
Energi Hijau di RI Keniscayaan, PLN: Hanya Menunggu Waktu!

Jakarta, CNBC Indonesia - PT PLN (Persero) menegaskan bahwa upaya Indonesia 'lebih hijau' dengan memakai pembangkit listrik berbahan energi baru terbarukan (EBT) adalah keniscayaan. Dan hal tersebut dikatakannya hanya tinggal menunggu waktu.
"Kita sekarang menuju energi hijau, itu keniscayaan, hanya soal waktu," terang Direktur Manajemen Risiko PT PLN (Persero), Suroso Isnandar dalam Green Economic Forum 2024 CNBC Indonesia, di Hotel Kempinski, Jakarta, Rabu (29/5/2024).
Suroso membeberkan bahwa Indonesia memilik sumber EBT yang berlimpah untuk mendorong transisi energi supaya bisa berjalan lebih cepat. Untuk mendukung itu, PLN memiliki Direktorat baru yakni Manajemen Risiko untuk mengamati transisi energi.
"Ada operasional risk, misal kita sama-sama tahu 17 ribu pulau, ada 15 pulau besar yang ada manusianya, masalahnya perusahaan ada di Pulau Jawa, tapi sumber energinya di Sumatera, nah ini yang harus di-manage, secara overall persepsi FDI, agar bisa masuk ke Indonesia," ungkap dia.
Nah, untuk mendukung percepatan listrik hijau ini, green funding kata Suroso, juga banyak tersedia. Namun tidak bergerak cukup cepat. Oleh karena itu, pihaknya melakukan mitigasi agar finansial risk bisa turun, regulasi dan policy risk, agar investor berhitung.
"Investasi di Indonesia akan return tepat ga? ini yang harus kita dalam, PLN bukan hanya kacamata risk, tapi sampa 2040 akan tumbuh hingga 2045. RUPTL baru sampai 2030 ini yang harus kami handle, karena itu kami sedang berkomunikasi dengan kementerian untuk perencanaan beyond 2030, dengan skenario ARET," ungkap dia.
Sebagaimana diketahui, PLN sedang merancang greenest RUPTL 2024-2033, yang merupakan produk Kementerian ESDM dan PLN yang lebih hijau.
Pihaknya mengusulkan, pada 2030 nanti akan tambah 21 GW, 51,6% EBT. "Apakah ini cukup? belum kami ganti 800 MW batu bara jadi gas, kami belum puas," kata dia dalam acara Green Economic Forum 2024, Rabu (29/5/2024).
Suroso menjelaskan di dalam RUPTL sebelumnya, PLN sendiri telah berhasil menghapus pembangunan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batu bara berkapasitas 13 ribu MW. Selain itu, perusahaan juga berhasil mengganti PLTU berkapasitas 1,8 GW dengan menggunakan pembangkit listrik EBT.
"Itu yang sedang kami lakukan, pendataan holistik, sistematis, tekan emisi di batu bara,," kata dia.
Selain itu, PLN juga telah menerapkan penggunaan biomassa melalui teknologi co-firing untuk menekan emisi dari PLTU batu bara. Setidaknya kebutuhan biomassa untuk tahun ini yakni mencapai 2,2 juta ton dan pada tahun depan sebesar 10 juta ton.
"Pada intinya kami membangun suatu ekosistem yang menuju ramah lingkungan, agresif ini kami punya landasan yang jelas," kata dia.
(pgr/pgr)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Pemanfaatan Energi Terbarukan di RI masih Rendah, Baru 0,3%
