Di Era Jokowi, RI Tak Lagi Kirim Asap ke Negara Tetangga
Jakarta, CNBC Indonesia - Wakil Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Alue Dohong mengatakan, Indonesia berhasil mencegah terulangnya bencana asap lintas batas (transboundary haze pollution) dalam 3-4 tahun terakhir. Hal itu, kata dia, sebagai hasil dari kebijakan pemerintah yang mengutamakan pencegahan, ditambah dengan penegakan hukum yang tegas.
Alue Dohong mengatakan, kebakaran hutan dan lahan (karhutla) hebat yang melanda Indonesia tahun 2015 jadi pelajaran penting. Di mana, BNPB mencatat, pada tahun 2-15 sebanyak 2,61 juta ha lahan dan hutan terbakar hingga menyebabkan kerugian ekonomi Rp221 triliun.
Karhutla juga menyebabkan bencana asap bahkan sampai ke negara tetangga hingga memicu kegiatan pendidikan dan penerbangan lumpuh selama 2-3 bulan.
"Beberapa tahun lalu sudah tak ada lagi transboundary haze pollution ke negara tetangga, itu suatu keberhasilan. Mudah-mudahan dengan El Nino tahun ini kita juga mampu mengatasi itu," kata Alue Dohong dalam Economic Update CNBC Indonesia, Senin (10/7/2023).
Hal itu, kata dia, berkat koordinasi lintas batas yang semakin intens dilakukan pemerintah, baik pusat maupun daerah. Yang menghasilkan langkah-langkah mitigasi dan koordinasi untuk mencegah dan menangani karhutla di Indonesia.
Dia menjabarkan, mengantisipasi efek El Nino tahun ini, yang dikhawatirkan bakal memicu tingginya potensi karhutla, Presiden Joko Widodo (Jokowi) sudah tegas menginstruksikan, pencegahan sebagai langkah utama. Diawali dengan koordinasi lintas lembaga, pemeriksaan lapangan, hingga penanganan pencegahan.
"Analisis data dilakukan berdasarkan klasifikasi confidence level hot spot. Hot spot belum tentu kebakaran ya. Jika confidence level (hot spot) tinggi, berarti potensi karhutla tinggi," katanya.
Kemudian, lanjutnya, dilakukan pencegahan dengan membangun infrastruktur seperti sekat kanal untuk menjaga gambut tetap dalam kondisi basah atau lembab. Sehingga bisa mencegah kebakaran akibat El Nino yang memicu kekeringan ekstrem, terutama di wilayah gambut. Sebab, jelasnya, kekeringan ekstrem akan menyebabkan gambut mudah terbakar.
Selain itu, kata Alue Dohong, dilakukan koordinasi dan patroli, serta penegakan hukum. Disertai intervensi teknologi modifikasi cuaca untuk mencegah titik asap atau hotspot menyebar kadi kebakaran.
"2015 kita tahu El Nino paling parah ya, bahkan kemaraunya sampai 4-5 bulan dan menyebabkan efek luar biasa, beban ekonomi besar. Belajar dari pengalaman itu, penanganan karhutla kita lakukan corrective action. Kita perbaiki cara-cara mitigasinya, baik secara pencegahan. Patroli dikuatkan, Satgas dibentuk kuatkan informasi dengan teknologi pemantauan smeakin baru," jelasnya.
"Sambil melakukan pemantauan aktif di lapangan. Ada kebakaran langsung dipadamkan. Kita bangun simpul koordinasi di daerah. Di desa bentuk Masyarakat Peduli Api. Ini semua, corrective action, supaya kejadian tahun 2015 tak terulang lagi. Dan ini fakta terjadi 3-4 tahun terakhir," kata Alue Dohong.
Kebijakan penanganan karhutla tersebut, lanjut dia, akan dipertahankan pemerintah. Karena berhasil menekan kejadian serupa, di mana tahun lalu diklaim bencana karhutla sudah menyusut 80-90% dibandingkan tahun 2015.
"Meski, untuk zero fire tak mungkin ya. Tapi kita kelola dengan baik, terutama dengan karakter fisik tanah berisisiko tinggi, seperti gambut," pungkasnya.
(dce/dce)