dalam pengembangan Bahan Bakar Nabati (BBN) atau bioethanol. 

Pengembangan ini dilakukan Pertamina Patra Niaga dengan mencampurkan bioetanol 5% (E5), terutama yang berasal dari tetes tebu (molase), ke dalam BBM Pertamax (RON 92). Hasilnya adalah produk setara RON 95 yang dijual dengan merek Pertamax Green 95.

Diketahui produksi bioetanol di Indonesia baru mencapai sekitar 40 ribu kiloliter (KL) per tahun. Target pemerintah untuk 2030 adalah mencapai produksi sebanyak 1,2 juta KL, yang diharapkan dapat mengurangi impor BBM sebesar 60%, khususnya pada jenis bensin yang mencapai 35,8 juta KL pada 2022.

Produksi bioetanol baru menyumbang 2% dalam bauran energi baru dan terbarukan (EBT). Meski demikian, pemerintah terus berupaya meningkatkan kontribusinya. Program pencampuran bioetanol dalam BBM jenis bensin dijadwalkan mencapai 10% (E10) pada 2029 atau 2030.

Selain bioetanol, Pertamina juga berupaya mengembangkan Sustainable Aviation Fuel (SAF) atau bioavtur. PT Kilang Pertamina Internasional (KPI) menargetkan dapat memproduksi bioavtur 100% pada 2026.

Saat ini, Pertamina berhasil memproduksi bioavtur dengan campuran 2,4% produk sawit dengan kapasitas 9.000 barel per hari di Green Refinery Kilang Cilacap. Pengembangan bioavtur ini sejalan dengan upaya global untuk mengurangi dampak lingkungan dari industri penerbangan.

PT Kilang Pertamina Internasional (KPI), Subholding Refining & Petrochemical Pertamina, menargetkan bisa memproduksi bioavtur 100% pada 2026. Penggunaan produk sawit sebagai bioavtur 100% dapat mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil yang masih harus diimpor.

Atas upaya dan terobosan ini, Pertamina meraih Green Ratings dari CNBC Indonesia dalam Green Economic Forum 2024. Sebagai lokomotif pengembangan energi hijau, pencapaian Pertamina yang layak mendapat apresiasi ini telah menempuh perjalanan yang penuh dengan rintangan.

Adapun pemeringkatan Green Ratings 2024 ini melibatkan penggunaan indikator dan kriteria tertentu yang mencakup berbagai aspek keberlanjutan, seperti efisiensi energi, pengelolaan limbah, perlindungan alam, tanggung jawab sosial perusahaan, pembiayaan, dan lain-lain.

Fokus penilaian pada tahun ini adalah peran dan kebijakan perusahaan dalam meningkatkan transisi energi, baik melalui pembiayaan atau perbaikan model bisnis.


(rah/rah)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Pertamina NRE Akuisisi 20% Saham Perusahaan EBT Filipina