Bikin Nangis! Pabrik PHK, Jadi Importir Kain China Buat Batik

Damiana Cut Emeria, CNBC Indonesia
07 June 2023 13:25
Ilustrasi Kain Batik China. (Freepik/alizadelgun)
Foto: Ilustrasi Kain Batik China. (Freepik/alizadelgun)

Jakarta, CNBC Indonesia - Gempuran tekstil dan produksi tekstil impor (TPT) dituding jadi pemicu gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) di dalam negeri. Pasalnya, serbuan produk impor, baik legal maupun ilegal, telah menggerus pasar produk TPT nasional di dalam negeri.

Tak hanya itu, akibat serbuan impor, produsen kain yang selama ini memasok kain ke perajin batik di Pekalongan pun kini banting setir jadi importir.

Hal itu disampaikan Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Nusantara (KSPN) Ristadi. Dia mengatakan, dari deretan upaya mediasi KSPN, tak hanya perusahaan orientasi ekspor, perusahaan yang berorientasi pasar domestik juga tengah marak melakukan efisiensi.

Saat ini saja, imbuh dia, setidaknya ada 9 perusahaan yang dalam proses pemangkasan karyawan, mulai dari merumahkan terlebih dahulu sampai PHK. Angka itu baru hanya perusahaan yang memiliki serikat pekerja anggota KSPN. Belum lagi perusahaan yang tak punya serikat pekerja atau serikat pekerjanya bukan anggota KSPN.

"Saya berani bilang, 80% industri tekstil, garmen dan sepatu alami efisiensi pekerja dengan PHK sampai ada yang tutup," kata Ristadi kepada CNBC Indonesia, dikutip Rabu (7/6/2023).

"Ada yang export oriented, ada yang domestic oriented. Mereka efisiensi karena yang domestik pasarnya tergerus impor, legal dan ilegal. Kalau yang ekspor, ordernya turun atau tidak sama sekali," tambahnya.

Karena itu, kata Ristadi, kondisi industri TPT lebih terpuruk karena perusahaan tekstil di dalam negeri yang berorientasi domestik biasanya tak memiliki modal sebesar perusahaan berorientasi ekspor.

"Serbuan produk impor ini sudah puluhan tahun kami serukan. Dan agar impor ilegal diberantas. Maraknya perjanjian perdagangan dan sejenisnya itu membuat serbuan impor semakin bebas. Akibatnya mematikan produsen di dalam negeri," katanya.

Bahkan, katanya, perusahaan yang selama ini memproduksi kain untuk perajin batik di Pekalongan, kini beralih jadi importir.

"Dia setop produksi, dan mengimpor kain dari China. Mereka sudah nggak kuat. Jadi, dia tetap memasok kain ke pembatik, tapi kainnya kain China. Itu efek sudah tak kompetitif dan diserbu kain impor," ujarnya.

"Pembatik tahu kalau kain itu produksi China. Jadi si perusahaan itu memesan ke pabrik d sana. Pembatik menyadari itu sudah hukum pasar, barang murah dan bagus, itu yang dicari. Ini sudah jadi momok, lingkaran setan, kita sudah suarakan puluhan tahun," kata Ristadi.

Dia pun mencontohkan, kain katun impor China hanya dibanderol Rp15.000 per meter, sementara kalau diproduksi lokal jadinya Rp30.000 per meter.

"Nggak habis pikir memang gimana cara mereka (China) menghitung biayanya. Tapi memang, tak hanya dari segi upah, biaya di China itu lebih efisien. Mulai dari pelayanan, insentif, harga energi, sampai infrastruktur yang tentu berdampak ke cost juga," katanya.

"Memang, sekarang kita sedang mulai menuju ke situ. Ke sistem pelayanan perizinan yang efisien," pungkas Ristadi.


(dce/dce)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article 'Tsunami' PHK Ngeri, Ini Penampakan Pabrik Dijual Pinggir DKI

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular