
Ini Siasat Sri Mulyani, Jaga Defisit APBN 2024 Tetap Rendah

Jakarta, CNBC Indonesia - Kementerian Keuangan di bawah kepemimpinan Menteri Keuangan Sri Mulyani telah memetakan sejumlah risiko kesinambungan fiskal yang merupakan bentuk upaya menjaga kesehatan dan kredibilitas APBN dalam jangka panjang.
Sebagaimana termuat dalam Buku Nota Keuangan beserta RAPBN 2024, risiko itu di antaranya, tensi geopolitik; perubahan iklim yang mengancam kesehatan, keselamatan, ekonomi dan kesejahteraan; hingga terbatasnya anggaran untuk mencapai visi Indonesia Maju pada 2045.
Dengan peta risiko itu, pemerintahan Presiden Joko Widodo berkomitmen untuk terus menekan defisit anggaran dari saat masa pandemi Covid-19, khususnya pada 2020 sebesar 6,14% dari PDB menjadi 2,3% pada 2023 dan dalam RAPBN 2024 menjadi 2,29%.
Lalu, untuk rasio perpajakan ditargetkan naik menjadi 10,1% PDB pada 2024 dari perkiraan 2023 sebesar 10%, keseimbangan primer menjadi 0,1% PDB dari perkiraan 2023 sebesar 0,2% PDB, dan rasio utang menjadi 37,8% pada 2023 meski untuk 2024 tidak dimuat.
"Dalam rangka menjaga kesinambungan fiskal, konsolidasi fiskal telah dilakukan bahkan sejak tahun 2022 dengan mengembalikan defisit di bawah tiga persen yaitu 2,35 persen terhadap PDB (audited)," dikutip dari Buku Nota Keuangan 2024, Senin (21/8/2023).
Untuk menjaga indikator kesinambungan makro fiskal tersebut, pemerintah pun telah menetapkan sejumlah strategi, berikut ini rinciannya:
1. Mobilisasi pendapatan. Hal ini ditempuh dengan menjaga efektivitas pelaksanaan reformasi perpajakan (UU HPP) melalui perbaikan sistem perpajakan yang lebih sehat dan adil, penggalian potensi dan perluasan basis pajak, serta peningkatan kepatuhan wajib pajak. Efektivitas pelaksanaan UU HPP diharapkan akan meningkatkan rasio perpajakan. Sementara itu, optimalisasi PNBP dilakukan melalui peningkatan inovasi layanan publik serta mendorong reformasi pengelolaan aset negara.
2. Penguatan spending better dilakukan dengan mendorong efisiensi kebutuhan dasar, fokus pada prioritas pembangunan dan berorientasi pada hasil (result-based budget execution). Selain itu, terus mendorong subsidi tepat sasaran dan efektivitas perlinsos, serta sinergi dan harmonisasi kebijakan pusat dan daerah.
3. Mendorong pembiayaan yang inovatif, prudent, dan sustainable. Hal ini antara lain dilakukan dengan meningkatkan peran BUMN, BLU, SMV, dan SWF, menyediakan fiscal buffer yang andal dan efisien untuk antisipasi ketidakpastian global dengan memperkuat kolaborasi yang solid antara kebijakan fiskal, moneter, dan sektor keuangan, serta mendorong skema KPBU yang sustainable secara lebih masif.
4. Penguatan daya tahan dan mitigasi risiko yang kolaboratif. Hal ini dilakukan dengan mempersiapkan buffer untuk antisipasi ketidakpastian, penguatan fleksibilitas fiskal, penguatan manajemen kas, dan penguatan kolaborasi dan sinergi kebijakan fiskal, moneter, sektor keuangan, dan Pemda.
(haa/haa)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Video: APBN Tekor Rp 93,4 Triliun Hingga Akhir Juli 2024