
Bos Sawit Buka Suara Soal Surat Ombudsman RI ke Menteri LHK

Nusa Dua, CNBC Indonesia - Ombudsman RI mengirimkan surat kepada Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) dan menyarankan agar menunda batas penyerahan kelengkapan syarat perizinan bagi pengusaha sawit yang terindikasi menggunakan lahan ilegal di kawasan hutan.
Seharusnya, batas penyerahan kelengkapan syarat sedianya berakhir kemarin, Kamis (2/11/2023). Menurut Ombudsman kebijakan KLHK tersebut berpotensi maladministrasi, mengingat masih banyaknya permasalahan terkait status kawasan hutan.
Ketua Umum Gabungan Pengusaha Sawit Indonesia (Gapki) Eddy Martono mengungkapkan keputusan Ombudsman hanya bersifat imbauan ke KLHK untuk memperpanjang batas penyerahan, bukan keputusan final.
"Jadi kalau diperpanjang sih untuk anggota kami sendiri sebenarnya sudah tidak ada masalah. Karena mereka telah mengajukan sesuai dengan tanggal deadlinenya tanggal 2 (November)," kata Eddy saat ditemui di sela-sela IPOC 2023, di Nusa Dua, Bali, Jumat (3/11/2023).
Adapun, menurut Eddy, pengusaha berharap Ombudsman bisa menjadi penengah atau wasit dalam masalah ini. Kebijakan KLHK ini dipicu oleh masalah antara pemerintah pusat dan daerah terkait dengan tata ruang dan wilayah.
"Kita berharap dengan adanya ombudsman itu dia memposisikannya sebagai wasit gitu," ujarnya.
Oleh karena itu, Eddy mendorong agar kebijakan satu peta bisa diselesaikan oleh pemerintah. Dengan demikian, masalah lahan ini tidak lagi terjadi.
Menurutnya, masalah sering terjadi ketika lahan di peta dicek di lapangan atau overlay, tetapi lahannya tidak ada atau titiknya terletak di laut.
"Ini harus segera diselesaikan jadi masalah seperti ini tidak ada lagi," cetus Eddy.
Rekomendasi Ombudsman
Sebelumnya, Ombudsman RI dalam suratnya kepada Menteri LHK menyebutkan, usaha sawit perlu mendapat dukungan, baik dari ranah domestik maupun internasional. Dalihnya, beberapa tahun terakhir, usaha sawit mengalami tekanan akibat dampak Pandemi Covid-19, kebijakan subsidi, dan kebijakan ekspor.
"Hak atas tanah yang menjadi fondasi usaha perkebunan sawit, perlu ditata untuk memberikan kepastian hukum dan menjamin keberlanjutan usaha," kata Anggota Ombudsman RI Yeka Hendra Fatika dalam keterangan resmi, dikutip Jumat (3/11/2023).
"Ombudsman menyarankan Menteri LHK mengeluarkan diskresi penundaan batas ini dengan pertimbangan bahwa penatagunaan kawasan hutan menjadi tanggung jawab Kementerian LHK yang sekaligus memberikan kepastian hak atas tanah badan usaha/masyarakat untuk dapat dinyatakan berada dalam kawasan hutan atau tidak," tambahnya.
Menurut Yeka, diskresi dapat dilakukan dengan alasan-alasan objektif. Yaitu alasan yang diambil berdasarkan fakta dan kondisi faktual, tidak memihak dan rasional serta berdasarkan Asas-Asas Umum Pemerintah yang Baik.
(dce)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article 3,3 Juta Lahan Sawit 'Diputihkan'? Bos Sawit Beri Penjelasan
