Most Inspiring Women

Sri Mulyani: Perempuan, Kebahagiaan & Tanggung Jawab Moral

Tim Redaksi, CNBC Indonesia
Selasa, 23/05/2023 15:45 WIB

Jakarta, CNBC Indonesia - Peluang Indonesia untuk jadi negara maju hanya tinggal 13 tahun lagi. Jika gagal maka, kesempatan ini tidak akan terluang lagi. Hal ini sering kali digembar-gemborkan oleh Presiden Joko Widodo atau Jokowi.

Peran menteri keuangan untuk meraih cita-cita luhur ini sangat penting. Tantangan ini sangat disadari oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati. Dalam audiensi dengan CNBC Indonesia, dia mengungkapkan membuat Indonesia menjadi negara maju tidak sekedar mencetak kelompok orang kaya.

Kemudian, mereka punya kelebihan uang, lalu mereka menabung dan ditempatkan ke instrumen yang aman dan terpercaya. Lantas, uang mereka diam dan menghasilkan return yang aman.


"Apakah orang Indonesia menjadi lebih makmur sehingga dia punya savings. Nyatanya, iya, ternyata yang beli SBN saya, sukuk saya, yang mau nonton Coldplay. Despite memang ada scarring efek dari pandemi, kita juga melihat banyak indikator yang menggambarkan memang ada segmen masyarakat yang getting wealth," kata Sri Mulyani kepada CNBC Indonesia, Senin (23/5/2023).

Namun, kondisi ini dibarengi oleh kenyataan bahwa masih ada gap antara kelompok yang sophisticated (inklusif) dan mereka yang masih basic. Di antara gap kelompok ini, tangan menteri keuangan diperlukan untuk mempersempit jurang tersebut.

"Berarti Anda bisa bayangkan pekerjaan saya, sebagai Kementerian Keuangan negara, karena keuangan negara adalah instrument untuk menjahit, untuk memakmurkan bersama, untuk keadilan, untuk maju bersama untuk membangun aparat hukum, bangun pengadilan, itu kan semuanya pakai uang negara," papar Sri Mulyani.

Bagi seorang menteri keuangan, dia menuturkan majikannya banyak banget

"Rakyat itu majikan, mulai dari yang miskin sampai kepada keroco, jadi jangan dibayangkan bahwa saya itu ngurusin APBN sebagai suatu balancing neraca penerimaan berapa, belanja berapa, ngutangnya tanggal berapa, diomelin apa masalah utang kekayaan negara, kan enggak," ungkapnya.

Bahkan dalam menjalankan keuangan negara, Sri Mulyani mengungkapkan seorang menteri keuangan bisa tiba-tiba terkena tantangannya. Misalnya, bencana alam 2004, krisis 1997, atau krisis 2008.

Hal ini lantas tidak bisa membuat pemerintah berlarut-larut dalam keterpurukan.

"Ya bangun lagi tetapi kita belajar dari situasi itu, gitu aja. Jadi kalau kejadian seperti sekarang ada masalah orang pajak yang ditangkap, orang bea cukai yang ditangkap ya ini juga merupakan suatu pelajaran," paparnya.

Artinya, bentuk atau aturan yang dulu didesain tidak lagi sesuai menghadapi kondisi dinamika ekonomi saat ini. Ternyata, godaannya semakin besar sehingga fondasi yang dibangun 15-20 tahun lalu tidak lagi sesuai.

Tantangannya makin kompleks, belum lagi ada perkembangan digital market place. Semua transaksi dilakukan secara cepat. Namun, hal ini tidak membuat pemerintah anti perubahan.

"Pergerakan itu kan cepat banget implikasinya ke pajak, bea cukai kita dan lainnya. Ini yang dahulu kita bangun reformasi soal soal negara, perbendaharaan negara, UU mengenai BPK, audit, ini semuanya diuji di jalanan 20 tahun dengan digital teknologi, sekarang dengan geopolitik, dengan fragmentasi ekonomi, dengan pandemic, itu semuanya ujian yang sangat besar sekali, kita harus rethinking aja," tegas Sri Mulyani.

Namun, dia mengingatkan prinsip dasarnya itu tetap sama, kejujuran.

"Itu enggak berubah, transaksinya mungkin lebih rumit, jumlahnya lebih banyak, lebih instan, atau speednya lebih cepet, tetapi masalah kejujuran sama juga, masalah integritas tuh enggak berubah, masalah mengenai kepastian hukum itu tetap sama," tambahnya.


(haa/haa)
Saksikan video di bawah ini:

Video: 8 Jurus Sri Mulyani Tembuskan 8%!

Pages