RI Masih Aman, Tim Sri Mulyani Pantau Ketat Nasib Utang AS!

Arrijal Rachman, CNBC Indonesia
23 May 2023 07:35
Bendera Amerika Serikat berkibar setengah tiang di US Capitol di Washington, DC, Kamis (8/9/2022) setelah meninggalnya Ratu Elizabeth II dari Inggris. (Photo by OLIVIER DOULIERY/AFP via Getty Images)
Foto: Bendera Amerika Serikat berkibar setengah tiang di US Capitol di Washington, DC, Kamis (8/9/2022) setelah meninggalnya Ratu Elizabeth II dari Inggris. (Photo by OLIVIER DOULIERY/AFP via Getty Images)

Jakarta, CNBC Indonesia - Kementerian Keuangan mengungkapkan akan terus memantau kebijakan politik utang Amerika Serikat (AS) yang telah melonjak hampir tiga kali lipat sejak 2008 untuk membiayai belanja pemerintah atas persetujuan kongres.

Upaya menaikkan atau menghapuskan debt ceiling di AS saat ini menjadi topik perdebatan sengit para kalangan pembuat kebijakan, karena jika pemerintahan yang saat ini di bawah kepemimpinan Presiden Joe Biden mengalami gagal bayar, mengancam ekonomi krisis di banyak negara.

Diketahui batas utang federal senilai US$ 31,4 triliun. Namun di awal 2023, ini sudah habis dan kini pemerintah AS menggunakan dana darurat.

Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kemenkeu Suminto mengungkapkan akan terus mewaspadai kebijakan politik di AS. Sampai saat ini, kata dia belum ada dampak signifikan ke pasar keuangan global termasuk pasar keuangan Indonesia.

"Kita belum lihat dampak signifikan ke pasar keuangan global, termasuk spill over ke pasar SBN kita, pasar SBN kita masih sangat baik dan supportive yang menandakan belum dilihatnya dampak debt ceiling di US ini," jelas Suminto dalam konferensi APBN Kita Edisi April 2023, Senin (22/5/2023).

Pada kesempatan yang sama, Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Febrio Kacaribu mengungkapkan saat ini rasio pajak terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia masih jauh lebih rendah dibandingkan rasio pajak terhadap PDB di Amerika Serikat.

"Meski ada debt ceiling di AS, debt to GDP rasionya sudah di atas 120%. Indonesia tahun lalu 39% dan dengan tata kelola APBN yang terus kredibel kita siapkan terus menurun ke 38% tahun depan," jelas Febrio.

"Ini yang terus kita tawarkan dari fiskal, bagaimana APBN seefisien mungkin dan mendorong pertumbuhan ekonomi juga belanja kita harap tepat sasaran, khususnya dalam membantu masyarakat miskin dan rentan. Jadi, ini bagian dari manajemen fiskal kita yang modern," kata Febrio lagi.

Sebelumnya, Menteri Keuangan AS Janet Yellen, kembali menegaskan bahwa negara itu, akan gagal bayar (default) paling cepat 1 Juni 2023.

"Dengan informasi tambahan yang sekarang tersedia, saya menulis untuk dicatat bahwa kita masih memperkirakan, bahwa Departemen Keuangan kemungkinan tidak akan lagi dapat memenuhi semua kewajiban pemerintah jika Kongres tidak bertindak untuk menaikkan atau menangguhkan batas utang pada awal Juni dan potensinya paling cepat 1 Juni," tegasnya dalam surat terbarunya, dikutip Senin (22/5/2023), dikutip CNBC International.

Peringatan ini kembali ia keluarkan ketika Gedung Putih dan para pemimpin kongres bersiap untuk bertemu Selasa (16/5/2023) ini. Kedua belah pihak akan melanjutkan negosiasi mengenai potensi pemotongan belanja sebagai imbalan atas pengesahan kenaikan pagu utang DPR.


(cap/cap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Video: Awas! AS di Ambang "Kebangkrutan"

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular