Ini Penjelasan Satgas BLBI Soal Utang Bank Yama ke Negara

Cantika Adinda Putri, CNBC Indonesia
Selasa, 20/06/2023 19:50 WIB
Foto: Rionald Silaban (CNBC Indonesia/Emir)

Jakarta, CNBC Indonesia - Ketua Satgas Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) Rionald Silaban menegaskan bahwa Bank Yama, selaku salah satu bank yang menerima Bantuan Likuiditas Bank Indonesia, telah mendapatkan surat keterangan lunas atau SKL.

"Bank Yama itu kan sudah ada penyelesaian kewajiban pemegang saham (PKPS). Bank Yama ada PKPS-nya. Itu penjelasannya, dan kalau gak salah sudah ada PKPS terkait dengan Bank Yama dan BPPN (Badan Penyehatan Perbankan Nasional) sudah menerbitkan surat keterangan lunas," jelas Rionald saat ditemui di kantornya, Selasa (20/6/2023).


Untuk diketahui, Bank Yakin Makmur (Yama) menjadi perbincangan akhir-akhir ini karena terseret dalam pusaran utang-piutang antara Jusuf Hamka dengan pemerintah.

Kronologinya bermula ketika Jusuf Hamka menagih pemerintah atas utang ratusan miliar terhadap perusahaan jalan tol miliknya PT Citra Marga Nusaphala Persada Tbk. (CMNP).

Utang itu diklaim merupakan kesepakatan CMNP dengan pemerintah atas deposito dan giro yang ditempatkan perusahaan di Bank Yama.

Jajaran Kementerian Keuangan telah mengakui adanya perjanjian pembayaran utang pemerintah terhadap perusahaan jalan tol yang dimiliki Jusuf Hamka, PT CMNP, sekitar tahun 2016. Namun, untuk proses pembayarannya hingga kini belum terealisasi.

Rionald pun mengungkapkan pihaknya menyerahkan sepenuhnya proses penagihan utang oleh Jusuf Hamka lewat jalur hukum.

"Itu mengenai adanya tagihan kepada pemerintah, itu biasanya mengajukan gugatan dan itu diluar vokasi kita yang melayaninya. Kita tidak melakukan kebijakan mengenai pembayaran tagihan," jelas Rionald.

Sebelumnya, Juru Bicara Kementerian Keuangan Yustinus Prastowo mengatakan, jajaran Kemenkeu telah mengakui adanya perjanjian pembayaran utang pemerintah terhadap perusahaan jalan tol yang dimiliki Jusuf Hamka, PT CMNP, sekitar 2016 silam. Namun, untuk proses pembayarannya hingga kini belum terealisasi.

Yustinus Prastowo mengatakan, perjanjian itu faktanya memang telah dibuat pada masa Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro. Adapun untuk pembayarannya, hingga kini masih dalam tahap pengkajian ulang.

"Kita mengakui sebagai fakta tetapi kita melakukan review. Kemenkeu punya alasan dan pertimbangan," ujar Prastowo di Kemenkeu, Jakarta, seperti dikutip Selasa (20/6/2023).

Pengkajian ini, menurut pemerintah harus terus menerus dilakukan secara cermat karena pembayarannya menggunakan APBN, yang tentu berasal dari pajak masyarakat. Karena itu perlu kehati-hatian untuk mengeluarkannya.

Menurutnya, langkah-langkah ini adalah bentuk kehati-hatian Kemenkeu. Sebab, masalah utang ini sudah sangat kompleks dan alur waktunya sangat panjang dan melibatkan banyak pihak juga.

"Sesuai kajian Kemenkeu, kami perlu melakukan review dan konsultasi ke instansi lain, Kemenkopolhukam, Kejaksaan Agung, karena ini menyangkut keuangan negara," kata Yustinus lagi.


(cap/cap)
Saksikan video di bawah ini:

Video: DJP Tegaskan Pemungutan PPH di E-Commerce Bukan Pajak Baru